Berita Sragen
3 Bulan Teki Warga Sragen Keliling Toko Bangunan, Mencari Batu Bersuara untuk Gamelan
Alat musik Gamelan ini terbuat dari batu hitam dan batu alam yang telah dikumpulkan Teki selama hampir tiga bulan
Penulis: Mahfira Putri Maulani | Editor: muslimah
TRIBUNJATENG.COM, SRAGEN – Terinsipirasi oleh Goa Tabuhan yang berada di Pacitan, Teki Teguh Setiawan warga Desa Hadiluwih, Kabupaten Sragen ciptakan alat musik gamelan batu.
Alat musik Gamelan ini terbuat dari batu hitam dan batu alam yang telah dikumpulkan Teki selama hampir tiga bulan.
Teki sendiri berkeliling ke toko-toko bangunan yang berada di Sragen bahkan hingga luar kota untuk mencari batu yang bernada.
"Batunya ini saya mencari bahan sendiri hampir tiga bulan di toko bangunan sampai luar kota. Istilahnya ini batu-batu pilihan yang saya sortir sendiri. Alat ini kami menggunakan batu alam dan batu hitam," kata Teki, Selasa (3/11/2020).
Teki mengaku tidak mudah mencari batu-batu yang kini menjadi alat musik yang telah bisa timnya mainkan.
Dirinya harus begitu jeli dan mencocokkan satu-satu batu yang berada di toko bangunan.
Ide menciptakan gamelan batu ini, dikatakan Teki saat berkunjung di Goa Tabuhan yang berada di Wareng Kidul 2, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur.
Dirinya terinspirasi dari batu-batu di Goa tersebut yang bisa berbunyi dan bernada.
"Dulu pertama kali terinspirasi waktu di Pacitan, disana terdapat Goa Tabuhan dimana terdapat bunyi-bunyi musik yang menarik saya.
Berhubung saya memang basic dari karawitan saya akhirnya mencoba menggabungkan batu alam ini menjadi musik," terang Teki.
Dari insipirasi itu dirinya membuat konsep yakni mengimplementasikan alat gamelan seperti gemung peron Peking dan gong ke batu. Konsepnya itu ada sejak 2017 hingga di 2018 pertengahan baru terealisasikan.
Teki yang merupakan lulusan S2 ISI tersebut mengaku dirinya terlebih dahulu telah melakukan penelitian hingga menentukan batu yang bernada.
Alat musik gamelan batu ini terdiri dari Demung watu (Mungwa), Saron Watu (Ronwa), Peking watu (Kingwa) dan Gong watu (Gongwa).
Gamelan tersebut kini berada di Sanggar Adi Raos yang beralamat di Dukuh Bojong, RT 10, Desa Hadiluwih, Kecamatan Sumberlawang, Kabupaten Sragen.
Gamelan batu ini memang belum banyak tampil. Teki mengaku baru dimainkan di event-event tertentu.
Sejauh ini baru tiga kali dimainkan pertama ketika digunakan Teki keperluan Thesis S2, Sragenesia art, kemudian di SIPA September 2020.
Bakat seni Teki nampaknya telah turun dari kedua orangtua Teki. Sang ayah, Sugino merupakan pegiat seni yang juga bergelut di karawitan sementara sang ibu merupakan sinden atau penyanyi.
Gamelan batu ini dimainkan oleh delapan penabuh dan satu penyanyi. Penabuh dan penyanyi sendiri berasal dari keluarga dekat Teki, sang ibu merupakan sinden atau penyanyi dan sang ayah menjadi penabuhnya.
"Kebetulan memang bakat ini turunan dari orangtua saya. Akhirnya alat musik ini juga dimainkan oleh bisa dibilang keluarga besar anak dari paman saya. Jadi penabuh gamelan batu sudah ada pemilihan tim sendiri," lanjut Teki.
Teki mengaku timnya tidak hanya memainkan lagu tradisional atau klasik namun juga menggarap lagu sragenan hingga seni kontemporer.
Ketika Tribunjateng.com berkunjung di Sanggar Adi Raos, mereka dapat memainkan lagu tradisional yakni "Sue Ora Jamu ciptaan R C Hardjosubroto, Caping Gunung ciptaan Waldjinah dan Prahu Layar ciptaan Didi Kempot.
Meski telah memiliki empat alat musik dari watu, Teki mengaku ingin terus menambah alat instrumen dan persobil agar lebih ramai dan meriah.
"Setiap seni pasti ada perkembangan setelahnya, jadi saya juga berencana untuk menambah alat instrumen dan personil agar lebih ramai dan meriah," harap Teki. (uti)