Berita Banyumas
Ratusan PKL Kebondalem Purwokerto Tetap Ingin Bertahan, Berharap Sengketa Lahan Segera Selesai
Persoalan kawasan pertokoan dan bisnis Kebondalem Purwokerto masih menemui jalan panjang karena sengketa lahan yang belum juga usai
Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: muslimah
TRIBUNJATENG.COM, PURWOKERTO - Ratusan Pedagang Kaki Lima (PKL) Kebondalem, Purwokerto sangat berharap tetep menempati area Kebondalem jika nantinya daerah tersebut akan dikembangkan sebagai pusat bisnis.
Persoalan kawasan pertokoan dan bisnis Kebondalem Purwokerto masih menemui jalan panjang karena sengketa lahan yang belum juga usai.
Para PKL yang sebelumnya menempati area dalam kompleks Kebondalem, saat ini sudah dipindahkan.
• Gading Marten Kaget saat Jenguk Gempi di Rumah Gisel: Kamu Jadi Peternak Ikan Cupang?
• Jessica Iskandar Akui Bertengkar dengan Nagita Slavina Sejak 4 Tahun Lalu : Aku Terlalu Peduli
• Promo Superindo Hari Kerja 22-25 Juni 2020, Banyak Diskon dari Buah hingga Camilan, Cek di Sini
• Viral Ayah di Palembang Kehilangan Tiga Anak yang Ia Besarkan Sendirian
"Saat ini sebagian PKL berada di Jalan Mohammad Syafei depan hotel UMP, kemudian ada yang berada di luar Pasar Sari Mulyo, dan ada juga yang berada di dalam," ujar Kepala Bidang Pasar, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Banyumas, Sarikin kepada TribunBanyumas.com, Selasa (23/6/2020).
Total kurang lebih ada 106 lebih PKL yang berada di area Kebondalem, Purwokerto.
Saat ini mereka masih menempati sekitar area Kebondalem.
"PKL itu sementara sudah ditempatkan di tempat-tempat diluar area Kebondalem.
Jika nantinya pihak pengembang akan ada pembangunan baru maka akan kita ingin mereka di prioritaskan," tambahnya.
Sarikin mengatakan jika para PKL sangat berharap tetap menempati area Kebondalem yang sudah biasa mereka tempati sekarang ini.
"Mereka inginnya tetap berada di situ dan tidak pindah jauh-jauh dari situ.
Jika ada penataan para PKL tidak masalah asal bisa menempati area Kebondalem," tandasnya.
Salah seorang PKL, Judi (45) mengatakan jika dirinya sudah menempati area Kebondalem sejak 2004.
"Saya berharap tetap di Kebondalem, dan mudah-mudahan sengketa lahan ini segera selesai.
Jika ada pengembangan dan pembangunan lagi ya semoga diprioritaskan tempat yang layak buat PKL yang ingin kembali seperti semula," katanya.
Sempat diberitakan jika Pemkab Banyumas menggugat PT GCG selaku pengembang area Kebondalem.
Pihak PT GCG, melalui kuasa hukumnya Agoes Djatmiko mengatakan, jika pihaknya siap untuk menghadapi gugatan pemkab.
Akan tetapi pihak GCG mempertanyakan terkait alasan kekhilafan yang menjadi dasar gugatan.
"Jika Pemkab menyatakan khilaf, bagaimana dengan seluruh pihak yang hadir dalam kesepakatan tersebut, seperti jaksa, pihak pengadilan dan lainnya, apakah mereka juga dianggap khilaf," ungkap Agoes Djatmiko.
Kesepakatan bersama yang digugat untuk dibatalkan oleh pihak Pemkab Banyumas adalah kesepakatan antara Bupati Banyumas dan Direktur Utama PT GCG, dalam rangka melaksanakan eksekusi putusan Nomor 46/Pdt.G/2007/PN.Pwt. jo No.88/Pdt/2008/Smg. jo No. 2443 K/Pdt/2008. Jo No.530PK/Pdt/2011.
Keputusan itu berisikan keringanan bagi pihak Pemkab Banyumas, seperti pengurangan denda dan relokasi PKL.
Sementara itu, Bupati Banyumas, Achmad Husein, menyampaikan bahwa pihaknya sudah melayangkan gugatan kepada PT GCG.
Menurutnya aset yang digugat untuk dikembalikan ke Pemkab Banyumas adalah aset di luar objek sengketa hasil perjanjian 7 Maret 1986.
"Aset pemkab yang kita minta untuk dikembalikan pengelolaannya tidak seluruhnya.
Hanya aset yang tidak masuk dalam objek sengketa perjanjian tahun 1986 saja, yaitu aset perjanjian tahun 1980 dan 1982.
Kalau untuk yang lainnya, silakan dikelola PT GCG sesuai putusan hukum yang sudah inkrah," paparnya.
Agoes mempertanyakan, pernyataan bupati yang menyebut gugatan terhadap PT GCG sudah didaftarkan pada tanggal 8 Desember 2019.
Hal tersebut dianggap janggal, sebab pihaknya baru menerima panggilan sidang pada tanggal 11 Juni 2020.
Diinformasikan kembali bahwa kompleks Kebondalem merupakan aset pemkab di yang mangkrak selama puluhan tahun.
Usai ada putusan hukum yang tetap, eksekusi kawasan bisnis ditengah pusat kota Purwokerto itu masih saja mengalami berbagai macam kendala.
Kasus lahan Kebondalem berawal dari perjanjian yang ditandatangani antara Pemkab Banyumas dan CV Bali yang kemudian berubah menjadi PT GCG.
Pada perjanjian yang dilakukan pada 1980, 1982 dan 1986, Pemkab Banyumas menyewakan penguasaan lahan di Kebondalem pada CV Bali untuk dikelola sebagai pusat bisnis.
CV Bali memberikan kompensasi pada Pemkab dan perjanjian berlaku untuk masa 30 tahun.
Sebelum masa perjanjian berakhir, lahan yang menurut perjanjian dikelola pada CV Bali, menjadi tempat penampungan pedagang kaki lima (PKL).
Hal ini mengundang protes CV Bali dan tidak melanjutkan pembangunan kawasan Kebondalem tersebut sebagai sentra bisnis.
CV Bali yang berubah nama menjadi PT GCG mengajukan gugatan ke pengadilan.
Dalam putusan yang dikeluarkan Mahkamah Agung, gugatan tersebut dikabulkan dan Pemkab kembali menyerahkan lahan tersebut selama 30 tahun ke depan pada PT GCG.
Pemkab diwajibkan membayar denda ganti rugi senilai Rp 22 miliar, dan telah diserahkan melalui panitera PN Purwokerto senilai Rp 10,5 miliar. (TribunBanyumas/jti)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jateng/foto/bank/originals/para-pkl-yang-berada-di-area-kebondalem-purwokerto.jpg)