Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Ngopi Pagi

FOKUS : Biji Mata

ALKISAH, sejak Dewi Wilutama kembali ke kahyangan, hanya Aswatama yang membuat dunia Drona bersinar cerah. Kepada Aswatama, sang putra semata wayang,

Penulis: achiar m permana | Editor: Catur waskito Edy
tribunjateng/bram
Achiar Permana wartawan tribun jateng 

Oleh Achiar M Permana

Wartawan Tribun Jateng

ALKISAH, sejak Dewi Wilutama kembali ke kahyangan, hanya Aswatama yang membuat dunia Drona bersinar cerah. Kepada Aswatama, sang putra semata wayang, cinta Drona tertumpah. Binar mata Aswatama pula yang menjadi penawar lelah.

Ketika rasa suntuk menyergap, hanya senyum Aswatama yang membuat rasa capai Drona musnah. Keceriaan kanak-kanak Aswatama pula yang menjadi penawar ketika rindu pada sang dewi membuncah.

Begitulah, Aswatama--satu-satunya biji mata Drona--menjadi obat mujarab bagi sang resi ketika gundah. Aswatama pula yang menjadi pokok cerita ketika sang resi bermadah.

Berbeda pada sang guru, yang hanya berputra tunggal, Raden Arjuna memiliki banyak putra. Jagat pewayangan (Jawa) mencatat, tak belasan anak Arjuna. Dari istri-istrinya--sebagai Sang Lelananging Jagad, Arjuna memiliki lebih dari satu istri--dia memiliki banyak putra dan putri: Abimanyu (anak Dewi Sembadra), Bambang Irawan (anak Dewi Palupi), Prabakusuma (anak Dewi Supraba), Pergiwa dan Pergiwati (anak Dewi Manohara), hingga Wisanggeni (anak Dewi Dersanala).

Dari semua itu, jagat pewayangan mencatat, Abimanyu menjadi anak kesayangan Arjuna. Boleh jadi, karena dia lahir dari perempuan yang paling disayanginya.

Yang jelas, kecintaan itu--entah Drona pada Aswatama atau Arjuna pada Abimanyu--membuat mereka "terluka", ketika anak-anak itu mengalami persoalan.

Lihatlah, betapa kacau hati Drona ketika Aswatama dikabarkan mati. Padahal ketika itu Drona tengah menjadi Senapati Agung Kurawa, yang mestinya teteg-tatag-tangguh di tengah Perang Baratayuda.

Kabar itu membuat lutut Drona lemas seketika. Kitab ketujuh, Dronaparwa, mencatat, saat Drona tertunduk dengan hati hancur, Drestajumena datang dan memenggal kepalanya.

Kegalauan serupa dirasakan Arjuna, ketika sang putra kesayangan pralaya di tangan Jayadrata. Arjuna nyaris hilang akal, ketika Abimanyu yang digadang-gadang sebagai penerus kejayaannya, juga pemegang takhta di masa depan, mati muda.

Begitulah nyatanya, anak-anak selalu menjelma sumber kebahagiaan bagi orangtuanya. Ketika mereka meriang, sakit pula yang dirasakan orangtua. "Kalau boleh, biarlah aku yang menggantikan derita mereka," begitu, saya kira, hati setiap orangtua berkata.

"Sampean ndak ya ngono, Kang? Halah. Palinga ya ora. Jare mbakyu, anak lanang panas wae ya tetap mboktinggal turu ngeteler. Kalau tidak, ya mblayang, lunga ngopi," tiba-tiba Dawir, sedulur batin saya, nyeletuk dari balik tengkuk.

Kisah kecintaan para tokoh dari jagat pewayangan pada anak-anak mereka, melejing ke benak saya ketika membaca berita tentang peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2020, yang jatuh saban 23 Mei 2020. Pada tahun ini, peringatan HAN berlangsung dalam suasana istimewa, di tengah pandemi Covid-19 yang belum juga reda.

HAN 2020 digelar secara virtual yang dihadiri oleh seluruh anak dari 34 provinsi di Tanah Air. HAN 2020 mengambil tema "Anak Terlindungi, Indonesia Maju" dengan tagline "Anak Indonesia Gembira di Rumah".

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved