Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Perguruan Tinggi Vokasi Terkendala Tingkatkan Program D-3 Jadi Sarjana Terapan

Kemendikbud telah mengeluarkan kebijakan peningkatan program Diploma Tiga (D-3) menjadi Sarjana Terapan.

Penulis: m zaenal arifin | Editor: sujarwo
Ditjen Pendidikan Vokasi
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbud, Wikan Sakarinto 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah mengeluarkan kebijakan peningkatan program Diploma Tiga (D-3) menjadi Sarjana Terapan atau Diploma Empat (D-4). Kebijakan tersebut merupakan bagian utama transformasi pendidikan vokasi.

Peningkatan program D-3 menjadi D-4 tersebut diperlukan persiapan yang matang. Kunci dari itu semua yaitu adanya kalangan dunia usaha dan dunia industri (DUDI) yang siap menjadi rekanan. Alasannya, perguruan tinggi vokasi nantinya diharuskan meracik kurikulum yang akan diterapkan bersama-sama dengan DUDI.

Direktur Politeknik Katolik (Polteka) Mangunwijaya, Materius Kristiyanto mengatakan, perguruan tinggi yang dipimpinnya menyambut baik kebijakan tersebut. Bahkan dari tiga program studi yang dimiliki, satu di antaranya telah disiapkan untuk diupgrade menjadi D-4.

"Kami ada tiga prodi. Yang memungkinkan untuk diupgrade itu Prodi Teknik Kimia. Ini kami sedang menjajaki karena persyaratan upgrade jadi D-4 itu sangat banyak," kata Kristiyanto, Jumat (5/3/2021).

Ia menyatakan dukungannya atas kebijakan dari Kemendikbud dalam hal ini Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi (Dirjen Diksi) itu. Menurutnya, yang dibutuhkan di lapangan memang sebenarnya adalah lulusan pendidikan vokasi atau tenaga-tenaga terampil yang nantinya siap terjun ke dunia kerja.

"Kami mendukung. Syarat akreditasi minimal harus B, dan kami sudah B baik kampus maupun Prodi. Tapi yang perlu disiapkan juga itu sarana dan prasarana. Karena jika ada penambahan itu harus disesuaikan tempat praktiknya juga," ujarnya.

Ia mengakui, kendala peningkatan Prodi tersebut sebenarnya lebih pada link and match dengan industri. Alasannya, setidaknya dibutuhkan minimal 2 industri berkapasitas atau berskala nasional.

Link and match tersebut tidak hanya sekadar kerjasama penempatan magang mahasiswa semata. Akan tetapi industri diajak sejak awal dalam membuat kurikulum yang diajarkan dengan disesuaikan kebutuhan industri sendiri. Dengan begitu, lulusan pendidikan vokasi sudah memiliki kompetensi.

"Yang ditekankan kerja sama dengan industri karena ilmu terapan tidak ada di perguruan tinggi, tapi ada di industri.
Industri itu yang punya inovasi. Nah kami sebagai perguruan tinggi vokasi ingin mempelajari itu dan menerapkannya dalam kurikulum," paparnya.

Saat ini, Polteka Mangunwijaya sudah memiliki beberapa industri yang sudah bekerja sama. Hanya saja, kerja sama mereka perlu diupgrade kembali.

Sementara itu, di kampus Politeknik Negeri Semarang (Polines), sudah memiliki Prodi D-4 sejak lama. Dari 26 Prodi yang ada di Polines, 13 Prodi merupakan D-4 atau Sarjana Terapan (S.Tr) dan 10 Prodi D-3. Hanya saja, dilihat dari peminatan dan jumlah mahasiswa, justru Prodi D-3 lebih diminati para mahasiswa.

"Dilihat dari jumlah mahasiswa, proporsi peminatan masih banyak D-3. Penerimaan kemarin ada 15.000 peminat untuk D-3, sedangkan D-4 sekitar 9.000-an. Jumlah mahasiswa sementara ini juga banyak D-3," kata Direktur Polines, Supriyadi, kepada Tribun Jateng.

Hingga saat ini, katanya, Prodi D-3 memang masih menjadi idola para mahasiswa. Pasalnya, hal itu menjadi kebutuhan industri. Sejauh ini, permintaan tenaga kerja dari industri masih mayoritas lulusan D-3.

"D-4 sudah baik, hanya tinggal pasarnya. Kita sebagai produsen, menyesuaikan kebutuhan pasar. Jadi D-4 memang dibutuhkan tapi tanpa menghilangkan D-3. Karena posisi D-3 itu untuk menjembatani operator dengan manajer," paparnya.

Diakuinya, untuk menyiapkan Prodi D-4 tidak mudah. Perguruan tinggi vokasi diharuskan memiliki kerja sama dengan industri dan dunia usaha. Kerja sama tersebut termasuk juga dalam penyiapan kurikulum yang harus disesuaikan kebutuhan industri.

