Liputan Khusus
Gila! Rombongan Gelandangan Pengemis Sehari Bisa Raup Rp 10 Juta
Jangan heran rombongan pengemis gelandangan bisa meraup Rp 10 juta dalam sehari. Ternyata begini cara kerjanya.
Berbondong-bondong
"Mereka kalau datang berbondong-bondong. Itu dari yang tua sampai yang bayi pun ada. Kalau yang bayi digendong biasanya diminumi obat tidur dulu, biar enggak rewel," ujarnya.
Gepeng yang mengemis di sekitar Masjid Kauman Semarang datang dari berbagai penjuru arah. Bisa dari Jalan Kolonel Sugiono, Jalan Bangunharjo, dan Jalan Kauman. Entah mereka dari mana aslinya.
"Berdasarkan pengalaman saya berjualan di sini, mereka datang dari tiga penjuru jalan. Bisa dari Jalan Kolonel Sugiono, Bangunharjo, dan Kauman. Kalau salat Jumat belum dimulai, mereka akan mengemis di kampung-kampung," paparnya.
Dulu orang di Kauman menyebut mereka sebagai Waladdollin atau tersesat. Anehnya, pada gepeng ini mengetahui agenda di masjid. "Mereka mengejar nasi bungkus atau nasi kotak yang dibagikan takmir masjid. Seringkali dhuafa yang tinggal di sekitar Kauman justru tidak kebagian," bebernya.
Rombongan gepeng itu didrop atau diturunkan dari mobil di dekat Kantor Pos dan di Jalan Pemuda Semarang. "Sering lihat. Rata-rata mereka komplit. Ada orang tua, remaja, anak-anak, ibu-ibu. Paling banyak ibu-ibunya. Kalau mereka datangnya dari arah Jalan Kolonel Sugiono," ucap Jumari seorang pembuat plat nomor dekat Pandansari.
Menurut Jumari, kedatangan gepeng kerap terjadi pada pagi hari. Kemudian pulang ketika menjelang petang. Namun, dirinya kurang begitu mengetahui lokasi penjemputan mereka. "Kadang saya tahu mereka kalau sore lewat sini. Bergerombol juga. Tapi dijemputnya dimana kurang tahu. Kemungkinan mereka naik angkutan umum," tutur dia.
Orang-orang menyebut dalam sehari kelompok gepeng itu bisa menghimpun uang hasil meminta-minta lebih dari Rp 10 juta. Tapi Jumari tak bisa memastikan karena tak mungkin bisa menghitung uang mereka. Sedangkan pengemis itu jika ditanya dari mana asalnya, hanya dijawab dengan anggukan.
Marjito seorang pengendara mobil mengatakan, tidak keberatan jika ada orang peminta-minta di pertempatan jalan. Yang penting mereka tidak mengganggu arus lalulintas, dan memang betul-betul untuk kebutuhan makan. "Jangan sampai kita memberi ke orang salah sasaran. Rupanya mereka orang berduit dan mengemis dijadikan sebagai profesi. Dan jangan memaksa ke pengendara," kata Marjito seorang sopir taksi online.
Lain halnya dengan Abdullah seorang sopir mobil pribadi. "Kalau saya jarang kasih uang ke peminta-minta. Waktu di lampu merah justru saya manfaatkan untuk baca whatstap atau telepon penting. "Dan sebenarnya kan kita dilarang memberi ke pengemis di jalanan. Kalau mau infaq atau sedekah sudah banyak tempatnya," terang Abdullah. (tim)