Rizal Ramli Blak-blakan Ungkap Biaya Sewa Partai Saat Pilkada: Bisa Ratusan hingga Miliaran Rupiah
Rizal Ramli mengungkap harga sewa partai untuk mendukung sebagai calon kepada daerah. harganya ratusan. miliaran hingga triliunan
Penulis: Ardianti WS | Editor: abduh imanulhaq
TRIBUNJATENG.COM- Rizal Ramli mengungkap harga sewa partai untuk mendukung sebagai calon kepada daerah.
Hal itu diungkap Rizal Ramli saat dirinya membeberkan alasan menggugat sistem presidential threshold
Rizal Ramli mengatakan orang menggugat sistem presidential threshold sudah 11 kali.
Namun di kasus gugatannya, Rizal Ramli menilai ada sebuah keanehan.
"Dalam gugutan saya belum diproses sudah ditolak," ujarnya di akun Youtube Karni Ilyas ang diunggah pada Jumat (29/1/2021).
Rizal Ramli mengatakan hakim-hakim Mahkamah Konstitusi takut untuk adu argumen.
"Rupanya mereka takut banget sama kita, karena kalau ada perdebatan persidangan saya yakin argumen-argumen dari hakim konstitusi tidak memadahi," ujarnya
Rizal Ramli menyebut cara yang dipakai oleh pihak Mahkamah konstitusi sangat kekanak-kanakan.
"Jadi dia pakai cara kekanak-kanakan," jelasnya.
Rizal Ramli menyebut pihak-pihak yang mempersoalkan presidential threshold tentu mereka yang dari partai kecil maupun masyarakat yang menginginkan sistem demokrasi yang adil dan bersih.
Rizal Ramli menilai partai-partai besar menikmati aturan presidential threshold.
"Yang menikmati sistem presidential threshold ini sembilan partai yang besar ini. Mereka menikmati karena ada kewajiban 20 persen untuk calon bupati, gubernur, dan presiden," ungkapnya.
Rizal Ramli menyebut sistem presidential threshold itulah yang secara langsung mempengaruhi buruknya proses demokrasi di Indonesia.
Karena menurutnya, tidak semuanya bisa mengikuti atau mencalonkan diri dalam pemilu.
Akibatnya, bagi orang yang ingin menjadi kepala daerah yang tidak memenuhi syarat itu terpaksa mencari atau menyewa partai-partai lain.
Rizal Ramli terang-erangan jika menyewa partai untuk memberi dukungan, harga yang ditawarkan sangat mahal dari ratusan juga hingg triliunan rupiah.
"Itu kalau ada yang maju menjadi bupati mesti menyewa partai, dua sampai tiga partai. Biayanya itu bisa 30 sampai 50 miliar, biaya partai saja," kata Rizal Ramli.
"Baru buat bupati, buat gubernur 100 miliar sampai 300 miliar, untuk presiden bisa sampai 1 triliun, maka itu Bang Karni, nilah yang kami sebut sebagai demokrasi kriminal," ujarnya.
Rizal Ramli menerangkan jika zaman orde baru yang masyarakat lawan adalah sistem otoriter dan ingin berubah jadi demokrasi.
Namun, Rizla Ramli mengatakan sistem sekarang sudah menjadi demokrasi kriminal
"Ini yang kita lawan dulu, zaman orde baru, kita nggak mau sistem otoriter, kita ingin demokrasi, lalu sekarang demokrasi kriminal, dan partai-partai besar tidak mau mengubah hal ini, karena mereka menikmati," ujarnya.
Diketahui Majelis Mahkamah Konstitusi ( MK) menolak gugatan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang diajukan oleh mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli.
Rizal Ramli bersama rekannya bernama Abdulrachim Kresno dinilai tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo.
"Berdasarkan UUD 1945 dan seterusnya amar putusan mengadili, menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang putusan yang disiarkan secara daring, Kamis (14/1/2021).
Melansir dari Kompas.com, dalam persidangan, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjelaskan, Rizal tidak memberikan bukti bahwa dia pernah pernah dicalonkan sebagai presiden oleh partai politik.
Rizal juga dinilai tidak menjelaskan dan membuktikan partai mana saja yang memberikan dukungan terhadapnya.
"Seandainya pemohon satu memang benar didukung oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu dalam batas penalaran yang wajar, mestinya pemohon satu mestinya menunjukkan bukti itu kepada mahkamah," ujar Arief.
"Atau menyertakan parpol pendukung untuk mengajukan permohonan bersama dengan pemohon satu," kata dia.
Sementara terkait argumen Rizal mengenai adanya permintaan memberikan sejumlah uang untuk bisa mencalonkan diri sebagai presiden melalui partai politik juga dinilai tidak relevan.
Alasannya, karena tidak ada ketentuan semacam itu dalam aturan undang-undang.
"Dengan demikian Pemohon 1 tidak mengalami kerugian dengan berlakunya norma a quo," ucap Arief Hidayat.
Sedangkan terhadap Abdulrachim, Majelis Konstitusi juga menilai tidak memiliki kedudukan hukum karena tidak menyertakan bukti bahwa ia pernah menggunakan hak pilihnya di pemilu.
Hal itu bisa dibuktikan dengan dokumen seperti kartu pemilih, dan nama dalam tercantum dalam DPT.
Berkenaan dengan kerugian Abdulrachim, menurut Mahkamah, tidak memiliki kerugian konstitusional.
Sebab pada saat menggunakan hak pilih di pileg 2019, dianggap telah mengetahui bahwa hasil hak pilihnya akan digunakan juga sebagai bagian dari persyaratan ambang batas untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
"Terkait dengan anggapan pemohon dua adanya potensi dalam ketentuan norma a quo, yang menyebabkan pemohon dua tidak memiliki kebebasan memilih pasangan calon capres dan cawapres yang banyak adalah tidak beralasan," ucapnya.
"Karena norma tersebut tidak membatasi jumlah pasangan calon yang berhak mengikuti pilpres dan wapres," ujar hakim Arief.
Adapun Rizal mengajukan permohonan uji materi ketentuan presidential threshold ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Uji materi itu dimohonkan Rizal bersama seorang rekannya bernama Abdulrachim Kresno.
Keduanya meminta agar ambang batas presiden dihilangkan dan Mahkamah menyatakan Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan konstitusi.