Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Human Interest

Sri Sutini Nambal Ban Sejak Suami Buta, Demi Biayai Anak Kuliah di USM

Demi menghidupi keluarga Sri Sutini (41) menekuni pekerjaan sebagai tukang tambal ban. 

Penulis: iwan Arifianto | Editor: Daniel Ari Purnomo

Penulis : Iwan Arifianto

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG -  Demi menghidupi keluarga Sri Sutini (41) menekuni pekerjaan sebagai tukang tambal ban

Hal itu dilakukan sejak suaminya alami kebutaan permanen empat tahun lalu. 

Sejak itu otomatis dia jadi tulang punggung keluarga.

Siang itu, Kota Semarang begitu terik.

Kedua tangan Sri tengah sibuk mengaitkan tali tambang sepanjang sekira 1 meter ke kompresor.

Sri Sutini (41) Ibu satu anak membuka jasa tambal ban akibat suaminya alami kebutaan sehingga tak lagi bisa bekerja di Jalan Tambak Dalam Raya, Gayamsari, Kota Semarang atau di sisi timur SPBU Masjid Agung Semarang, Senin (9/3/2021).
Sri Sutini (41) Ibu satu anak membuka jasa tambal ban akibat suaminya alami kebutaan sehingga tak lagi bisa bekerja di Jalan Tambak Dalam Raya, Gayamsari, Kota Semarang atau di sisi timur SPBU Masjid Agung Semarang, Senin (9/3/2021). (Tribun Jateng/ Iwan Arifianto)

Sekali hentak, mesin tersebut hidup.

Dengan cekatan Sri menarik kabel oranye lalu memasangnya di pentil ban motor mikik seorang konsumen. 

"Kalau tidak nambal, lumayan ngumpulin seribu dua ribu pelanggan yang mengisi angin," ujarnya kepada Tribunjateng.com, Senin (8/3/2021).

Dia membuka jasa tambal ban di lapak sederhana pertigaan Jalan Tambak Dalam Raya, Gayamsari, Kota Semarang atau di sisi timur SPBU Masjid Agung Semarang

Dia melakoni pekerjaan itu sejak empat tahun lalu. 

Kemampuannya diperoleh secara ototidak saat membantu suaminya bekerja sebagai tukang tambal ban selama 20 tahun. 

Tak heran dia sudah sangat mahir dalam menambal ban. 

Untuk peralatan tambal ban, dari membawa kompresor dan peralatan tambal ban dilakukan secara mandiri.

Dia mendorong gerobak berisi peralatan tersebut dari rumahnya ke lapaknya berjarak kurang lebih 500 meter.

Dia buka setiap hari dari pukul 07.00  hingga 17.30 WIB. 

Sri Sutini (41) Ibu satu anak membuka jasa tambal ban akibat suaminya alami kebutaan sehingga tak lagi bisa bekerja di Jalan Tambak Dalam Raya, Gayamsari, Kota Semarang atau di sisi timur SPBU Masjid Agung Semarang, Senin (9/3/2021).
Sri Sutini (41) Ibu satu anak membuka jasa tambal ban akibat suaminya alami kebutaan sehingga tak lagi bisa bekerja di Jalan Tambak Dalam Raya, Gayamsari, Kota Semarang atau di sisi timur SPBU Masjid Agung Semarang, Senin (9/3/2021). (Tribun Jateng/ Iwan Arifianto)

Waktu salat Duhur dan Asar tambal bannya tutup lantaran dia pulang ke rumah untuk beribadah. 

"Suami sakit, kedua matanya juga buta jadi sudah tak bisa bekerja lagi sejak empat tahun lalu," katanya. 

Dia mengenang, suaminya dahulu bisa bekerja sehat seperti pria lain pada umumnya. 

Tempat usaha tambal bannya cukup ramai bahkan dia harus membantu suaminya untuk melayani pelanggan. 

Semua berubah saat empat tahun lalu ketika tempat usaha suaminya  digusur. 

Mereka lantas pindah ke tempat lain yang tak jauh dari lokasi yang digusur. 

"Sewaktu membangun tempat  baru itu suaminya saya kena musibah. 

Mata kanan terkena jepretan karet  ban saat mengikat bambu dengan tali  karet ban hingga kornea matanya pecah," bebernya. 

Mulai dari saat itulah Sri terpaksa menjalankan usaha bengkel sendirian. 

Sesekali dia memang dibantu oleh anak perempuan satu-satunya.

Namun dia selalu meminta anaknya untuk fokus kuliah dan tak terlalu banyak membantunya di bengkel. 

Sekarang putrinya tersebut duduk di semester 4 Universitas Semarang (USM) jurusan Psikologi. 

Dia bersyukur anaknya selalu mematuhi kata orangtua dan tak pernah malu meski Ibunya hanya tukang tambal ban

"Saya bilang ke anak biar Ibu saja yang kerja. 

Kamu fokus kuliah aja nduk. 

Biar pintar dan sukses ga kaya ibuk," papar Warga Karangingas RT4 RW 4, Siwalan, Gayamsari itu. 

Dia mengungkapkan, penghasilannya sebagai tukang tambal ban rata- rata sehari mampu mengantongi Rp 60 ribu.

Uang tersebut digunakan untuk makan bertiga dan menyisihkan uang buat  biaya anaknya kuliah. 

Pernah dia hanya dapat uang Rp15 ribu dalam sehari. 

Namun dia mengaku, selalu bersyukur dengan rezeki yang diberikan Allah SWT. 

Lantaran dari rezeki selama ini mampu menghidupi keluarga. 

"Gusti Allah sudah baik sama kita jadi harus disyukuri," katanya. 

Saat bekerja, lanjut dia, tak mau dibedakan dengan laki-laki.

Meski demikian, kadang masih ada konsumen yang merasa iba terhadapnya. 

Menurut para konsumen pekerjaan tambal ban seharusnya dilakukan laki-laki sebab terhitung berat. 

"Konsumen kadang kaget kog yang tukang tambal ban perempuan, biasanya kan laki-laki sangar," terangnya. 

Akan tetapi Sri acuh saja, dia tetap semangat menjalani pekerjaan tersebut. 

Tak dipungkiri Sri, adakalanya konsumen memberikan uang lebih saat menambal ban di tempatnya. 

"Tentu berterima kasih namun prinsip saya harus bekerja pantang minta," ungkapnya. 

Hal paling sulit saat bekerja dialaminya saat awal pandemi Covid-19 yang melarang orang beraktivitas. 

Dia ketika itu sempat menutup tempatnya bekerja selama tiga hari. 

Namun selepas itu nekat membuka usaha dengan menerapkan protokol kesehatan memakai masker. 

"Kalau tidak buka ya tidak makan, jadi nekat saja," katanya.

Di  sisi lain, memperingati hari wanita internasional tiap 8 Maret,dia berpesan kepada wanita untuk selalu bekerja keras dan jangan menyerah. 

Meski suami tak lagi bisa bekerja karena sakit tak perlu ragu untuk mengambil alih sebagai tulang punggung keluarga. 

"Wanita harus kuat dan mandiri. 

Tetap semangat dan jangan lupa bersyukur," tandasnya. 

(*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved