Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Liputan Khusus

LIPUTAN KHUSUS: Pengakuan Mantan Napi Seusai Bebas Program Asimilasi hingga Warga Takut Berulah Lagi

Dari 38.822 narapidana yang dibebaskan Kemenkumham, 2.000 orang di antaranya adalah napi dari beberapa Lapas di Jawa Tengah.

faisal affan
Beberapa gang di Perumahan Pucang Gading, Mranggen, Kabupaten Demak ditutup oleh warga menggunakan portal. 

TRIBUNJATENG.COM -- Beberapa gang di Perumahan Pucang Gading, Mranggen, Kabupaten Demak ditutup oleh warga menggunakan portal. Mereka sengaja membatasi akses keluar masuk orang luar untuk mencegah penyebaran virus corona, sekaligus menghindarkan tindak tindak kejahatan setelah napi-napi dibebaskan melalui program asimilasi.

Sejumlah warga resah setelah Kemenkumham membebaskan ribuan narapidana (napi) atau warga binaan melalui program asimilasi dalam rangka mencegah penularan virus corona.

Dari 38.822 narapidana yang dibebaskan Kemenkumham, 2.000 orang di antaranya adalah napi dari beberapa Lapas di Jawa Tengah.

Warga resah karena khawatir para napi akan berulah lagi. Khawatir mereka para pencuri yang dibebaskan itu, akan berbuat serupa.

Memang benar, sudah ada beberapa narapidana yang dibebaskan atau istilahnya residivis, kembali berbuat kejahatan.

Namun prosentasenya sangat kecil. Dari 2.000 napi itu, baru ada 10 napi asimilasi yang kembali berulah di Jawa Tengah. Setidaknya itu yang tertangkap atau ketahuan.

Kim Jong Un Terkini: Dari Dikabarkan Meninggal Kini Disebut Sembunyi karena Pengawal Positif Corona

TAHUKAH ANDA! Inilah 15 Aturan Rahasia yang Harus Dipatuhi Pramugari dan Pilot, Termasuk Tidur

HEBOH! Bantuan Makanan Siap Santap Berlogo Kepala Anjing Bertulis Nasi Anjing #jakartatahanbanting

Kabupaten Pekalongan Akan Diguyur Hujan pada Malam Hari, Berikut Prakiraan Cuaca dari BMKG

Tribun Jateng mewawancarai napi yang dibebaskan melalui program asimilasi. Sebut saja Hanung, seorang napi yang telah dibebaskan tersebut.

Dia kini memilih untuk tetap di rumah dan mengelola usaha cucian motornya.

Mantan narapidana yang mendapatkan jatah asimilasi ini, mengatakan sangat bersyukur kini sudah bisa kembali berkumpul bersama keluarga.

"Di dalam penjara jelas tidak enak. Tidak bisa ketemu keluarga. Enak di rumah. Bisa ketemu saudara dan teman-teman juga," kata Hanung kepada Tribun Jateng.

Hanung usai keluar dari lembaga pemasyarakatan lantas membuka usaha cuci motor.

Pria yang tinggal di Kecamatan Pegandon, Kabupaten Kendal ini, menegaskan akan sangat rugi apabila kembali melakukan kejahatan.

"Sangat rugi. Kita sudah diberi kesempatan ini harusnya dimanfaatkan dengan baik. Kalau kembali berulah, sudah pasti rugi buat dia dan orang di sekitarnya. Jadi saya harap teman-teman jangan lakukan kejahatan lagi," harap Hanung.

Usai keluar dari Lapas Kelas II A Kendal, Hanung langsung masuk ke dalam grup whatsapp (WA) bentukan sipir Lapas.

Di dalam grup tersebut, napi yang mendapatkan program asimilasi wajib absen dengan menyertakan foto atau video kegiatan.

"Jadi tiap hari kami tetap absen. Laporan di grup WA berupa foto atau video. Kalau saya laporannya kegiatan bersama keluarga atau saat cuci motor. Alhamdulillah, teman-teman satu grup juga kompak semua," imbuh Hanung.

Saat dilepas oleh pihak Lapas, Hanung tidak dibiarkan keluar begitu saja. Setiap napi yang mendapatkan jatah asimilasi wajib dijemput oleh keluarga inti.

"Iya benar itu. Harus dijemput oleh keluarga inti. Jadi biar sama-sama tahu, bahwa saya sudah keluar penjara. Pihak keluarga juga diminta membuat surat pernyataan untuk mengawasi saya selama berada di rumah," beber dia.

Sebelum mendapatkan program asimilasi, Hanung sudah mendekam di dalam sel selama tiga tahun lebih dua bulan.

Hal itu harus ia jalani karena terlibat dalam kasus PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak). Saat dipilih masuk dalam program asimilasi napi, Hanung mengaku tidak dipungut biaya sepersen pun.

Mulai dari proses administrasi hingga pelepasan, pihaknya tidak pernah mengeluarkan biaya.

"Saya dan keluarga tidak ada yang dimintai. Semua benar-benar gratis. Tidak ada pungutan," pungkasnya.

Kondisi Lagi Sulit

Warga Kota Semarang bernama Vincencia Evellyn yang tinggal di Batan Miroto, mengaku khawatir dengan kondisi keamanan saat ini.

Sebab sejak pemerintah membebaskan napi yang mendapat asimilasi, ada kemungkinan napi-napi itu berulah lagi.

"Apalagi di saat serba susah seperti saat ini. Banyak orang dirumahkan dan tidak mendapatkan penghasilan. Ini kalau sudah urusan perut, bisa saja mereka (napi) melakukan kejahatan lagi," tuturnya.

Menurutnya, seharusnya para narapidana lebih aman dari virus apabila tetap di dalam lapas. Sebab, tidak bersinggungan langsung dengan orang lain dan mudah untuk dikontrol.

"Kalau di dalam lapas mereka ketemunya dengan siapa saja kan jelas. Kalau yang bisa keluar masuk sipir, ya sipirnya yang harus diawasi. Supaya tak membawa virus ke dalam lapas," terangnya.

Untuk terhindar dari tindak kejahatan di jalan, dirinya kemudian lebih memilih melakukan aktivitas di rumah. Terlebih saat ini sedang ada pandemi covid-19 yang berbahaya.

"Kalau kemana-mana sekarang jadi was-was. Ya sudah mending di rumah saja. Apalagi juga sedang banyak penyakit," imbuh dia.

Sementara itu, Agung Wisnu, salah satu warga Lamper Tengah, Kota Semarang, mengatakan semakin memperketat penjagaan di kampungnya.

Kini untuk bisa keluar masuk ke dalam tempat tinggalnya, hanya disediakan satu akses saja.

"Beberapa gang sengaja ditutup pakai portal supaya tidak banyak orang luar yang keluar masuk. Sekaligus mengurangi potensi tindak kriminal di wilayah kami," paparnya.

Menambah Pekerjaan Polisi

Terpisah, seorang warga Kalongan Kabupaten Semarang, sebut saja Lastri (57) tampak resah. Dia berujar geram adanya aksi kejahatan belakangan ini dirasanya meningkat.

"Sekarang saya justru takut adanya napi-napi yang baru dibebaskan itu berkeliaran di jalan-jalan," kata Lastri dengan nada suara meninggi.

Lastri memperkirakan, adanya napi-napi dibebaskan justru akan menambah kejahatan. Mereka akan kambuh lagi. Karena begitu bebas juga tak ada kerjaan.

Situasi lagi sulit karena corona. Dan ternyata perkiraan tersebut terbukti, di beberapa tempat terjadi kasus kejahatan yang dilakukan oleh napi yang dibebaskan melalui program asimilasi itu.

"Kondisi ekonomi sekarang seperti ini, orang biasa saja susah mendapatkan pekerjaan apalagi mantan napi. Bahkan banyak orang kena PHK. Ini kok malah napi dibebaskan, setelah keluar mereka mau kerja apa? dan kalau nggak ada pekerjaan mau makan apa. Kan lebih mungkin melakukan kejahatan lagi," ujarnya khawatir.

Selain itu, pengawasan napi program asimilasi pasca bebas pun hingga sekarang belum jelas apakah ada atau tidak. Sehingga sekarang menurutnya yang mendapatkan tugas berat justru petugas kepolisian untuk menciptakan rasa aman.

"Kalau kayak gini sama aja nambahi pekerjaan Polisi kan. Belum lagi harus ngurusi Covid, maka saya kok merasa kasihan justru sama Polisi, " ujarnya. (tim)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved