Tadarus
Taubat dan Perubahan setelah Ramadan
Kupu-kupu adalah seekor binatang yang menyenangkan. Banyak orang senang terhadap kupu-kupu karena keindahan warnanya, karena binatang itu membantu pro
Ditulis Oleh Muhammad Muhtar Arifin Sholeh
(Wakil Ketua Majlis Pustaka & Informasi, PW Muhammadiyah Jateng)
Kupu-kupu adalah seekor binatang yang menyenangkan. Banyak orang senang terhadap kupu-kupu karena keindahan warnanya, karena binatang itu membantu proses penyerbukan di bunga, dan karena ia tidak memusuhi manusia. Sebelum menjadi binatang yang menyenangkan itu, ia harus "bertapa" menjadi kepompong, yang sebelumnya menjadi ulat yang sangat menjijikkan baik penampilannya maupun kelakuannya.
“Pertapaan kepompong” tersebut dapat diibaratkan sebagai proses puasa Ramadan. Sebelum Ramadan manusia ibarat seperti ulat yang menjijikkan, karena banyak dosa seperti dosa korupsi, suap menyuap, pencurian, penipuan, perjudian, perampokan, prostitusi, dan sebagainya. Ramadan merupakan waktu penyucian dan pengampunan dosa. Penyucian dan pengampunan ini dilakukan dengan amalan puasa, salat tarawih, zakat, baca Quran, zikir pada Allah, banyak sadaqah, dan sebagainya.
Allah berfirman dalam Alquran yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa” (Q.S. al-Baqarah 2:183).
Ayat tersebut menyebutkan bahwa tujuan berpuasa adalah ketakwaan, agar orang yang berpuasa menjadi orang yang bertaqwa. Dari segi bahasa, kata takwa berarti menjaga diri, artinya menjaga diri agar terhindar dari hal-hal yang salah dan dosa dan menjaga diri agar tetap dalam kebaikan dan kebenaran di jalan Tuhan. Penjagaan tersebut dilakukan dengan melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Alquran menyatakan bahwa orang yang paling mulia adalah orang yang paling bertakwa (Q.S al-Hujuraat 49:13), bukan orang yang kaya harta, yang cantik/ganteng, yang berstatus sosial tinggi.
Nabi Muhammad saw menegaskan bahwa Allah tidak melihat tubuh fisik dan rupa seseorang tetapi Allah melihat hati dan amal perbuatannya. Ciri-ciri orang yang bertakwa, antara lain, adalah beriman pada yang gaib, mendirikan salat, berzakat/berinfaq, menahan marah, memaafkan orang lain, merasa selalu dilihat dan didengar Allah di mana saja dan kapan saja, bersifat adil, sabar, disiplin, dan jujur.
Taubatan Nashuhaa
Konsekuensi dari keimanan kepada dua nama Allah - al-Ghafuur (Maha Pengampun) dan al-‘Afuwwu (Maha Pemaaf), “Allaahumma Innaka ‘Afuwwun Tuhibbul-‘afwa Fa’fu’anna”, adalah bahwa jika manusia berbuat salah atau dosa maka dia harus bertaubat (mohon ampun), dengan taubatan nashuhaa (taubat yang semurni-murninya), yaitu taubat murni karena Allah (taubat dengan ikhlas.. Taubat dilakukan dengan langkah sebagai berikut; mengakui/menyadari kesalahan, memohon ampun, mengganti perbuatan dosa dengan amal sholih, dan terus istiqomah dalam amal sholih.
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nashuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabb-mu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu" (QS at-Tahriim 66:8).
“Hai manusia, bertaubat dan minta ampunlah kamu kepada Allah, karena sesungguhnya saya bertaubat seratus kali dalam sehari” (HR Muslim). “Sesungguhnya Allah membentangkan tangan-Nya pada waktu malam hari supaya bertaubat orang yang berbuat salah pada siang hari; dan Dia membentangkan tangan-Nya pada siang hari supaya bertaubat orang yang berbuat salah pada malam hari. Keadaan itu tetap terus hingga matahari terbit dari barat” (HR Muslim). “Sesungguhnya Allah tetap menerima taubat seseorang hamba-Nya selama nyawanya belum sampai di tenggorokan.” (HR Tirmidzi).
Sebagai perwujudan taubatan nashuhaa, kebiasaan baik Ramadan diteruskan setelah Ramadan, yaitu dengan puasa sunnah, salat tahajud-witir, zakat-infaq-shadaqah, baca al-Quran, dan amal sholih lainnya. Dari sebelum Ramadhan sampai setelah harus berubah menjadi lebih baik, berubah dari ulat yang menjijikkan menjadi kupu-kupu indah yang menyenangkan banyak orang. Setelah Ramadan (membakar dosa) menuju Syawal (peningkatan, lebih baik). Selamat berjuang meraih takwa ! (*)