Berita Regional
Pasutri Buta Gunungkidul Kemalingan Handphone Milik Putrinya, Bikin Kesulitan Belajar Online
Ishma Tukha Nur Solechah (13) dengan bangga menunjukkan belasan medali dan piala yang diperolehnya dari perlombaan panjat tebing.
TRIBUNJATENG.COM, GUNUNGKIDUL - Ishma Tukha Nur Solechah (13) dengan bangga menunjukkan belasan medali dan piala yang diperolehnya dari perlombaan panjat tebing.
Kisah pelajar kelas 8 MTsN 4 Wonosari, warga Padukuhan Siyono Wetan, Kalurahan Logandeng, Kapanewon Playen, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, sempat menjadi perbincangan masyarakat.
Pasalnya, anak pertama pasangan tunanetra ini kehilangan gawainya yang digunakan untuk belajar daring beberapa waktu lalu.
• Viral Video Bocah Tenggelam di Teluk Awur Jepara, Berhasil Diselamatkan Warga
• Viral Pria Magelang Hilang di Hutan Bambu Seusai Mandi di Sungai, Hanya Bisa Dilihat Ibunda
• Viral Istri Pertama Dampingi Suami Lamar Wanita Jadi Istri Kedua
• Viral Wajah Terduga Pelaku Pembunuhan Satu Keluarga di Baki Sukoharjo
Saat Kompas.com mengetuk pintu rumah sekaligus tempat praktik pijat pasangan Slamet Supriyono dan Turisah, saat itu keluarga kecil ini tengah istirahat siang.
Turislah sedang membersihkan dapur dengan segala keterbatasannya pun keluar untuk ikut bercerita.
Ishma dengan bangga menunjukkan medali yang disimpannya dalam lemari kayu sederhana milik orangtuanya.
Memang sejak kelas 3 sekolah dasar, Ishma sudah berlatih panjat tebing, mulai dari tingkat paling ringan.
Hingga kini sudah 17 medali perlombaan tingkat lokal maupun nasional sudah diperoleh.
"Untuk juara 2 lomba tingkat nasional kategori lead tahun 2018 lalu," kata Ishma saat ditemui di rumahnya Minggu (23/8/2020).
Dengan keterbatasan ekonomi keluarga, setiap beberapa hari sekali Ishma tetap bersemangat untuk berlatih panjat tebing di SMA 2 Playen dan sekitar Wonosari.
Diakuinya hingga kini dia belum memiliki peralatan yang memadai, salah satunya sepatu standar untuk olahraga panjat dinding.
Sesekali membetulkan jilbabnya, Ishma bercerita tentang kesehariannya hingga cita-citanya.
Ayah dan ibunya seorang tunanetra, setiap hari bekerja sebagai tukang pijat dengan hasil tak menentu.
Tentu sulit bagi mereka untuk memujudkan sepatu yang diidamkan putri pertamanya.
Namun bagi siswi kelas 9 MTsN 4 Wonosari ini tidak menjadi masalah, dan justru membuat semangat untuk meraih prestasi.