Berita Regional
Praktik Kawin Tangkap di Sumba: Citra Menjerit Meronta-ronta saat Diculik untuk Dinikahi
Wanita yang saat itu berusia 28 tahun itu menjerit dan meronta-ronta mencoba melepaskan diri.
TRIBUNJATENG.COM - Pejabat pemerintah daerah Pulau Sumba, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), menandatangani kesepakatan menolak praktik ' kawin tangkap'.
Hal itu dilakukan demi meningkatkan perlindungan perempuan dan anak.
Kesepakatan itu dibuat setelah muncul video viral pada akhir Juni lalu yang memperlihatkan seorang perempuan di Sumba dibawa secara paksa oleh sekelompok pria dalam sebuah praktik yang dikenal masyarakat setempat dengan sebutan 'kawin tangkap', atau penculikan untuk perkawinan.
• Pulang Kerja, Wanita Ini Temukan Surat dari Driver Ojol di Bawah Pintu, Isinya Kini Viral
• 2 Dokter Semarang Kakak Adik Meninggal Karena Corona Menyusul Sang Ayah, Anak Istri Positif Covid-19
• Kisah Kalistru Momode, Anak Timor Leste yang Diambil Tentara Indonesia pada Masa Perang
• Mahfud MD Sebut Menangkap Djoko Tjandra Hal Mudah: Kalau Tidak Bisa Keterlaluan lah
Menanggapi video itu, pemerintah melalui Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, menyatakan prihatin.
Dia kemudian berkunjung ke Sumba pada pekan lalu untuk membahas permasalahan praktik itu, yang ia sebut sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan mengatasnamakan budaya.
Sejumlah pegiat perempuan mendorong pemerintah daerah untuk tegas menanggapi praktik 'kawin tangkap'.
Alasannya, hal itu dianggap sebagai bentuk ketidakadilan yang berlapis bagi perempuan dan juga menimbulkan stigma bagi korban yang berhasil keluar dari penculikan.
Adapun pengamat budaya mengatakan hingga kini perdebatan terus berlanjut terkait asal usul praktik tersebut.
Ketidaktegasan untuk menghentikannya juga dianggap sebagai pemicu kejadian terus berulang.
'Saya tidak punya kekuatan'
Citra, bukan nama sebenarnya, menceritakan praktik 'kawin tangkap' dia alami saat tinggal di Kabupaten Sumba Tengah pada 2017 lalu.
Ia mengaku dirinya ditangkap dan ditahan selama berhari-hari oleh pihak keluarga yang menginginkannya sebagai menantu.
Pada Januari tahun itu, Citra bekerja di sebuah lembaga swadaya masyarakat setempat dan diminta ikut rapat oleh pihak yang ia sebut janggal dari keseharian tugasnya.
Meski demikian, ia memenuhi tanggung jawabnya dan menghadiri pertemuan itu.
Kira-kira satu jam setelah pertemuan itu berjalan, Citra mengatakan bahwa mereka meminta untuk berpindah lokasi.