Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Forum Mahasiswa

Forum Mahasiswa : Ramadhan, Idulfitri, dan Keberagaman di Tengah Pandemi

Bulan Ramadhan merupakan bulan dimana umat Islamdi semua penjuru dunia mengukur semua aktivitasyang dilakukan di bulan tersebut.

Bram Kusuma
Miftaf Pradika Putra 

Oleh Miftaf Pradika Putra

Mahasiswa Hukum Keluarga Islam SATINU Temanggung

Bulan Ramadhan merupakan bulan dimana umat Islamdi semua penjuru dunia mengukur semua aktivitasyang dilakukan di bulan tersebut. Bulan yang menjadi tolak ukur seberapa besar mereka menjalankan ajaran-ajaran agamanya, seberapa besar kesalehan seorang umat Islam dibulan tersebut.

Di bulan tersebutlah yang mampu mengubah kehidupan masyarakat dalam keberagamaannya secara drastis. Seorang yang dulunya tidak berjamaah menjadi sering berjamaah di bulan tersebut, yang biasanya tidak ada tadarus menjadi ada dan kegiatan lainya yang jarang dilakukan menjadi dilakukan.

Dengan begitu, bulan yang penuh berkah tersebut diakhiri dengan perayaan hari raya Idulfitri yang kemudian menjadi puncak kegiatan keberagaman umat Islam. Bahkan kegiatan tersebut telah menjadi sebuah budaya atau tradisi yang menyatu dengan pola keberagamaan terkhusus umat Islam dari tahun ke tahun.

Namun, kenapa Ramadhan dan hari raya Idulfitri tahun ini berbeda dari yang sebelumnya? Karena Ramadhan tahun ini semua umat Islam didunia termasuk Indonesia harus menjalankan ibadahnya di tengah pandemi Covid-19.Akhirnya berbagai kegiatan yang semestinya dijalankan selama bulan Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini harus mengalami penyesuaian.

Bahkan Pemerintah Indonesia melalui Surat Edaran Nomor 6 Tahun 2020 Kementerian Agama RI memberikan panduan ibadah Ramadhan dan Idul Fitri 1431 H yang sejalan dengan syariat Islam sekaligus sebagai upaya mengurangi penyebaran Covid-19.Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menerbitkan Fatwa Nomor 28 Tahun 2020 yang memberikan pendapat tentang ketentuan Shalat Ied saat pandemi virus Corona dan tata cara pelaksanaannya.

Sebenarnya, imbauan dari pemerintah tersebut tidak melarang umat Islam untuk menjalankan pola keberagamaannya, melainkan untuk mengurangi kegiatan keberagaman yang bersifat sosial misalnya Salat Tarawih, Salat Ied, dan lainnya.

Karena yang menjadi problem itu bukan esensi dari kegiatan keberagaman tersebut, melainkan konsekuensi menjalankan keberagamaan yang akan menimbulkan sebuah perkumpulan maupun kerumunan masyarakat untuk saling bermusabahah dan bersalaman. Bahkan kegiatan yang bersifat sosial tersebut diyakini akan menjadi sarana merebaknya virus Corona.

Dalam menyikapi fenomena seperti ini, bisa merujuk kepada sebuah teori dalam diskursus agama Islam. Dalam teori tersebut, Islam sebagai agama memiliki dua makna. Pertama Ad-din, artinya Islam sebagai doktrin, dimana doktrin tersebut merupakan doktrin suci yang tidak terbantahkan dan tidak berubah-ubahdi dalam ruang dan waktu.

Misal ajaran tentang wajibnya melaksanakan Shalat, membayar zakat, puasa dibulan Ramadhan dan ibadah lainnya sang sifatnya mahdhoh. Maka dari situ, makna Ad-din merupakan bentuk ibadah yang diwajibkan dan tidak dapat diubah. 

Kedua At-tadayyun, yang berarti keberagamaan. Keberagamaan yang dimaksud adalah praktik dari masyarakat untuk merespons sebuah realitas mutlak.

Senada  pendapat seorang cendekiawan agama;Joachim Wach. Menurutnya, keberagamaan merupakan suatu bentuk respons terhadap realitas mutlak yang bisa dinyatakan ke dalam pemikiran dan perbuatan. Dengan demikian, At-tadayyun secara realitasnya sangat beragam, dan bisa berubah-ubah sesuai ruang dan waktu.

Dari sinilah muncul sebuah pertanyaan. Format keberagamaan yang seperti apa agar bisa dilakukan saat ini? Ketikahadis Rasulullah SAW mengatakan “Man qoma romadhona imanan wahtisaban ghofirolahu ma taqoddama min dzambihi”. Artinya, barang siapa melakukan Salat Tarawih dengan rasa iman dan ikhlas, maka diampuni dosanya yang telah lewat.

Dari contoh hadis Inilah yang dimaksud dengan doktrin atau Ad-din tersebut. Dan penerapan keberagamaan di tengah pandemi ini yang sesuai dengan hadis tersebut bisa berbeda-beda. Ketika masyarakat berada di daerah zona hijau dan mengamalkanhadis tersebut, itu tidak masalah.

Namun, ketika masyarakat yang berada di daerah zona merah kemudian mengamalkannya untuk tetap melaksanakan Salat Tarawih di masjid dan sebagainya,itu yang menjadi kontroversi. Karena masyarakat melanggar protokol dari pemerintah yangtelah memberikan imbauan dan menetapkan daerah tersebut sebagai zona merah.

Kita tahu, bahwa agama Islam bersifat shalihun li kulli zaman wa makan. Artinya islam merupakan agama yang relevan dengan segala zaman dan tempat. Dengan begitu, Islam atau lebih tepatnya syariah dibuat dengan tujuan-tujuan dan maksud tertentu dalam hal ibadah ritual maupun ibadah sosial, kemudian tujuan tersebut dikenal dengan Maqashid Al-Syari'ah.

Dalam Maqashid Al-Syari'ahadalima komponen yang wajib dijaga yaitu hifzal-dinatau menjaga agama,hifzal-nafs atau menjaga jiwa/nyawa, hifz al-aqalatau menjaga akal, hifzal-nasalatau menjaga keturunan, dan hifzal-maalatau menjaga harta. Kemudian dalam menjaga lima hal tersebut harus berurutan pula. Menjaga agama harus didahulukan daripada menjaga empat hal lainnya, sedangkan menjaga jiwa harus didahulukan daripada menjaga tiga lainnya, dan seterusnya.

Dalam praktiknya kelima hal tersebut harus tetap mempertimbangkan urgensinya masing-masing. Misal ketika menjaga harta menjadi hal yang dharuriyyah/primer, sedangkan menjaga agama menjadi suatu hal yang hajiyyat/sekunder atau tahsiniyyat/tersier. Maka boleh mendahulukan kepentingan menjaga harta daripada menjaga agama.

Begitu halnya dengan pelaksanaan ShalatIdulfitri di tengah pandemi ini. Pada dasarnya hukum melaksanakan Salat Ied adalah sunah muakkad atau sangat dianjurkan. Sehingga dapat dikategorikan dalam hal hajiyyat/sekunder, dan kewajibannya tidak seperti melaksanakan Shalat fardhu yang masuk dalam kategori dharuriyyah/primer.

Akan tetapi melaksanakan Salat Ied di tengah pandemi ini akan berpotensi besar terhadap penyebaran Virus Corona. Maka sangat jelas bahwa hal yang bersifat dharuruyyah diprioritaskan daripada hajiyyat.

Oleh sebab itu pemahaman dan pengamalan tentang keberagamaan dalam agama yang utuh dan komprehensif sangat diperlukan pada saat ini. Karena menghindari penyebaran Virus Corona merupakan upaya untuk menjaga jiwa/nyawa yang merupakan bentuk dari pengamalan agama. 

Maka tindakan yang dilakukan pemerintah menjadi dasar dalam mengurangi penyebaran virus Corona dengan mengimbau masyarakat agar tetap melakukan keberagamaannya di rumah guna memutus mata rantai virus Corona ini terakreditasi dalam tindakan rasionalitas instrumental.Karena tindakan rasionalitas instrumental adalah tindakan yang berorientasi pada tujuan dengan mempertimbangkan rasionalitas untuk mencapai tujuan.

Dengan begitu, mari kita bersama-sama mengevaluasi apa esensi dari fenomena ini dengan tetap meningkatkan kuantitas dan kualitas keberagamaan kita. Terakhir yang perlu dicermati bahwa syariah itupada dasarnya memudahkan, tetapi jangan kemudian dijadikan gampangan. Sebagaimana tentang Maqashid Al-Syari'ah yang dipaparkan di muka. Bahwa terjaganya diri sendiri dan juga orang lain itu sangat diharuskan dengan pendirian teguh mempertimbangkan maslahat dan mafsadah yang ditimbulkan. (*)

Hotline Semarang : Bermunculan Lapak-lapak Liar di Klipang Pesona Asri

Kenapa Persentase Laki-Laki Meninggal Akibat Corona Lebih Tinggi Dibanding Perempuan?

Sinopsis The Legend of the Blue Sea, Drakor Lee Min Ho dan Jun Ji Hyun di Indosiar Mulai 26 Mei

FOKUS : Optimistis Menyambut Normal Baru

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved