Berita Brebes
Kisah Santri Cirebon Dirikan Perusahaan Dedy Jaya Group, Pernah Jadi Kondektur & Jualan Bambu
Masyarakat di wilayah Brebes dan Tegal Raya tentu tidak asing dengan armada Perusahaan Otobus (PO) bernama Dedy Jaya. Hampir setiap jam armada bus Ded
Penulis: Fajar Bahruddin Achmad | Editor: m nur huda
TRIBUNJATENG.COM, BREBES - Masyarakat di wilayah Brebes dan Tegal Raya tentu tidak asing dengan armada Perusahaan Otobus (PO) bernama Dedy Jaya. Hampir setiap jam armada bus Dedy Jaya melintas di sepanjang Jalan Pantura dengan tujuan akhir Ibu Kota Jakarta.
Perusahaan otobus tersebut menjadi satu unit bisnis di Perusahaan Dedy Jaya Group milik Dr (HC) H Muhadi Setiabudi (61).
Dia adalah seorang pengusaha sukses asal Brebes, Jawa Tegah, yang merintis usahanya dari nol.
Baca juga: Info Gempa Terkini: Gempa M 7,5 Guncang Alaska Picu Tsunami Setinggi 0,6 Meter
Baca juga: 6.000 Polisi Disiagakan Sekitar Istana Jelang Aksi Demo Tolak UU Cipta Kerja Hari Ini
Baca juga: Penjelasan Kejagung Soal Viral Foto Makan Siang Kajari Jaksel dengan 2 Jenderal Tersangka
Muhadi juga membangun beberapa rumah sakit yang tersebar di wilayah Brebes, Tegal, dan Pemalang. Selain itu, ia mendirikan sebuah perguruan tinggi bernama Universitas Muhadi Setiabudi (UMUS) di Brebes.
Namun siapa sangka, sosok pengusaha sukses tersebut adalah santri alumni Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin, Cirebon, Jawa Barat.
CEO Dedy Jaya Group, Muhadi Setiabudi mengatakan, ia lulus dari Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin pada 1975.
Selama di pondok pendidikannya adalah mengaji kitab kuning di Madrasah Al Hikamus Salafiyah (MHS).
Menurut Muhadi, banyak kenangan saat mondok atau nyantri yang masih lekat diingatannya. Ia ingat betul pesan para ustad dan kiai agar santri tidak malas.
Kemudian kenangan kebersamaan di pondok dengan teman-teman. Mulai dari makan bersama dalam satu wadah hingga mandi di kali.
“Makan satu tapsi (red, nampan) bersama. Mandi di kali bersama teman-teman. Banyak kenangan yang tidak bisa dilupakan. Sangat mengenang, di situ kebersamaan santri,” kata Muhadi saat ditemui tribunjateng.com di RS Dedy Jaya Brebes, Senin (19/10/2020).
Pernah Jadi Kondektur Bus
Muhadi bercerita, setelah selesai belajar di pondok pada 1975, ia ikut bekerja di tambak bersama orangtuanya.
Dua tahun berikutnya pada 1977, ia bekerja sebagai kondektur di Bus Gelora Masa trayek Cirebon- Ciledug. Kemudian setahun berikutnya pindah menjadi kondektur di PO Sumber Bawang.
Muhadi mengatakan, pada 1979 ia menikah dengan Atik Sri Subekti.
Pada 1980 lahirlah anak pertama bernama Dedy Yon Supriyono yang kini menjabat sebagai Wali Kota Tegal.
Setelah menikah, Muhadi berhenti menjadi kondektur dan sempat usaha berjualan cabai.
Namun tidak membuahkan hasil. Ia pun kembali bekerja di tambak bersama orangtuanya.
“Setelah dari tambak saya berpikir, masa sih saya harus bekerja di tambak terus. Ingin merubah nasib waktu itu. Akhirnya saya memutuskan untuk mulai berjualan bambu,” kenangnya.
Muhadi mengatakan, perjalanan kariernya dimulai dari berjualan bambu yang didatangkan dari Ciamis, Jawa Barat.
Ia mengatakan, pada 1981 ia mendapat pinjaman uang dari BRI sejumlah Rp 50 ribu, nilainya saat ini setara dengan Rp 2 juta.
Karena dirasa kurang, ia meminta pinjaman tambahan sebesar Rp 25 ribu yang senilai dengan Rp 1 juta.
Dari usaha bambu tersebut, kemudian berkembang ke usaha-usaha lainnya seperti bus, hotel, hingga swalayan.
Muhadi mengatakan, usaha bambunya yang kini telah berusia 39 tahun masih ada. Ia menilai, usaha bambu adalah cikal-bakal dari perusahaan Dedy Jaya Group.
Oleh karena itu tidak akan dilupakan.
“Di situlah perjalanan karier saya. Dari pondok pesantren, Alhamdulillah bisa sampai punya usaha seperti ini,” ungkap Muhadi yang juga aktif mengisi ceramah di masjid dan kampung-kampung.
Memiliki 5.400 Karyawan
Muhadi bersyukur, jerih payah di masa mudanya membuahkan hasil untuk perekonomian keluarga dan masyarakat dalam hal lapangan pekerjaan.
Ia mengatakan, saat ini total karyawannya berjumlah 5.400 orang. Mereka tersebar di berbagai unit bisnis yang dimiliki oleh Dedy Jaya Group.
Oleh karena itu, menurut Muhadi, setelah santri pulang dari pondok maka harus mau bekerja keras.
Ia mengatakan, Islam tidak mengajarkan umatnya untuk menjadi pemalas, karena Allah SWT tidak suka.
Hal itu seperti sabda Nabi Muhammad SAW yang berbunyi Allahuma barik ummati ummati fi bukuriha, maknanya bangunlah di pagi hari.
“Kata Rosulullah, bangunlah dari tidur dan lakukanlah yang terbaik. Bangun dari tidur, mari kita wudhu, sholat, dzikrullah. Persiapkan untuk apa yang akan kita kerjakan pagi hari,” ungkapnya.
Muhadi juga berpesan, jangan berpikir santri pulang dari pondok pesantren mau jadi apa dan kerja apa.
Karena banyak jebolan santri yang menjadi pengusaha, jenderal, pejabat, maupun profesor.
Muhadi mengatakan, selain usaha santri juga harus selalu berdoa saat sedang bermunajat kepada Allah SWT.
Lafalkanlah doa Robbana atina fiddunya hasanah wafil akhiroti hasanah wa qina adzabannar, artinya Ya Allah berilah kami kebahagiaan di dunia dan di akhirat dan jauhkanlah dari siksa api neraka.
“Ingat, tujuan santri dari rumah aku datang menuntut ilmu aku pulang membawa ilmu. Supaya ilmu itu bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, dan orang lain,” pesannya. (fba)