Berita Regional
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Minta Maaf Terkait Telegram Larangan Media Tayangkan Kekerasan Polisi
Ia menegaskan bahwa telegram itu bukan bertujuan membatasi kerja-kerja jurnalistik wartawan media massa terhadap kepolisian.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Terkait surat telegram yang mengatur tentang pelaksanaan peliputan bermuatan kekerasan dan atau kejahatan dalam program siaran jurnalistik, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meminta maaf.
Kapolri memahami mengenai timbulnya penafsiran yang beragam terhadap surat telegram itu.
"Mohon maaf atas terjadinya salah penafsiran yang membuat ketidaknyamanan teman-teman media.
Baca juga: Profil dan Biodata Prof Muradi Guru Besar Ilmu Politik Unpad Lulusan Flinders Australia
Baca juga: Fitri Fatmawati Meninggal Kecelakaan di Bandungan, Komunitas Mahasiswa Pati Berduka
Baca juga: Mbak Dinda Bius Sopir Mobil Rental Pakai Obat Tetes Mata di Semarang
Baca juga: Kecelakaan Karambol 2 Mobil Vs Bus Sumber Selamat di Solo: Seperti Suara Ledakan
Sekali lagi kami selalu butuh koreksi dari teman-teman media dan eksternal untuk perbaikan insititusi Polri agar bisa jadi lebih baik," kata Sigit dalam keterangannya, Selasa (6/4/2021).
Sigit menjelaskan, semangat yang mendasari penerbitan telegram tersebut, yaitu agar jajaran kepolisian tidak bertindak arogan atau menjalankan tugas sesuai standar prosedur operasional yang berlaku.
Lewat telegram itu, kata Sigit, ia menginstruksikan agar seluruh personel kepolisian tetap bertindak tegas, tetapi juga mengedepankan sisi humanis dalam menegakan hukum di masyarakat.
"Arahan saya ingin Polri bisa tampil tegas namun humanis.
Namun kami lihat di tayangan media masih banyak terlihat tampilan anggota yang arogan, oleh karena itu tolong anggota untuk lebih berhati-hati dalam bersikap di lapangan," ujar Sigit.
Menurut Sigit, perilaku anggota kepolisian selalu disorot oleh masyarakat.
Perbuatan arogan oknum polisi dapat merusak citra Polri yang saat ini sedang berusaha menuju untuk lebih baik dan profesional.
"Masih sering terlihat anggota tampil arogan dalam siaran liputan di media, hal-hal seperti itu agar diperbaiki sehingga tampilan anggota semakin terlihat baik, tegas namun humanis," kata dia.
Sigit mengakui telegram itu menimbulkan perbedaan persepsi di kalangan pers.
Ia menegaskan bahwa telegram itu bukan bertujuan membatasi kerja-kerja jurnalistik wartawan media massa terhadap kepolisian.
"Bukan melarang media untuk tidak boleh merekam atau mengambil gambar anggota yang arogan atau melakukan pelanggaran," ucapnya.
Sigit mengatakan, Korps Bhayangkara masih memerlukan kritik dan saran dari seluruh elemen masyarakat.
Sigit pun menyatakan, Polri menghormati peran media sebagai salah satu pilar demokrasi.
Surat telegram nomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021 itu sebelumnya diteken Kapolri pada 5 April 2021.
Telegram berisikan 11 poin tentang pelaksanaan peliputan bermuatan kekerasan/dan atau kejahatan dalam program siaran jurnalistik.
Salah satu isinya yaitu melarang media menyiarkan tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan.
Oleh sebab itu, media diimbau menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas tetapi humanis.
Surat Telegram itu kemudian dicabut melalui Surat Telegram Kapolri nomor ST/759/IV/HUM.3.4.5./2021 yang ditandatangani Kadiv Humas Polri Irjen (Pol) Argo Yuwono atas nama Kapolri. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kapolri Minta Maaf soal Telegram Larangan Media Tayangkan Kekerasan Polisi"
Baca juga: Nur Bingung Saldo Tiba-Tiba Berkurang Rp 51 Juta: Padahal Kartu ATM dan HP M-Banking di Tangan Saya
Baca juga: Seorang Guru SD Tanam 400 Pohon Ganja di Kebun Cabai, Untuk Usir Hama Katanya
Baca juga: Pengacara Habib Rizieq Mengaku Terduga Teroris Condet Sudah Dipecat FPI karena Antek Intelijen
Baca juga: Karena Baru Melahirkan, Wanita Ini Batal Dicambuk 100 Kali, Hukumannya Ditunda 120 Hari