Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Karanganyar

BPBD Karanganyar Akan Bentuk 3 Destana di Lokasi Rawan Longsor Tahun Ini

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Karanganyar berencana akan membentuk Desa Tanggap Bencana (Destana) di tiga desa yang berpotensi adanya tan

Penulis: Agus Iswadi | Editor: muh radlis
IST
Tanah longsor yang terjadi di Nglegok Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar pada 2019 lalu. 

TRIBUNJATENG.COM, KARANGANYAR - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Karanganyar berencana akan membentuk Desa Tanggap Bencana (Destana) di tiga desa yang berpotensi adanya tanah longsor pada tahun ini.

Tiga desa itu meliputi Desa Nglegok Kecamatan Ngargoyoso, Desa Menjing Kecamatan Jenawi dan Desa Karangsari Kecamatan Jatiyoso. BPBD memilik tiga desa itu lantaran adanya potensi bencana tanah longsor di wilayah tersebut.

Kasi Pencegahan dan Kesiapsiagaan Bencana BPBD Karanganyar, Hartoko menyampaikan, sampai saat ini sudah ada beberapa desa yang dibentuk menjadi Desatana.

Di antaranya, di Desa Balong Kecamatan Jenawi, Desa Berjo Kecamatan Ngargoyoso, Kelurahan Tawangmangu, Desa Plosorejo dan Gempolan Kecamatan Kerjo, Desa Karangpandan dan Gerdu Kecamatan Karangpandan.

Di sisi lain ada dua desa di Kecamatan Ngargoyoso yakni Desa Kemuning dan Ngargoyoso yang telah mendapatkan penampingan dari mahasiswa UNS terkait penaggulangan bencana.

"Tahun ini rencana ada tiga desa di Nglegok Ngargoyoso, Menjing Jenawi dan Karangsari Jatiyoso.

Pertimbangannya, potensi longsor lumayan tinggi.

Di Ngelgok pernah terjadi longsor tahun kemarin.

Di Menjing ada pergerakan tanah dan sudah diteliti dari PVMBG," katanya saat dihubungi Tribunjateng.com, Minggu (11/10/2020).

Lebih lanjut, terkait pelaksanaannya kemungkinan akan dimulai pada pertengahan November 2020.

Dalam Destana itu, semua elemen masyarakat dilibatkan dalam upaya penanggulangan bencana secara mandiri.

Baik itu, guru, karangtaruna, PKK maupun anggota TNI.

"Di Desatana itu ada pembentukan forum pengurangan resiko bencana, di situ semua unsur kita libatkan.

Kita memberikan semacam keahlian kepada masyarakat, agar masyarakat bisa memetakan resiko bencana di wilayah masing-masing.

Bagaimana mitigasinya, membuat rencana penanggulan bencananya, jalur evakuasinya.

Semua tentang penaggulangan bencana dibahas disitu.

Masyarakat juga dilatih untuk evakuasi dan ada simulaisnya," terangnya.

Hartoko mengungkapkan, sehingga dengan diberikan pelatihan dan pemahaman terkait penanggulangan bencana, masyarakat di desa itu dapat secara mandiri mengantisipasi dan menanggulangi apabila terjadi bencana.

Sementara itu guna memberikan peringatan dini adanya pergerakan tanah yang berpotensi menyebabkan tanah longsor di wilayah lereng Gunung Lawu, telah terpasang sebanyak 17 EWS deteksi tanah longsor.

Berdasarkan data yang dihimpun Tribunjateng.com dari BPBD Karanganyar, saat ini ada 20 Early Warning System (EWS) sebagai alat pendeteksi dini adanya potensi bencana.

Dari jumlah itu ada 17 EWS untuk mendeteksi tanah longsor dan tiga EWS untuk mendeteksi banjir.

Dari 17 EWS tanah longsor ada sejumlah 10 EWS yang mengalami kerusakan.

Jenis kerusakannya pada EWS itu beragam, di antaranya ada yang tidak mendapat pasokan listrik, komponen dalam rusak dan berkarat dan ada beberapa komponen yang hilang.

Dari jumlah EWS yang mengalami kerusakan itu BPBD telah memasang dua EWS tanah longsor dari APBD 2020 dan tiga EWS baru bantuan dari Pusat Studi Bencana UNS pada tahun ini.

Serta satu perbaikan EWS lama. EWS itu dipasang untuk mengantikan EWS lama yang rusak di Tawangmangu dan EWS yang perlu perbaikan di Matesih. (Ais)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved