Sirekap Batal Digunakan Saat Pilkada Serentak

"Penggunaan Sirekap hanya merupakan uji coba dan alat bantu penghitungan dan rekapitulasi serta untuk publikasi, dengan catatan," papar Doli

Editor: rustam aji
TRIBUN JATENG/INDRA DWI PURNOMO
Ilustrasi - Warga saat melakukan pencoblosan suara 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Komisi II DPR hingga Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyepakati Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) tidak diterapkan untuk penghitungan dan rekapitulasi suara di Pilkada serentak 2020. Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia mengatakan Komisi II DPR bersama Kemendagri, KPU RI dan Bawaslu RI menyetujui hasil resmi penghitungan dan rekapitulasi suara Pilkada Serentak 2020, didasari oleh berita acara dan sertifikat hasil penghitungan, serta rekapitulasi manual.

"Penggunaan Sirekap hanya merupakan uji coba dan alat bantu penghitungan dan rekapitulasi serta untuk publikasi, dengan catatan," papar Doli saat membacakan kesimpulan rapat di komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (12/11).

Adapun catatan tersebut yaitu memastikan kecakapan penyelenggara Pemilu di setiap tingkatan untuk dapat memahami penggunaan Sirekap, sehingga kesalahan dalam penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara dapat diminimalisir

"Kemudian, menyusun peta jaringan internet di tiap TPS pada provinsi, kabupaten/kota yang melaksanakan Pilkada Serentak 2020 dengan berkoordinasi dengan Kominfo," paparnya.

Lalu, kata Doli, mengoptimalkan kesiapan infrastruktur informasi dan teknologi serta jaringan internet di setiap daerah pemilihan.  Sehingga penghitungan suara dan rekapitulasi hasil perhitungan suara pada pemilu yang akan datang dapat dilakukan secara digital, melalui aplikasi Sirekap untuk mengurangi pergerakan dan kerumunan massa.

"Selanjutnya, memastikan keaslian dan keamanan terhadap dokuman digital hasil Sirekap agar meminimalisir penyalahgunaan oleh pihak-pihak tertentu," paparnya.

Ketua KPU Arief Budiman menjelaskan, perubahan PKPU tentang Rekapitulasi Hasil Pemungutan Suara ada beberapa pasal yang diubah, terutama tentang tata cara dan penggunaan teknologi informasi untuk rekapitulasi. "Penggunaan Teknologi Informasi dalam rekapitulasi itu penting untuk beberapa hal seperti membantu semua untuk mendapatkan informasi tentang hasil penghitungan suara dan rekapitulasi dengan cepat," katanya.

Dia menjelaskan, penggunaan teknologi informasi dalam rekapitulasi yang menggunakan sistem Sirekap, akan membuat proses pemilihan dalam rekap berjalan efektif, efisien, dan penggunaan kertas dapat dikurangi. "Waktu yang panjang juga bisa berkurang, tapi ini tanpa menghilangkan ketentuan yang sudah diatur undang-undang. Jadi proses Sirekap ditiap jenjang akan tetap dilakukan," paparnya.

Badan Pengawas Pemilu ( Bawaslu) menilai penggunaan sistem informasi rekapitulasi elektronik ( Sirekap) pada Pilkada Serentak 2020 perlu dipertimbangkan. Ketua Bawaslu Abhan mengatakan, berdasarkan pemantauan simulasi Sirekap, masih ditemukan kendala listrik dan jaringan internet di beberapa daerah yang menyelenggarakan pilkada.

"Kendala jaringan masih terjadi di beberapa tempat," kata Abhan.

Menurutnya, kendala listrik dan jaringan internet dapat menghambat efektivitas penggunaan Sirekap. Padahal, tujuan Sirekap untuk mempermudah proses rekapitulasi. Namun, jika petugas harus berpindah-pindah untuk mencari titik sinyal internet kuat untuk mengunggah data, Abhan berpendapat hal tersebut berpotensi memunculkan manipulasi.

"Proses unggah dokumen ketika jaringan buruk di TPS yang mengharuskan (petugas) KPPS berpindah tempat yang ada jaringan menjadi cukup rawan, karena dimungkinkan berpotensi manipulasi data yang dilakukan KPPS karena data dapat diubah ketika proses tersebut," ucapnya.

Selain itu, Abhan mengatakan, Sirekap juga belum mampu mengenali keaslian dokumen yang diunggah. Ia pun meminta tim teknis KPU memperkuat sistem keamanan digital Sirekap. Kemudian, ia meminta KPU memetakan daerah yang memiliki kendala listrik dan jaringan internet.

Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar memaparkan temuan Bawaslu terhadap kabupaten/kota yang tidak memiliki listrik dan jaringan internet. Menurut pemetaan Bawaslu, secara kumulatif, ada 33.412 TPS yang tidak memiliki akses internet dan 4.423 TPS yang tidak ada listrik. "Mungkin sebagian ada di Papua dan Papua Barat, tapi masih ada berbagai daerah yang secara jumlah signifikan. Misalnya, Kaltim ada 7.876 TPS yang tidak memiliki akses internet. Ada juga di Jatim, masih ada 3.313 yang tidak punya akses internet, atau misalnya dengan Kepri (Kepulauan Riau)," tutur Fritz.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews.com
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved