Focus
Mitigasi Longsor Tanggung Jawab Bersama
Mitigasi longsor, lebih efektif jika dilakukan warga yang tinggal atau mengetahui secara detail wilayah tersebut.
Penulis: rika irawati | Editor: moh anhar
Penulis: Rika Irawati, Wartawan Tribun Jateng
Entah kesedihan seperti apa yang berkecamuk di hati Natalis Sigit Widianto alias Sulis (24). Dalam semalam, warga Grumbul Kali Cawang, Desa Banjarpanepen, Kecamatan Sumpiuh, Kabupaten Banyumas, ini kehilangan orang-orang yang dicintai. Selasa (17/11/2020) dini hari, Sulis kehilangan ayah, ibu, dan dua adiknya, akibat longsor.
Tebing di belakang rumah ambrol hingga membuat rumah mereka rata dengan tanah. Ayah Sulis, Basuki (55); sang ibu, Sugiarti (45); dan kedua adiknya, Lucas (13) dan Yudas (8), yang tengah terlelap dalam tidur, ikut tertimbun bangunan dan lonsoran tanah.
Keempatnya sempat hilang. Proses evakuasi dilakukan warga bersama tim gabungan. Selasa pagi, mereka menemukan Sugiarti. Sore hari, tim menemukan kedua adik Sulis tak jauh dari titik penemuan Sugiarti. Sementara, Basuki baru ditemukan Rabu (18/11/2020) sore, 30 meter dari titik rumahnya.
Baca juga: Membangun Usaha Rintisan Digital
Baca juga: Video Pegawai Warteg di Semarang Meninggal di Jalan Saat Akan Pulang ke Tegal
Di hari yang sama di tempat terpisah, di Desa Bogangin, Kecamatan Sumpiuh, Banyumas, lonsor juga mengakibatkan seorang warga tewas. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banyumas mencatat, hujan yang terjadi Senin (16/11/2020) malam hingga Selasa dini hari, mengakibatkan longsor di 67 titik dan banjir 11 tempat.
Sejak musim hujan datang, bencana banjir dan tanah longsor beberapa kali terjadi di wilayah Jawa Tengah sisi selatan bagian barat. Selain di Banyumas, banjir dan longsor juga dilaporkan terjadi di Cilacap, Kebumen, dan Banjarnegara. BMKG mengatakan, intensitas hujan di wilayah tersebut berpotensi tinggi hingga Desember akibat La Nina.
Terlepas dari peningkatan curah hujan akibat La Nina, secara keseluruhan, wilayah di Jawa Tengah memiliki potensi bencana alam banjir, longsor, angin kencang, bahkan erupsi gunung berapi. Begitu juga potensi kebakaran, kebakaran hutan, gempa bumi, juga gelombang pasang.
BPBD Provinsi Jawa Tengah mencatat, ada 1.833 kejadian bencana yang terjadi sepanjang 1 Januari-31 Agustus 2020. Dan peristiwa yang mendominasi adalah tanah longsor, angin kencang, serta banjir yang biasa terjadi di musim penghujan.
Memasuki musim hujan, pemprov maupun masing-masing kabupaten/kota sudah mulai mempersiapkan diri. Lewat apel siaga bencana, mereka menyiagakan personel juga peralatan yang dibutuhkan dalam menghadapi kebencanaan. Jalur evakuasi kembali diperbarui, lokasi pengungsian juga telah ditentukan.
Sayangnya, tak banyak dari pemerintah kabupaten/kota di Jawa Tengah yang menyadarkan dan melibatkan masyarakat hingga tingkat bawah dalam hal pencegahan atau antisipasi. Terutama, terkait longsor. Padahal, mitigasi longsor, lebih efektif jika dilakukan warga yang tinggal atau mengetahui secara detail wilayah tersebut.
Setiap warga yang tinggal di lereng pegunungan atau perbukitan, semestinya dibekali pengetahuan terkait tanda-tanda longsor yang mungkin terjadi di wilayah mereka. Misalnya, tak menganggap sepele retakan tanah yang muncul di pekarangan atau perkebunan mereka.
Baca juga: UNS Solo Tandatangani MoU dengan Balai Prasarana Permukiman Wilayah Jateng
Baca juga: Kecelakaan Honda Freed Parkir Remuk Tertabrak Innova Timur Kantor Camat Tembalang
Menelusuri retakan tanah sebagai langkah awal, kemudian melaporkan kepada BPBD untuk ditindaklanjuti guna mengetahui potensi longsor yang mungkin terjadi, sangatlah penting. Retakan tanah, apalagi berbentuk tapal kuda, menjadi satu tanda potensi longsor. Terutama, di wilayah bertanah gembur dan tak banyak memiliki pepohonan berakar kuat.
Selain itu, semestinya, pemerintah desa yang ada di lereng gunung dan perbukitan, mulai membuat peraturan desa terkait tata ruang wilayah, yang didalamnya mengatur daerah yang harus steril dari bangunan tempat tinggal. Ini diperlukan untuk memastikan warga tak menjadi korban saat longsor terjadi. Meski begitu, pemdes harus menyiapkan solusi, misalnya menawarkan relokasi, ganti tanah, atau tukar guling.
Mereka juga harus mengetahui dan membuat jalur evakuasi saat bencana terjadi. Termasuk, segera mengungsi ke tempat aman yang telah disepakati, ketika hujan lebat turun lebih dari tiga jam.
Melibatkan partisipasi aktif warga dan tak sekadar menjadikan mereka objek saat bencana terjadi, diharapkan dapat meningkatkan kewaspadaan serta meminimalkan korban. Jadi, mari mulai terlibat dalam upaya pencegahan dan peduli pada tanda-tanda bencana. (*)