Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Purbalingga

Geliat Ekspor Sapu Glagah Purbalingga di Tengah Pandemi

Tangannya cekatan menganyam glagah pada ujung tongkat bambu. Wajar ia dengan cepat menyelesaikannya. 

Penulis: khoirul muzaki | Editor: Daniel Ari Purnomo
Tribun Jateng/ Khoirul Muzaki
Setiawan, pengusaha sapu glagah di Desa Kajongan, Bojongsari Purbalingga membuat sapu dari glagah kering. 

TRIBUNJATENG.COM, PURBALINGGA - Setiawan, warga Desa Kajongan Kecamatan Bojongsari, Purbalingga fokus menatap pekerjaannya. 

Tangannya cekatan menganyam glagah pada ujung tongkat bambu. Wajar ia dengan cepat menyelesaikannya. 

Satu sapu selesai, Setiawan membuat kembali dengan bahan baku yang masih ada. Ia mengulang pekerjaan itu hingga ratusan sapu berhasil diproduksinya.  Di hadapannya, banyak glagah kering yang masih menggunung. 

Tongkat bambu untuk bahan pegangan sapu masih menumpuk. Masih banyak pekerjaan menunggu. Ia juga harus merapikannya (finishing) agar produknya pantas jual. Di ruang lain, sapu glagah yang telah jadi ditata bertumpuk. Alat kebersihan itu sudah siap disetor ke pengepul. 

Pandemi Covid 19 rupanya tak begitu memengaruhi aktivitas usahanya. Tiap hari, ia dan beberapa pekerja lain nyatanya tak pernah menganggur. Meski sepi di luar, di dalam rumah itu mereka sibuk memproduksi sapu.  

Sehari 4 orang bisa mengerjakan 200 sapu glagah,"katanya, Senin (16/11/2020).

Saat banyak usaha lain tutup karena pandemi, industri sapu glagah di Purbalingga tetap bergeliat. Permintaan sapu glagah masih tinggi, terutama dari mancenegara. Meski diproduksi skala rumahan, siapa sangka, produk kerajinannya diminati masyarakat internasional. Ribuan sapu glagah hasil karyanya rutin diekspor ke Taiwan dan Korea. 

Produk sapu glagah itu dibawa pengepul untuk dikirim ke luar negeri. Tetapi tidak semua produknya dikirim ke luar negeri. Sebagian produk sapu glagah dijual untuk dipasarkan di dalam negeri. Ia juga mengirim produknya ke Muntilan, Magelang, serta di wilayah lokal Purbalingga

Tetapi kebanyakan produknya diekspor ke luar negeri. Ia lebih tertarik mengekspor produknya karena harga pasar internasional lebih tinggi. Dengan begitu, keuntungannya lebih besar di banding ia menjualnya daerah. 

“Yang ekspor bukan hanya produk dari sini, dari pengrajin lain juga. Ditampung pengepul terus dibawa ke Jakarta,"katanya.

Di sisi lain,  permintaan sapu glagah di tengah situasi pandemi Covid 19 saat ini justru menurun di pasar lokal. Ini diakui Fifiani, pedagang di toko aneka kerajinan sisi Jalan Raya ruas Purbalingga-Bobotsari, tepatnya di Desa Kajongan kecamatan Bojongsari. 

Fifiani mengaku sapu glagah jualannya sepi pembeli. Ini juga berlaku untuk sapu dari bahan lain, semisal sapu ijuk. Kebijakan belajar di rumah selama pandemi Covid 19 bagi siswa turut memengaruhi.  Penyelenggara sekolah biasa memborong produknya, khususnya saat tahun ajaran baru atau kenaikan kelas.

Maklum, sapu jadi perlengkapan wajib di sekolah untuk membersihkan lantai ruangan sekolah atau kelas. Tetapi lantaran pembelajaran di sekolah ditiadakan atau beralih di rumah, permintaan sapu glagah untuk kebutuhan sekolah di tokonya pun sepi. 

"Biasanya pihak sekolah sekali beli sampai 50 biji, 100 biji,"katanya.

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved