Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita

Kisah Suparmin 85 Kali Naik Gunung Muria Kudus Demi Raih Juara Trail Running Connect Challenge 2020

Suparmin (38) pelari ultra marathon asal Jawa Tengah menjuarai Trail Running Connect Challenge 2020 yang digelar sejak 17 Agustus hingga 6 September

Penulis: raka f pujangga | Editor: galih permadi
TRIBUN JATENG/RAKA F PUJANGGA
Juara pertama Trail Running Connect Challenge 2020, Suparmin. 

TRIBUNJATENG.COM, KUDUS - Suparmin (38) pelari ultra marathon asal Jawa Tengah menjuarai Trail Running Connect Challenge 2020 yang digelar sejak 17 Agustus hingga 6 September 2020.

Kompetisi itu diikuti sedikitnya 204 peserta yang tersebar di seluruh Indonesia. Mereka berkompetisi di daerahnya masing-masing.

Suparmin (38), menceritakan, kompetisi ini merupakan yang pertama kalinya diikutinya di tengah pandemi.

Setiap peserta bebas memilih treknya masing-masing untuk mencegah adanya kerumunan di tengah pandemi saat ini.

Penghitungannya jaraknya menggunakan jam tangan yang sudah terkoneksi Global Positioning System (GPS).

"Karena saya bekerja di Kudus, saya memilih lari di Pegunungan Muria. Karena yang dihitung tidak hanya jarak, tetapi juga ketinggiannya," ujar warga Jimbung, Kalikotes, Kabupaten Kla‎ten itu, saat ditemui di Kudus, Senin (14/9/2020).

Jika dihitung sejak pertandingan dimulai tersebut, Suparmin sudah naik dan turun Gunung Muria sebanyak 85 kali untuk memenangkan kompetisi itu.

Bahkan untuk memenangkan kompetisi itu, dia sengaja memotivasi ‎dirinya lebih pada minggu pertama pertandingan.

"Strateginya biar pesaing down, saya push untuk minggu pertama kompetisi untuk meninggalkan lawan," ujar dia.

Dia mengaku, untuk mendapatkan poin besar dalam kompetisi lari di awal pertandingan, rela terus berlari sampai 34 jam‎.

Menurutnya, berlari selama 34 jam tanpa tidur itu merupakan rekornya untuk memenangkan kompetisi.

"Ternyata itu benar membuat mental pelari muda yang mengikuti kompetisi ini ‎langsung down. Dari situ saya terus menjaga agar tetap konsisten," ujar dia.

Dia juga mencoba untuk berlari dalam kondisi siang dan malam hari. Namun, dia lebih cocok berlari saat siang hari.

Pasalnya, dia pernah berlari di tengah badai malam hari sehingga membuat tubuhnya tidak fit.

Sedangkan pada siang hari, meskipun dalam kondisi panas. Masih bisa terobati menggunakan topi dan masker.

"Panas pada siang hari itu lebih baik daripada kena badai pada malam hari. Badannya masuk angin. Jadi saya pilih pagi sampai malam hari," ujar dia.

Karena seluruh pelari terkoneksi internet, maka setiap orang bisa mengecek hasil pencapaian masing-masing peserta.

Pesaing terberatnya berasal dari Nusa Tenggara Barat (NTB) karena bisa konsisten berlari selama dua jam dan istirahat satu jam.

"Pelari NTB itu konsisten saya lihat, bisa berlari dua jam dan istirahat satu jam. Karena dia juga atlet berpengalaman," jelas dia.

Dalam 25 hari itu, hasil rekaman mencatat jika Suparmin memperoleh dua kategori juara jarak tempuh terpanjang dan elevasi terbanyak.

Dia memperoleh skor untuk jarak larinya sepanjang 1.254,73 kilometer, elevasinya 85.465 meter, sehingga total poin yang diperoleh 2.109,38.

Perjuangan itu mengantarkannya menjadi juara pertama dalam kompetisi yang membutuhkan ketahanan tubuh yang kuat‎.

"Saya suka kompetisi yang rutenya di atas 100 kilometer. Kalau di bawah itu biasanya tidak ikut, karena saya lebih suka kompetisi yang membutuhkan endurance," jelasnya.

Setelah mengikuti kompetisi tersebut, Suparmin mengaku kehilangan enam kilogram bobot badannya.

Dari semula 70 kilogram, kini berat badan Suparmin hanya sekitar 64 kilogram setelah mengikuti kompetisi itu.

"Saya sudah konsultasi ke dokter, disuruh mengembalikan bobotnya pertama tiga kilogram dulu," jelasnya.

Ketika ditanya tipsnya untuk bisa memenangkan kompetisi, dia menjawab dengan menjaga pola makannya secara teratur.

Dia memilih untuk makan makanan rebusan daripada makanan yang digoreng menggunakan minyak.

"Makanan rebusan seperti tiwul, makanan tahun 60-an itu saya suka, dan juga puasa senin kamis," ujar dia.

Setiap pagi, Suparmin juga selalu menyempatkan diri untuk berlari selama satu jam pada pagi hari.

Kemudian dia menambah latihan berlari pada sore harinya selama 30 menit sepulang dari kantor.

"Saya setiap hari pasti latihan lari untuk menjaga tubuh," ujar dia.

Suparmin mengakui, jika dia mengenal trail running itu karena berawal dari hobinya mendaki gunung.

Jalannya yang cepat saat mendaki gunung itulah, yang membuat beberapa temannya menyarankan untuk ikut perlombaan trail running.

Ternyata sejak debut pertamanya pada 2016 lalu, dia sudah langsung memperoleh juara ketiga.

"Dulu awalnya mau ikut kompetisi ini sudah banyak yang meremehkan, tapi saya juga tidak menyangka pertama kali langsung juara tiga," ujar pria kelahiran Grobogan, 2 Februari 1982.

‎Dari 2016 hingga 2020, sudah beragam kompetisi lari pernah diikutinya. Namun diakuinya kemampuannya berlari didominasi rute yang naik turun.

Teknik dan pengusaan medan berbeda membuatnya sering tidak mampu memperoleh juara di medan lurus.

"Saya pernah bersaing dengan pelari dari Malaysia yang selalu menang jika trek lurus. Tapi kalau treknya menanjak, dia tidak pernah menang di depan saya," ujar dia.

‎Suparmin akan terus berlari meski usianya akan menginjak kepala empat. Bahkan di tengah tidak adanya perhatian pemerintah daerah di Klaten atas prestasinya itu.

"Saya belum pernah dapat perhatian‎ dari pemerintah kabupaten Klaten, kadang merasa ingin seperti pelari lain yang dapat perhatian. Tapi saya tetap semangat," ujar dia.

Adapun untuk juara kedua diperoleh Imam Afandi dari NTB, dan juara ketiga Edi Hosana dari Samarinda. (raf)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved