Berita Internasional
Kok Bisa? Mahathir Masuk Daftar 20 Ekstremis Paling Berbahaya di Bumi
Mantan PM yang akrab dipanggil Dr M itu berada di peringkat 14, bersama dengan sosok yang dianggap teroris oleh dunia
Kok Bisa? Mahathir Masuk Daftar 20 Ekstremis Paling Berbahaya di Bumi
TRIBUNJATENG.COM - Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad dilaporkan masuk ke dalam daftar 20 Ekstremis Paling Berbahaya di Bumi.
Daftar itu dikeluarkan oleh Counter Extremism Project (CEP), organisasi non-profit yang berbasis di New York, Amerika Serikat (AS).
Mantan PM yang akrab dipanggil Dr M itu berada di peringkat 14, bersama dengan sosok yang dianggap teroris oleh dunia.
Baca juga: Di Rekeningnya Ada Rp 277 Miliar, Qadir Penjual Es Krim Malah Ketakutan: Orang Mulai Mengejek Saya
Baca juga: Sinopsis Hitman Agent 47 Big Movies GTV 21.30 WIB Aksi Agen Rahasia Mencari Ayah
Baca juga: Arya Saloka Cerita Kelakuan Fans di Lokasi Syuting Ikatan Cinta, Sampai Tak habis Pikir
Baca juga: PT LIB Akan Bertemu dengan Klub Liga 1 & Liga 2, Persib Bandung Berharap Segera Ada Kepastian
CEP dalam ulasannya menuturkan, Mahathir masuk dalam daftar 20 Ekstremis Paling Berbahaya di Bumi karena dianggap sosok kontroversial.
"Mahathir kerap mengritisi negara Barat, komunitas LGBT, dan masyarakat Yahudi," ulas CEP dikutip World of Buzz Senin (11/1/2021).
Organisasi non-profit itu menerangkan, pada 2019 Dr M sempat menyebut ekstremisme bakal menyebar ke Asia Tenggara.
Dia menyebut, skenario itu akan terjadi karena pemerintah gagal membendung gelombang milisi yang berbondong-bondong ke kawasan tersebut.
Mereka juga menyoroti pernyataan mantan PM berusia 95 tahun itu saat seorang guru di Perancis dipenggal pada Oktober 2020.
Guru yang bernama Samuel Paty itu dibunuh Abdoullakh Anzorov, karena menunjukkan karikatur Nabi Muhammad di kelasnya.
Saat itu, Mahathir Mohamad menyebut
"Muslim berhak marah dan membunuh jutaan orang Perancis untuk pembantaian di masa lalu".
Selain itu, Dr M juga mengritisi Israel, dugaan dia anti-Semit, dan mendukung pemerintahan mandiri di Mindano, Filipina.
CEP menjelaskan, memang mantan PM Malaysia periode 1981-2003 itu tak bertanggung jawab untuk kekerasan tertentu.
"Namun, opini kontroversialnya menyebabkan kecaman internasional karena diduga dia mendukung kekerasan ekstremis melawan Barat."