Berita Semarang
Pakar Lingkungan Undip Ingatkan Pentingnya Iptek dalam Menjaga Ketersediaan Air Tawar
Pakar Lingkungan Universitas Diponegoro (Undip), Prof Dr Ir Syafrudin, mengingatkan pentingnya memakai pendekatan ilmu pengetahuan dan teknologi (ipte
Penulis: Muhammad Sholekan | Editor: muh radlis
Menurunnya daya dukung lingkungan bisa dilihat dari pencemaran air mulai dari hulu sampai hilir, padahal seharusnya kondisinya jernih dan layak untuk dikonsumsi.
"Jumlah penduduk yang semakin meningkat, terjadi ekspolitasi lahan secara masif tanpa memperhatikan daya tampung sehingga semua dijadikan pemukiman.
Semua dipakai kegiatan publik, mengakibatkan Daerah Aliran Sungai atau DAS menjadi kritis," paparnya.
Akibatnya air tidak lagi masuk dalam struktur tanah, saat kemarau terjadi kekeringan sedangkan saat penghujan terjadi banjir.
Akibat lainnya terjadi pencemaran lingkungan serta penumpukan sampah.
"Lahirnya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air (SDA) menegaskan, agar pemanfaatan sumber daya air dilakukan secara berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat," tegasnya.
Menurutnya, dengan melaksanakan konservasi sumberdaya air, pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air dalam rangka mendukung program pemerintah terkait ketahanan air dan ketahanan pangan.
"Sebelumnya, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air disebutkan ada empat upaya pengelolaan sumber daya air yaitu Konservasi, Pendayagunaan Sumber Daya Air, Pengendalian Daya Rusak, dan Sistem Informasi SDA," jelasnya.
Dia menyampaikan, peran sungai dan danau yang tidak hanya menjadi sumber air tawar bagi masyarakat, menuntut penanganan yang bijak.
Seperti diketahui pemanfaatan sungai juga menjadi sarana transportasi, sumber air untuk irigasi dan air baku, pembangkit tenaga listrik, budi daya perikanan, sumber makanan dan minuman unsur biotik.
Selain itu juga menjadi tempat rekreasi dan olahraga, serta tempat hidup sehari-hari dan kelangsungan ekosistem menuntut penanganan yang terpadu.
"Kasus Rawapening menjadi contoh terjadinya penurunan daya dukung karena komponen lain," ungkapnya.
Danau alami yang semula memiliki 9 titik anak sungai, kini daya tampung airnya makin menurun karena masuknya residu, eutrofikasi (masalah lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah fosfat dalam ekosistem air tawar) yang berlebihan serta tumbuhnya gulma yang berlebihan.
"Akibatnya luas penampang basah Rawapening berkurang, hingga tumbuh lahan baru di sekelilingnya, padahal perannya adalah sebagai sumber air tawar.
Kalau dibiarkan, lama-lama fungsi Rawapening sebagai penampung air tawar akan habis," ungkapnya.