Apakah Anies Baswedan Bisa Dicopot dari Gubernur DKI oleh Mendagri? Ini Penjelasan Refly Harun
Refly Harun mengatakan setiap kepala daerah atau pejabat bisa dicopot atau diberhentikan namun ada prosedur dan tahap-tahap yang harus dilalui
Penulis: Ardianti WS | Editor: abduh imanulhaq
TRIBUNJATENG.COM- Refly Harun mengatakan setiap kepala daerah atau pejabat bisa dicopot atau diberhentikan namun ada prosedur dan tahap-tahap yang harus dilalui.
Hal itu dikatakan Refly Harun di acara Dua Sisi yang tayang pada Kamis (19/11/2020).
Refly Harun mengatakan kalau pejabat yang dipilih melalui suara rakyat, maka tidak bisa pencopotan melalui administratif.
Jika jabatannya adalah gubernur maka yang dilakukan adalah jalur politis dan administratif melalui mahkamah agung.
"Ada jalur politis hukum yaitu DPRD, Mahkamah Agung lalu pemberhentian administratif oleh presiden," ujarnya.
"Atau jalur administrasi yaitu melalui mendagri, lalu dilempar ke Mahkamah Agung, balik lalu bisa pemberhentian," ujarnya.
Baca juga: Dibunuh Malam Hari, Kenapa Emy Bisa Menghubungi Ibunya Keesokan Harinya? Polisi Beberkan Fakta Ini
Baca juga: Rocky Gerung Yakin Anies Baswedan Tidak Terjerat Hukum Pidana, Ini Alasannya
Baca juga: Kerumunan di Acara Habib Rizieq dan Pilkada 2020, Refly Harun: Acara Resmi Tapi Jangan Seenaknya
Baca juga: Innalillahi Wa Innailaihi Rojiun, Lukman Tewas Kecelakaan Ditabrak Motor Ninja Saat Berbelok
Refly Harun mengatakan mendagri tidak bisa memberhentikan gubernur karena bukan atasannya.
"Dalam perspektif hukum tata negara, ini kan pejabat otonomi daerah, konstutusi menghargai otonomi daerah, namun gubernur adalah sub nasioal, karena itu pemerintah pusat berhak meminta klarifikasi," ujarnya.
Refly Harun mengatakan pemerintah pusat tidak bisa memberhentikan gubernur secara langsung.
"Tetapi pemerintah pusat memberhentikan langsung tidak bisa, kecuali pemerintah pusat melapor dan meminta mahkamah agung untuk menindaklanjuti," ujarnya.
Refly Harun mengatakan ada 3 sebab gubernur bisa dicopot atau dilengserkan.
"Biasanya dalam aturannya bahasanya pemerintah daerah tidak melaksanakan kewajiban, melanggar larangan dan melakukan tindakan pidana, 3 hal itu cukup alasan untuk memberhentikan," ujanya,
Refly Harun lalu mempertanyakan apakah gubernur bisa dicopot secepat itu padahal waktu pilkada menghabiskan banyak biaya.
Terlebih menurutnya, perkara ini belum jelas siapa yang paling bisa dimintai pertanggungjawaban.
Mendagri ancam copot
Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian mengeluarkan instruksi Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19.
Instruksi itu berisi tentang hal-hal yang harus dilakukan oleh gubernur dan bupati atau wali kota dalam penanganan pandemi Covid-19.
Terkait instruksi Mendagri itu, Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah pun angkat bicara soal pencopotan kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan.
Menurut Nurdin Abdullah, pelanggaran prokes perlu dilihat lebih arif hingga penjatuhan sanksi hukuman.
“Tidak usah dibesar-besarkan lah. Tadi Presiden Jokowi saat rakor mengatakan terima kasih kepada seluruh gubernur, wali kota dan bupati atas kerja kerasnya kita bisa kendalikan pandemi,” kata Nurdin Abdullah kepada wartawan, Kamis (19/11/2020).
Nurdin meminta semua pihak juga menerjemahkan instruksi Mendagri secara arif dan bijaksana.
“Saya kira menterjemahkan instruksi Mendagri juga secara arif dan bijaksana. Karena mereka juga punya hak untuk membela.
Makanya pengambilan keputusan dalam menghukum orang harus melihat proses dari awal hingga akhir. Kita lihat aturannya apa,” tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengeluarkan instruksi tentang penegakan protokol kesehatan.
Pada poin pertama para kepala daerah diminta untuk menegakkan secara konsisten protokol kesehatan guna mencegah penyebaran Covid-19 di daerah masing-masing.
"Berupa memakai masker, mencuci tangan dengan benar, menjaga jarak, dan mencegah terjadinya kerumunan yang berpotensi melanggar protokol tersebut," demikian isi salah satu poin instruksi Mendagri.
Poin kedua, kepala daerah diminta melakukan langkah-langkah proaktif untuk mencegah penularan covid 19 dan tidak hanya bertindak responsif atau reaktif.
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara humanis dan penindakan termasuk pembubaran kerumunan dilakukan secara tegas dan terukur sebagaimana upaya terakhir.
Kemudian poin ketiga, kepala daerah diminta menjadi teladan bagi masyarakat dalam mematuhi protokol Covid-19.
Termasuk tidak ikut dalam kerumunan yang berpotensi melanggar protokol kesehatan.
Sementara poin keempat berisi tentang sanksi bagi kepala daerah yang tidak menaati aturan perundang-undangan termasuk mengenai protokol kesehatan.
Sanksi tersebut sesuai dengan aturan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Kemudian dalam poin kelima dijelaskan bahwa, berdasarkan Pasal 78 sanksi bagi kepala daerah yang tidak mematuhi aturan perundang-undangan akan diberhentikan.
Baca juga: Korban Kecelakaan di Tol Sragen Bertambah, Anggota DPRD Malang Amari Meninggal Susul Hariyadi & Hari
Baca juga: Rokok Dji Sam Soe Petunjuk Polisi Ungkap Pembunuhan Emy Listiani Jasad di Jalan Pramuka Semarang
Baca juga: Sentilan Ganjar Pranowo Masalah Pilkada Klaten dan Pekalongan Nekat Konvoi Tanpa Masker