Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

BREAKING NEWS: Aksi Tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja, Mahasiswa Semarang Jebol Gerbang DPRD Jateng

Massa dari sejumlah elemen mahasiswa berbagai perguruan tinggi di Semarang menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Jateng, Rabu (7/10/2020).

Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: m nur huda
Tribun Jateng/Hermawan Handaka
Massa dari sejumlah elemen mahasiswa berbagai perguruan tinggi di Semarang menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Jateng, Rabu (7/10/2020). 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Massa dari sejumlah elemen mahasiswa berbagai perguruan tinggi di Semarang menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Jateng, Rabu (7/10/2020).

Selain meneriakkan orasi, mereka membawa spanduk dan poster berisikan sejumlah tuntutan.

Mereka menuntut agar UU Omnibus Law Cipta Kerja dicabut.

Massa juga mendesak untuk bertemu anggota DPRD Jateng agar suara mereka dapat didengar dan disampaikan kepada pimpinan partai di pusat.

Viral Benny K Harman WO saat Rapat UU Cipta Kerja, Dipuji SBY saat Pilkada NTT

Pulang, Lampu Mati Suami Dihalangi Istri Masuk Kamar Ternyata Ada Perangkat Desa Tak Pakai Baju

Profil Eddie Van Halen Gitaris Rock Legendaris yang Meninggal, Ahli Teknik Gitar Tapping 2 Tangan

Kata Anggota DPR Fadli Zon Soal UU Cipta Kerja: Kaum Buruh Dalam Posisi Kian Terpojok

Mahasiswa berbagai perguruan tinggi di Semarang menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Jateng, Rabu (7/10/2020).
Mahasiswa berbagai perguruan tinggi di Semarang menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Jateng, Rabu (7/10/2020). (Tribun Jateng/Hermawan Handaka)

Berdasarkan pantauan Tribunjateng.com, demonstran yang banyak dilakukan remaja ini tidak berlangsung tertib.

Pasalnya, mereka melakukan aksi mendorong pintu gerbang di depan Gedung DPRD Jateng.

Meski sudah diingatkan aparat kepolisian, mereka tetap ingin pintu gerbang dibuka dan merangsek masuk ke gedung dewan.

Massa dari sejumlah elemen mahasiswa berbagai perguruan tinggi di Semarang menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Jateng, Rabu (7/10/2020).
Massa dari sejumlah elemen mahasiswa berbagai perguruan tinggi di Semarang menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Jateng, Rabu (7/10/2020). (Tribun Jateng/Hermawan Handaka)

Tak kunjung dibuka, situasi makin memanas dan massa tambah beringas.

Mereka pun mendobrak pintu gerbang yang terbuat dari besi itu hingga roboh meskipun sudah ditahan aparat kepolisian.

Mahasiswa di Semarang menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Jateng, Rabu (7/10/2020). Mereka menolak adanya Omnibus Law UU Cipta Kerja yang telah disahkan DPR RI.
Mahasiswa di Semarang menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Jateng, Rabu (7/10/2020). Mereka menolak adanya Omnibus Law UU Cipta Kerja yang telah disahkan DPR RI. (Tribun Jateng/Hermawan Handaka)

"Teman- teman tenang dulu. Jangan anarkis," kata seorang orator, Abi.

Ia lantas meminta agar perwakilan rakyat menemui mereka untuk berdiskusi terbuka dan meminta UU Omnibus Law Cipta Kerja dicabut.

Hingga berita ini ditulis, aksi massa masih berlangsung.

Diketahui, pada Senin (5/10/2020), DPR RI mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja.

Sidang tersebut dipimpin Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin.

Pengesahan RUU Cipta Kerja ini bersamaan dengan penutupan masa sidang pertama yang dipercepat dari yang direncanakan pada 8 Oktober 2020 menjadi 5 Oktober 2020.

Di sisi lain, pengesahan tersebut mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat.

Hal itu disebabkan Omnibus Law UU Cipta Kerja, dinilai akan membawa dampak buruk bagi tenaga kerja atau buruh.

Apa itu Omnibus Law?

Istilah omnibus law pertama kali muncul dalam pidato pertama Joko Widodo setelah dilantik sebagai Presiden RI untuk kedua kalinya, Minggu (20/10/2019).

Dalam pidatonya, Jokowi menyinggung sebuah konsep hukum perundang-undangan yang disebut omnibus law.

Saat itu, Jokowi mengungkapkan rencananya mengajak DPR untuk membahas dua undang-undang yang akan menjadi omnibus law.

Pertama, UU Cipta Lapangan Kerja, dan UU Pemberdayaan UMKM.

Jokowi menyebutkan, masing-masing UU tersebut akan menjadi omnibus law, yaitu satu UU yang sekaligus merevisi beberapa atau bahkan puluhan UU.

Isi Omnibus Law Cipta Kerja

Konsep omnibus law yang dikemukakan oleh Presiden Jokowi banyak berkaitan dengan bidang kerja pemerintah di sektor ekonomi.

Pada Januari 2020, ada dua omnibus law yang diajukan pemerintah, yaitu Cipta Kerja dan Perpajakan.

Secara keseluruhan, ada 11 klaster yang menjadi pembahasan dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja, yaitu:

Penyederhanaan perizinan tanah
Persyaratan investasi
Ketenagakerjaan
Kemudahan dan perlindungan UMKM
Kemudahan berusaha
Dukungan riset dan inovasi
Administrasi pemerintahan
Pengenaan sanksi
Pengendalian lahan
Kemudahan proyek pemerintah
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

UU Cipta Kerja, yang baru saja disahkan terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.

Di dalamnya mengatur berbagai hal, mulai dari ketenagakerjaan hingga lingkungan hidup.

Dalam Omnibus Law yang terdiri dari 900 halaman tersebut, terdapat beberapa pasal yang dianggap merugikan pekerja:

Berikut poin-pon beserta pasal-pasalnya:

1. Penghapusan upah minimum

Salah satu poin yang ditolak serikat buruh adalah penghapusan upah minimum kota/kabupaten (UMK) dan diganti dengan upah minimum provinsi (UMP).

Penghapusan itu dinilai membuat upah pekerja lebih rendah.

Padahal, dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 disebutkan tak boleh ada pekerja yang mendapat upah di bawah upah minimum.

Baik UMP dan UMK, ditetapkan oleh gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari dewan pengupahan provinsi dan bupati/wali kota.

Penetapan UMK dan UMP didasarkan atas perhitungan Kebutuhan Layak Hidup atau KLH.

2. Jam lembur lebih lama

Dalam draf omnibus law Bab IV tentang Ketenagakerjaan Pasal 78 disebutkan waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak empat jam dalam sehari dan 18 jam seminggu.

Ketentuan jam lembur itu lebih lama dibandingkan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003, yang menyebut kerja lembur dalam satu hari maksimal 3 jam dan 14 jam dalam satu minggu.

3. Kontrak seumur hidup dan rentan PHK

Dalam RUU Cipta Kerja salah satu poin Pasal 61 mengatur perjanjian kerja berakhir pada saat pekerjaan selesai.

Sementara, Pasal 61A menambahkan ketentuan kewajiban bagi pengusaha untuk memberikan kompensasi kepada pekerja yang hubungan kerjanya berakhir.

Dengan aturan ini, RUU Cipta Kerja dinilai merugikan pekerja karena ketimpangan relasi kuasa dalam pembuatan kesepakatan.

Sebab jangka waktu kontrak akan berada di tangan pengusaha yang berpotensi membuat status kontrak pekerja menjadi abadi.

Bahkan pengusaha dinilai bisa mem-PHK pekerja sewaktu-waktu.

4. Pemotongan waktu istirahat

Pada Pasal 79 ayat 2 poin b dikatakan waktu istirahat mingguan adalah satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu.

Selain itu, dalam ayat 5, RUU ini juga menghapus cuti panjang dua bulan per enam tahun.

Cuti panjang disebut akan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Hal tersebut jauh berbeda dari UU Ketenagakerjaan sebelumnya yang menjelaskan secara detail soal cuti atau istirahat panjang bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun di perusahaan yang sama.

5. Mempermudah perekrutan TKA

Pasal 42 tentang kemudahan izin bagi tenaga kerja asing (TKA) merupakan salah satu pasal yang paling ditentang serikat pekerja.

Pasal tersebut akan mengamandemen Pasal 42 UU Ketenagakerjaan Tahun 2003 yang mewajibkan TKA mendapat izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Jika mengacu pada Perpres Nomor 20 Tahun 2018, diatur TKA harus mengantongi beberapa perizinan seperti Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Visa Tinggal Terbatas (VITAS), dan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA).

Pengesahan RUU Omnibus Law akan mempermudah perizinan TKA, karena perusahaan yang menjadi sponsor TKA hanya perlu membutuhkan RPTKA saja. (mam)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved