KKN UIN Walisongo Semarang
Mahasiswa KKN UIN Walisongo Adakan Talkshow Moderasi Beragama
Intoleransi dan radikalisme seringkali terjadi akibat pemahaman ajaran agama yang keliru atau bisa karena tidak utuh dalam belajar agama.
TRIBUNJATENG.COM, CILACAP – Intoleransi dan radikalisme sering terjadi akibat pemahaman ajaran agama yang keliru atau bisa karena tidak utuh dalam belajar agama.
Mahasiswa KKN Reguler Dari Rumah (RDR) Angkatan 75 UIN Walisongo Semarang kelompok 123 pun mengadakan talkshow “Moderasi Beragama, Cegah Radikalisme dan Intoleransi dalam Perspektif Hukum, Sosial dan Politik”.
Menghadirkan Dr. H. Ahmad Luthfi Hamidi, M.Ag., sebagai narasumber, perbincangan mengenai moderasi beragama terutama dalam agama Islam berlangsung lebih dari satu jam.
Talkshow yang tayang perdana pada Senin (2/11/2020) di channel Youtube Kkn Zona Ngapak, Kaprodi S3 Studi Islam IAIN Purwokerto ini menjelaskan arti moderasi sebetulnya adalah mampu mempraktikkan ajaran agama sesuai tempatnya.
“Kalau saya ngomong moderasi beragama itu kuncinya bisa mempraktekkan nilai-nilai ajaran Islam agama sesuai dengan tempatnya. Kata kuncinya itu saja.”
Menurutnya, dalam menjalankan moderasi beragama ada dua prinsip yang perlu dipenuhi.
Pertama, kita harus memahami ajaran agama secara tepat.
Kedua, harus bisa mempraktikkan ajaran nilai-nilai agama sesuai dengan kondisi yang ada dalam kehidupan masyarakat secara real bagaimana keadaanya.
Moderasi beragama bagi sebagian orang seringkali dianggap permisif atau menggampangkan suatu ajaran agama.
Sebetulnya bukanlah demikian.
Moderasi beragama memiliki maksud bagaimana seseorang mampu mengejawantahkan ajaran agama Islam, mampu mempraktekkan nilai-nilai Islam sesuai dengan kondisi kehidupan bermasyarakat.
Moderasi beragama sangat perlu dilakukan karena dengan ini, agama akan mampu diterima oleh masyarakat secara luas.
“Kalau kita mampu mempraktikkan ajaran agama secara tepat, maka pasti syiar agama tersebut akan menjadi semakin wow, akan menjadi semakin luas. Mampu diterima masyarakat tanpa adanya paksaan,” jelas mantan Rektor IAIN Purwokerto itu.
Dia menyatakan radikalisme sangat perlu diterapkan pada diri sendiri.
Namun, dalam praktik bermasyarakat seseorang tidak diperbolehkan memaksakan keyakinan dan kehendaknya kepada orang lain.
Apalagi sampai berbuat kasar dan keras sehingga merugikan orang lain.
“Mengakui bahwa Islam paling benar bagi saya, itu harus. Harus bersikap radikal dalam diri. Tetapi tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang yang tidak sesuai berkeyakinan seperti itu. Dalam konsep-konsep keimanan, kita harus bersikap radikal, tetapi dalam bersikap, bermasyarakat, harus menghargai hak-hak orang lain,” Jelasnya.
Di akhir perbincangan, Luthfi menambahkan bahwa seseorang harus menguasai betul esensi ajaran Islam dan mengusai bagaimana mempraktekkan nilai-nilai Islam dalam lingkungan dan kondisi sosial masyarakat yang beragam agar seseorang mampu membentengi diri dari paham radikalisme dan sikap intoleransi dalam beragama. (*)