Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Tegal

Ketua SPP Desa Kebandingan Tegal Bantah Korupsi Dana PNPM Mandiri

Sugianti, ketua kelompok simpan pinjam perempuan (SPP) Desa Kebandingan, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Tegal, membantah telah melakukan korupsi.

Penulis: m zaenal arifin | Editor: Daniel Ari Purnomo
Istimewa
Saksi disumpah sebelum dimintai keterangan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (28/9/2020). 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Sugianti, ketua kelompok simpan pinjam perempuan (SPP) Desa Kebandingan, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Tegal, membantah telah melakukan korupsi dana PNPM Mandiri.

Terdakwa kasus dugaan penyelewengan dana program SPP dari PNPM Mandiri Pedesaan di Desa Kebandingan itu mengaku tidak pernah menikmati uang sepeser pun dari dana pinjaman yang dikelolanya, sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).

Hal itu disampaikannya dalam sidang pemeriksaan terdakwa kasus dugaan korupsi dana program SPP dari PNPM Mandiri Pedesaan di Desa Kebandingan, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Tegal, di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (28/9/2020).

"Saya tidak menikmati uang dari PNPM Mandiri sepeser pun. Semua angsuran pinjaman anggota kelompok memang saya yang mengkoordinir. Tapi setelah itu saya setorkan ke unit pengelola kegiatan (UPK) PNPM," katanya, dalam sidang.

Dalam kasus tersebut, Sugianti didakwa melakukan korupsi dana PNPM Mandiri dengan membentuk kelompok fiktif. Total kerugian yang didakwakan mencapai Rp 680 juta.

Dikatakannya, program bantuan pemberdayaan masyarakat tersebut sudah bergulir sejak 2009 lalu. Secara teknis, masyarakat melalui kelompok bisa mengajukan pinjaman ke PNPM Mandiri.

Awalnya, pinjaman diberikan pada satu kelompok. Kemudian pada 2010 menjadi dua kelompok, hingga pada 2017 mencapai 14 kelompok.

"Saya yang bentuk, ketuanya juga saya semua," jawab terdakwa saat dicecar majelis hakim.

Namun berdasarkan fakta persidangan, kelompok dibentuk secara fiktif, ada anggota yang namanya hanya dicatut. Struktur kelompok seperti sekretaris dan bendahara juga tidak difungsikan. Semua dihendel terdakwa selaku ketua.

Akhirnya, kelompok simpan pinjam itu tidak berjalan normal. Ada orang yang berstatus sebagai anggota tetapi tak mendapat pinjaman dana. Padahal pada 2017 nominal dana pinjamannya lumayan. Untuk sekelas ibu rumah tangga, bisa mencapai Rp 6 juta per orang.

"Memang anggota ada yang tidak pinjam. Tapi karena dana PNPM sudah turun, saya berinisiatif untuk meminjamkan ke orang lain atas nama pribadi (padahal syaratnya harus kelompok). Tapi semua angsuran, saya setorkan ke UPK," bantah terdakwa.

Pada 2019, terdakwa sempat membuat pernyataan yang difasilitasi oleh BPKP. Pernyataan tersebut berisi pengakuan kesalahan yang telah dilakukan terdakwa selama menjabat sebagai ketua kelompok SPP.

Dalam sidang tersebut, penasehat hukum terdakwa juga menghadirkan dua saksi yang meringankan. Mereka adalah tetangga terdakwa, Ruqoyah dan kakak ipar terdakwa, Rukatun.

Saksi Ruqoyah mengaku kaget saat mengetahui terdakwa terlibat kasus korupsi. Sebab, selama terdakwa menjadi ketua kelompok SPP, tidak ada perubahan yang mencolok atas harta benda yang dimiliki dan kesehariannya.

"Saya melihat Bu Sugianti (terdakwa--red) tidak ada perubahan hidup yang berarti. Rumah saja warisan orang tua, isinya juga tidak ada apa-apanya. Suaminya sopir di Jakarta, jarang pulang. Anaknya sekarang terlantar," kata Ruqoyah.

Hal senada juga diungkapkan Rukatun. Dia merasa heran saat terdakwa disebut korupsi dengan nominal yang cukup besar.

"Kami keluarga sempat nggak percaya. Orang kesehariannya saja biasa-biasa aja," ucapnya. (Nal)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved