Berita Viral
DPR Wanti-wanti Pemerintah soal Utang Luar Negeri, Puan Minta Utang Dipakai Sejahterakan Rakyat
Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyebutkan instrumen utang akan menjadi cara dalam menutupi defisit APBN tahun 2021
TRIBUNJATENG.CO - Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyebutkan instrumen utang akan menjadi cara dalam menutupi defisit APBN tahun 2021. Untuk itu, dirinya mewanti-wanti agar penggunaan utang tersebut untuk kesejahteraan masyarakat.
Puan menilai, untuk menutup defisit anggaran Negara, pemerintah pastinya akan mengandalkan utang luar negeri. "Dengan beban utang yang semakin besar, pemerintah wajib memastikan bahwa utang tersebut digunakan untuk belanja Negara yang benar-benar berdampak bagi meningkatnya derajat kesejahteraan rakyat," pesan Puan dalam pidatonya pada Pembukaan Masa Persidangan I Tahun Sidang 2020-2021 di Gedung DPR/MPR, Jumat (14/8).
Di sisi lain, Puan Maharani mengatakan, situasi pandemi Covid-19 telah berdampak pada ketidakpastian perekonomian global dan nasional. Dalam pemulihan ekonomi nasional, pemerintah sebaiknya memulai dari penguatan sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah ( UMKM) dan padat karya. "Sebab, hampir 60 persen PDB nasional bersumber dari sektor UMKM dan 97 persen tenaga kerja nasional menggantungkan hidupnya dari sektor ini," kata Puan.
"Oleh karena itu, campur tangan pemerintah pada UMKM dengan memberikan program bantuan dan penguatan sangat diperlukan," imbuhnya.
Puan berharap, bantuan yang diberikan pemerintah tersebut nantinya dapat menekan penurunan derajat kesejahteraan rakyat yang meluas, seperti turunnya daya beli rakyat, PHK dan berkurangnya pendapatan rumah tangga.
Selain itu, Puan juga mendorong, pemerintah memberikan bantuan sosial bagi masyarakat terdampak Covid-19. "Peningkatan efektivitas program perlindungan sosial melalui sinergi dan/atau integrasi bantuan sosial, serta mempersiapkan program perlindungan sosial yang adaptif terhadap resesi ekonomi dan bencana," kata dia.
ULN Capai Rp 5.924,7 Triliun
Sementara itu, berdasar data Bank Indonesia, posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir triwulan II-2020 tercatat sebesar US$ 408,6 miliar setara Rp 5.924,7 triliun (kurs Rp 14.500), terdiri dari ULN sektor publik (pemerintah dan bank sentral) sebesar US$ 199,3 miliar dan ULN sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar US$ 209,3 miliar.
ULN Indonesia tersebut tumbuh 5,0% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 0,6% (yoy). "Disebabkan oleh transaksi penarikan neto ULN, baik ULN Pemerintah maupun swasta. Selain itu, penguatan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS juga berkontribusi pada peningkatan nilai ULN berdenominasi Rupiah," ujar Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Onny Widjanarko dalam keterangan resmi, Jumat (14/8).
ULN pemerintah tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Posisi ULN pemerintah pada akhir triwulan II-2020 tercatat sebesar US$ 196,5 miliar atau tumbuh 2,1% (yoy), setelah pada triwulan sebelumnya mengalami kontraksi 3,6% (yoy).
"Peningkatan ULN Pemerintah terjadi seiring penerbitan sukuk global untuk memenuhi target pembiayaan, termasuk satu seri green sukuk yang mendukung pembiayaan perubahan iklim," terangnya.
Selain itu, arus masuk modal asing di pasar surat berharga negara (SBN) yang masih cukup tinggi mengindikasikan persepsi yang positif terhadap pengelolaan kebijakan makroekonomi dalam memitigasi dampak pandemi COVID-19, menjaga stabilitas dan mendorong pemulihan ekonomi.
"ULN Pemerintah tetap dikelola secara hati-hati dan akuntabel untuk mendukung belanja prioritas yang di antaranya mencakup sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (23,5% dari total ULN Pemerintah), sektor konstruksi (16,4%), sektor jasa pendidikan (16,3%), sektor jasa keuangan dan asuransi (12,4%), serta sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (11,7%)," paparnya.
ULN swasta meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. ULN swasta pada akhir triwulan II-2020 tumbuh 8,2% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 4,7% (yoy).
"Perkembangan ini disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan ULN perusahaan bukan lembaga keuangan, sedangkan ULN lembaga keuangan tercatat kontraksi," imbuhnya.