"Kami sudah ada perusahaan nasional yang menjadi rekanan kami, tapi untuk D-3. Yang D-4, kita belum ada kerjasama dg industri. Karena sejauh ini, posisi D-4 di industri diisi S1," pungkasnya.

Peningkatan program diploma tersebut disikapi beragam dari kalangan mahasiswa. Bagus Wahyu P, mahasiswa D-3 Teknik Listrik Polines, mengatakan dirinya lebih memilih D-3 sebagaimana yang saat ini dipilihnya.

Alasannya, jika program D-3 maka dirinya akan lebih cepat lulus sehingga nantinya bisa langsung terjun ke dunia kerja. Sementara jika di program D-4, setidaknya butuh waktu minimal 4 tahun untuk menyelesaikan pendidikannya.

"Terkait keterserapan di dunia kerja, kebetulan sudah terfasilitasi oleh kampus melalui program magang. Nah tempat magang itu membutuhkan skill yang saat ini saya miliki," ucapnya.

Kebutuhan Industri

Hanya saja, menurutnya, program D-4 maupun D-3, keduanya sama-sama diperlukan di dunia kerja atau industri. Tinggal bagaimana pihak kampus bekerja sama dengan dunia industri sehingga tahu kebutuhan dunia industri.

"Kalau yang dibutuhkan itu D-3, tidak bisa dihilangkan dan diganti D-4. Percuma saya kuliah D-4 tapi di lapangan yang dibutuhkan D-3," ujarnya.

Senada disampaikan alumnus Polteka Mangunwijaya, Sinta R. Ia mengatakan, saat ini belum banyak perusahaan yang membutuhkan lulusan sarjana terapan. Baik di dunia medis, teknik, dan lainnya, justru lebih memilih lulusan D-3 dengan kompetensi khusus.

"Saya lulusan D-3 tapi bisa langsung kerja. Kebutuhan lulusan D-3 jauh lebih dibutuhkan di dunia kerja dibanding lulusan D-4. Justru saya belum pernah mendengar perusahaan atau industri yang open recrutmen mencari D-4," tuturnya.

Link and Supermatch

Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi (Dirjen Diksi) Kemendikbud, Wikan Sakarinto mengatakan, peningkatan program studi D-3 menjadi sarjana terapan harus memenuhi beberapa syarat, di antaranya adalah perguruan tinggi vokasi (PTV) memiliki program D-3 terakreditasi minimal peringkat B atau baik sekali serta memiliki kebutuhan dunia usaha dan dunia industri (DUDI).

Selain itu, PTV juga wajib memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Ditjen Diksi, seperti mempersiapkan kerja sama dengan DUDI, mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni, kurikulum yang kolaboratif dengan DUDI, serta regulasi akademik yang mendukung.

Dikatakannya, peningkatan D-3 menjadi sarjana terapan bersifat opsional atau tidak wajib dan disesuaikan dengan kebutuhan link dan supermatch dengan dunia usaha dan dunia industri.

"Pada prinsipnya untuk meningkatkan D-3 menjadi sarjana terapan, harus link and supermatch dengan DUDI. Lebih jelasnya dengan skema 8 + i," jelasnya.

Di antaranya mencakup kurikulum yang disusun bersama dan berstandar DUDI, sertifikasi kompetensi guru, dosen dan peserta didik yang sesuai standar dan kebutuhan DUDI, project based learning, menghadirkan ahli dari industri secara rutin untuk mengajar, dan seterusnya.

Adapun industri yang menjadi pengguna lulusan, boleh berupa usaha mikro kecil menengah (UMKM), kecil, besar, maupun pemerintah daerah. Karenanya, Wikan menekankan, kebersamaan harus dibangun antara PTV dan DUDI.

"Paket menu link and match pada intinya adalah keterlibatan DUDI dalam semua aspek penyelenggaraan pendidikan vokasi. Kita masak bersama menu yang dibutuhkan industri," ujar Wikan.

Wikan justru mempertanyakan jika ada PTV yang program D-4 yang dimiliki justru kurang diminati mahasiswa. Menurutnya, kondisi tersebut terjadi karena perguruan tinggi tidak bisa menjalin kerjasama dengan industri.

"Kalau industri menerima D-4, maka tidak perlu lagi memberikan pelatihan. Karena sejak awal sudah ikut terlibat dalam pendidikan vokasi. Kalau D-3 lebih aplikatif dibanding D-4, itu artinya kampus tidak bisa kerja sama dengan industri," katanya dalam diskusi program Fellowship Jurnalis Pendidikan yang digelar Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP), Jumat (5/3/2021). (*)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved