Berita Nasional
Sepak Terjang Ali Kalora, Pemimpin MIT yang Terlibat Pembunuhan Satu Keluarga di Sigi
"Ini bukan kelompok yang bisa digalang dengan lunak. Mereka ini prinsipnya membunuh atau terbunuh. Dialog juga tidak bisa."
Istri ditangkap, 2 anak buah tewas ditembak
Pada 29 Juli 2020, L alias Ummu Syifa istri Ali Kalora ditangkap Densus 88 Antiteror Mabes Polri.
Ia ditangkap di Jembatan Puna, Kasiguncu, Poso Pesisir Selatan, Sulawesi Tengah.
Menurut keterangan polisi, L menyembunyikan informasi mengenai keberadaan anggota kelompok tersebut.
“(L) menyembunyikan informasi tentang keberadaan kelompok teroris yang sudah ditetapkan di dalam daftar pencarian orang,” ucap Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Selasa (18/8/2020).
Peran L lainnya adalah bergabung dengan kelompok MIT selama 23 hari. Di hari yang sama, Densus 88 juga menangkap anggota kelompok MIT yang lain dengan inisial YS Kalora (21) di Desa Tangkura, Poso, Sulawesi Tengah.
Dari keterangan polisi, YS berperan mengantarkan calon anggota kelompok MIT hingga logistik untuk kelompok teroris tersebut.
“Mengantarkan Iman ke daerah Tangkura untuk bergabung dengan kelompok MIT.
Kedua, berencana mengantarkan uang sebesar Rp 1.590.000 dan makanan atau kue kepada kelompok MIT,” tutur Awi.
Empat bulan setelah Ummu Syifa ditangkap, terjadi kontak tembak antara Satgas Tinombala di Desa Bolano Barat, Kecamatan Bolana, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.
Peristiwa tersebut terjadi pada pertengahan November 2020.
Saat kontak tembak terjadi dua terduga anggota MIT yang dipimpin Ali Kalora tewas.
Mereka adalah Bojes alias Aan alias Wahid dan Aziz.
Bojez dan Aziz sudah lama masuk DPO.
Bahkan polisi sudah menyebarkan foto mereka di media sosial.
Selain Bojes dan Azis, ada 13 anggota MIT yang masuk dalam DPO.
Sebelumnya, sejak Kamis (5/11/2020) polisi dan anggota TNI menyisir rumah warga dan hutan di Kelurahan Mamboro Barat, Palu karena ada informasi jika anggota MIT berkeliaran.
Bunuh satu keluarga di Sigi
Tak lama setelah dua anak buah Ali Kalora tewas ditembak petugas, satu keluarga di Sigi ditemukan tewas terbunuh pada Jumat (27/11/2020).
Diduga kuat Ali Kalora terlibat pada pembunuhan tersebut.
Selain di Sigi, Ali Kalora juga terlibat pada penembakan aparat yang sedang membawa korban pembunuhan RB alias A (34) warga sipil korban mutilasi di kaawasa Desa Salubunga, Sausu, Parimo, Sulteng pada 31 Desember 2018.
Kala itu aparat ditembaki kelompok Ali Kalora ketika salah seorang petugas hendak menyingkirkan kayu dan ranting pohon yang menghalangi jalan.
Kontak tembak aparat dengan kelompok teroris tersebut menyebabkan dua petugas yakni Bripka Andrew dan Bripda Basi terluka.
Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar dalam Sapa Indonesia Pagi di Kompas TV, Selasa (1/12/2020) mengatakan MITjuga terlibat dalam tindak pidana pembunuhan warga di sekitar Pegunungan Biru, Kabupaten Poso.
Korban antara lain adalah petani dan seorang purnawirawan TNI di periode antara Agstus-September 2020.
Menurut Boy Rafli MIT yang dipimpin Ali Kalora selama ini bergerak di sekitar lereng Pegunungan Biru.
Mereka kerap berpindah satu sama lain dari lereng pegunungan sisi utara ke selatan.
Di lereng Pegunungan Biru ini terdapat Kabupaten Sigi, Kabupaten Parigi Moutong, dan Kabupaten Poso.
Dengan kondisi ini, pergerakan dan perpindahan mereka meliputi kawasan yang cukup luas.
"Jadi mereka mobile di kawasan yang begitu luas.
Satuan tugas hari ini terus mobile untuk menyasar ke berbagai sektor di kawasan lereng itu," kata Boy Rafli.
Ia mengakui, lokasi pelarian MIT merupakan medan yang cukup menyulitkan.
"Sekali lagi, ini medan yang tidak ringan karena ini medan pegunungan dan mereka sudah bertahun-tahun di kawasan itu," kata Boy Rafli.
Menurt Boy sengaja membunuh satu keluarga di Sigi karena tak ingin tinggalkan jejak.
"Mereka tidak ingin meninggalkan jejak dari tindakan yang dilakukan. Jadi mereka tidak ingin jejaknya diketahui dengan cara menghabiskan obyek yang mereka sasar," jelasnya.
Selain itu ia mengatakan, faktor kekurangan logistik menjadi alasan kelompok teroris MIT pimpinan Ali Kalora membunuh satu keluarga di Kabupaten Sigi.
"Saat ini mereka sudah dalam kondisi yang tidak memiliki logsitik yang cukup," ujar Boy Rafli Amar.
"Artinya dengan cara inilah, dengan cara merampok, dengan cara membunuh masyarakat, karena kita tahu bahwa kelompok ini adalah pengusung ideologi kekerasan.
Jadi itulah salah satu untuk bertahan hidup," sambungnya.
Mereka juga mengincar harta benda milik warga di sekitar lereng Pegunungan Biru untuk menutupi logistik yang kian menipis.
Salah satu pemukiman warga yang pernah menjadi sasaran perampasan adalah Dusun Taman Jeka, sebuah wilayah yang terletak di Desa Masani, Kecamatan Poso Pesisir, Kabupaten Poso.
Boy meyakini MIT semakin tersudut karena masyarakat Kabupaten Poso dan sekitarnya sudah tidak lagi memberikan simpati dan dukungan terhadap eksistesi mereka.
"Jadi hari ini cara bertahan mereka untuk hidup di lereng-lereng Pegunungan Biru antara lain dengan mencari logistik, dengan merapok mengambil harta benda masyarakat," terang Boy Rafli.
"Jadi inilah yang terjadi sekaligus kita memang menunjukan mereka masih eksis dan inilah yang menjadi tantangan kita untuk melumpuhkan mereka dalam beberapa waktu ke depan," imbuh Boy Rafli.
Setia pada ISIS
Dilansir dari BBC Indonesia, pengamat teroris, Ridlwan Habib, menyarankan pemerintah beserta aparat keamanan agar menggunakan strategi baru untuk menangkap Ali Kalora.
Berdasarkan pengamatannya, Operasi Tinombala telah berjalan hampir lima tahun tetapi belum berhasil menangkap pimpinan Mujahidin Indonesia Timur tersebut.
Padahal berbagai cara sudah dilakukan.
"Pernah coba pakai thermal drone untuk memotret suhu panas tubuh.
Ternyata ada kekeliruan. Karena suhu tubuh manusia mirip dengan mamalia seperti kera atau monyet, sehingga ketika mau menyerang dan didekati ternyata segerombolan monyet besar," ujar Ridlwan Habib kepada BBC News Indonesia, Minggu (29/11/2020).
"Pernah dicoba pakai drone detector untuk mendeteksi gerak. Ternyata salah deteksi lagi," sambungnya.
Ridlwan berkata, Ali Kalora dan anggotanya yang diperkirakan berjumlah 11 orang diuntungkan secara geografis lantaran lokasi pergerakan mereka di pedalaman hutan yang sulit dijangkau orang.
Selain itu, kelompok tersebut juga tidak menggunakan telepon genggam untuk saling berkomunikasi sehingga sulit dilacak.
Sejauh pengamatannya, tindakan merampok bahan pangan dan membunuh warga setempat sudah dua kali dilakukan sepanjang tahun ini.
Pada April lalu, seorang petani menjadi korban.
Aksi itu direkam oleh kelompok Ali Kalora dan disebarkan ke kelompok jihadis di Indonesia dan luar negeri.
Tujuannya untuk memberitahu kelompok teror di luar negeri tentang keberadaan mereka "dengan harapan akan mendapat bantuan logistik".
"Dan sebagai bukti mereka tetap setia kepada ISIS (kelompok yang menamakan diri Negara Islam)."
Karena itu baginya, tidak ada jalan lain selain menyiapkan pasukan khusus.
"Ini bukan kelompok yang bisa digalang dengan lunak.
Mereka ini prinsipnya membunuh atau terbunuh.
Dialog juga tidak bisa." (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jejak Ali Kalora Pimpinan MIT yang Diduga Terlibat Teror di Sigi, Kerap Menyamar Jadi Warga Lokal"
Baca juga: Gadis Ini Tewas Jelang Akad Nikah Disebut Minum Racun, Ayah Curiga dengan Calon Menantu
Baca juga: Komandan Garda Revolusi Iran Tewas Dalam Serangan Udara Perbatasan Irak-Suriah
Baca juga: Pembunuhan Berantai 26 Wanita Lansia di Rusia Terungkap, Pelakunya Seorang Tukang Kunci
Baca juga: Kapolri Perintahkan Satgas Tinombala Jika Ketemu Tembak Mati Kelompok Teroris MIT Ali Kalora