Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

2 Murid Tuna Grahita di Semarang Mesum di Dalam Kelas Tepergok Guru, Siswi Hamil: Lihat Video

Tuna Grahita menjadi kelompok rentan pelecehan seksual di Kota Semarang. 

Penulis: iwan Arifianto | Editor: galih permadi
Istimewa via Tribun Jabar
Ilustrasi mesum 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Tuna Grahita menjadi kelompok rentan pelecehan seksual di Kota Semarang

Bendahara Sammi Institut Semarang, Anindha Gauri Naraswari mengatakan,ada dua kasus pelecehan seksual yang menyangkut tuna grahita di Kota Semarang

Kasus pertama, seorang tuna grahita  berusia 15 tahun di sebuah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Islam Luar Biasa setara SD menjadi  pelaku pelecehan seksual terhadap gurunya yang juga seorang disabilitas tuna netra. 

Peristiwa itu terjadi pada tahun 2017.

Dalam kasus ini perlu diketahui, meski memiliki keterbelakangan mental berusia 15 tahun namun anak grahita tetap memiliki hasrat seksual terhadap lawan jenis. 

Dia melanjutkan, kasus itu bermula saat jam istirahat seorang guru wanita MI tersebut sedang berada di ruang kelas. 

Sebenarnya Guru tersebut mengampu kelas tuna netra namun pada saat jam istirahat, pelaku mendatangi kelas korban. 

"Korban dipeluk dari belakang dengan paha dipegang dan dicium. 

Korban kaget karena hal itu dilakukan secara tiba-tiba," katanya kepada Tribunjateng.com, Jumat (19/3/2021).

Korban kaget lantas melaporkan kejadian itu ke wali kelas. 

Dia menyayangkan persoalan itu hanya sampai ke tingkat wali kelas seperti tak ada tindak lanjut sama sekali. 

"Saya juga tanya ke korban kenapa kasus itu tak usut lagi alasannya siswa itu juga sudah pindah," katanya. 

Kasus kedua, lanjut dia, terjadi di SMA LB di Kota Semarang pada tahun 2019.

Berarti, usia para siswa di sekolah tersebut sudah menginjak usia  sekira 25 tahunan. 

Ada dua grahita yang melakukan hubungan seksual di dalam kelas pada waktu jam istirahat. 

Gurunya kaget ada dua siswa grahita tersebut melakukan hubungan seksual lantas menegur mereka. 

"Gurunya sempat bertanya kenapa melakukan hal itu. 

Mereka menjawab karena melihat di video," terangnya. 

Akibat hubungan seksual itu, perempuan grahita hamil

Akhirnya atas kesepakatan dari kedua orangtua kandungan itu digugurkan dengan alasan terlalu repot mengurus calon bayi tersebut. 

"Hal ini menjadi cerminan kurangnya perhatian orangtua dan lingkungan dalam memandang persoalan ini," tuturnya. 

Dia berharap, dari rentetan kasus pelecehan seksual itu ada tindakan hukum walaupun yang melakukan grahita. 

Terutama adanya perlindungan hukum bagi para korban. 

"Kasus pertama tentu adanya perlindungan hukum bagi korban. 

Kasus kedua juga sama korban harus dapat perlindungan hukum. 

Selain itu, grahita berhak memutuskan tindakan terhadap kehamilannya jangan asal digugurkan," terangnya. 

Dia mengungkapkan, para disabilitas menjadi kelompok rentan kejahatan seksual. 

Catatannya, pada tahun 2017 di Kota Semarang telah terjadi kekerasan seksual yang memakan 18 korban. 

Tahun 2018 ada 23 korban. 

Tahun 2019 meningkat 27 korban. 

Pelecehan tersebut didapat dari berbagai lokasi mulai dari lembaga pendidikan  dan fasilitas umum seperti halte. 

"Untuk tahun 2020 belum kami data," terangnya. 

Merujuk data tersebut, ada kenaikan tren kasus kekerasan seksual terhadap para disabilitas selama tiga tahun. 

Dia meyakini angka itu merupakan fenomena gunung es yang masih banyak korban tak berani melaporkan. 

"Kendala utama dari kasus pelecehan bagi disabilitas dianggap sebagai aib sehingga pihak keluarga lebih menyimpan kasus itu alih-alih melaporkan ke pihak terkait," terangnya.

(Iwn)

Berita Heboh Lainnya Klik di Sini

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved