Ngopi Pagi
FOCUS: Jadi Teringat Gus Dur
Keputusan penting Gus Dur itu menjadi fondasi kokoh bagi profesionalisme militer di Indonesia. Anggota TNI tak menuntut diberi hak dipilih maupun dipi
Penulis: m nur huda | Editor: m nur huda
Tajuk Ditulis Jurnalis Tribun Jateng, M Nur Huda
TRIBUNJATENG.COM - Kehidupan demokratis di Indonesia saat ini merupakan anugerah luar biasa dibanding sejumlah negara berkembang lainnya di dunia.
Perbedaan pendapat yang terkadang tajam di kemudian waktu dapat diselesaikan dengan bijaksana. Meski dalam ruang demokrasi terbuka memang masih butuh peningkatan pemahaman yang lebih baik, tentunya juga menahan diri dari isu primodialisme.
Bandingkan dengan kabar terbaru dari Myanmar. Negara anggota ASEAN itu kini sedang dilanda ancaman kemunduran demokrasi. Myanmar yang perlahan berubah menjadi demokrasi berkat sosok Aung San Syuu Kie pada 2016, kini kembali ke tangan junta militer.
Terjadi kudeta militer tak berdarah di awal Februari 2021 dengan aksi penangkapan pemimpin Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Aung San Suu Kyi dan Presiden Myanmar Win Myint.
Militer memiliki alasan tak masuk akal dengan dalih adanya kegagalan pemerintah menindaklanjuti dugaan kecurangan Pemilu 2020. Kubu militer mengklaim terjadi kecurangan yang sistematis, terstruktur dan massif. Belum sempat terbukti bahkan dibantah oleh komisi pemilihan umum setempat, militer sudah tak sabar mengambilalih kekuasaan.
Di Konstitusi Myanmar 2008, militer masih memiliki kursi 25 persen di parlemen serta mengapling posisi penting di pemerintahan yaitu bidang keamanan nasional, meliputi kementerian-kementerian urusan dalam negeri, perbatasan, dan pertahanan. Maka militer berpolitik menjadi keniscayaan.
Dampak dari situasi itu, kabar terbaru investor dari Singapura yang merupakan sumber investasi asing terbesar di Myanmar memilih angkat kaki. Kemudian perusahaan raksasa dari Jepang juga dikabarkan pilih membatalkan rencana investasinya di negara tersebut.
Beruntung, Indonesia memiliki Pancasila yang di dalamnya terdapat makna setiap permasahalan diselesaikan dengan musyawarah mufakat, rembugan. Reformasi juga menjadi tonggak perubahan fundamental demokratisasi yang memberi ruang terbuka terhadap tiap warganya.
Selain itu, sejak era Reformasi atau masa Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) militer Indonesia telah lepas dari sosial-politik atau dihapusnya Dwifungsi ABRI. Fraksi TNI-Polri dihilangkan dari parlemen menuju profesionalisme aparat negara.
Keputusan penting Gus Dur itu menjadi fondasi kokoh bagi profesionalisme militer di Indonesia. Anggota TNI tak menuntut diberi hak dipilih maupun dipilih dalam pemilu. Anggota TNI yang ingin masuk politik harus rela melepas seragamnya. Kini, TNI menjadi salah satu institusi negara yang dipandang berhasil melakukan reformasi internal.
Survei terbaru dari Indikator Politik Indonesia, TNI menjadi institusi paling dipercaya hingga mencapai 89,9 persen. Survei yang dilakukan 1-3 Februari 2021 ini disebut tingkat kepercayaannya 95 persen dengan margin of error sekitar 2,9 persen. TNI menjadi institusi paling dipercaya dibanding KPK dan lainnya.
Namun demikian demokrasi di Indonesia, masih banyak hal yang perlu diperbaiki terutama mewujudkan demokrasi santun dan berbudaya. Penyampaian pendapat merupakan hak, namun hujatan dan ujaran kebencian pada pemerintah tanpa solusi tampaknya perlu jadi perhatian, sebab demokrasi liberal sepertinya kurang linier dengan budaya bangsa.
Hal penting lain yang patut jadi upaya bersama yaitu mengeliminasi praktik korupsi, mengurangi kesenjangan ekonomi hingga mengembangkan toleransi yang selaras dengan Pancasila.(*)