Berita Regional
Kisah Sukses Mujiono Dapat Berkah Tanam Porang: Bisa Buat Beli Tanah Hingga Bangun Rumah
Sudah tidak diragukan lagi, saat ini komoditas porang sedang naik daun di berbagai wilayah di Indonesia, dan Kabupaten Madiun pun porang ibarat emas
TRIBUNJATENG.COM, MADIUN - Ada banyak kisah sukses dari para petani porang di Kabupaten Madiun.
Sudah tidak diragukan lagi, saat ini komoditas porang sedang naik daun di berbagai wilayah di Indonesia, dan Kabupaten Madiun pun porang ibarat 'emas hijau' yang hampir tidak membawa kerugian bagi penanamnya.
Seperti yang patut disimak dari penuturan seorang warga Durenan, Kecamatan Gemarang, Kabupaten Madiun, bernama Mujiono (56) ini. Pria berkumis tebal ini mengaku sudah 27 tahun menanam porang.
Ayah dua anak ini sudah meraup keuntungan ratusan juta selama menanam porang.
Uang tersebut ia gunakan untuk membeli tanah dan juga membangun rumah.
Seakan tidak ada ruginya, setiap panen ia selalu bisa membeli sesuatu.
Padahal puluhan tahun silam, porang masih dianggap tanaman liar dan hanya segelintir warga yang membudidayakannya.
"Saya sudah menanam porang sejak 1994, waktu itu harganya masih Rp 2.000 per KG," kenang Mujiono, saat ditemui di rumahnya, Senin (12/4/2021) siang.
Mujiono mengaku tidak mengeluarkan modal saat pertama kali menanam porang.
Bibit porang ia ambil di hutan di lereng Gunung Wilis, di dekat desanya.
"Modalnya nggak ada, bibitnya saya cari langsung di hutan," jelasnya.
Mujiono mengatakan, awalnya ia menanam porang di lahan seluas 10 X 20 meter.
Setiap tahun, ia menambah luasan lahan tanaman porang, sampai memiliki setengah hektare lahan yang ditanami 4.900 batang porang sekarang.
"Mulai 2015, setiap kali panen saya bisa mendapatkan Rp 35 hingga Rp 36 juta," kata Mujiono.
Mujiono mengatakan, keuntungan atau hasil panennya ia gunakan untuk membeli tanah, membangun rumah, serta membiayai sekolah anaknya.
"Uangnya saya belikan tanah, sekarang sudah punya delapan bidang tanah, saya tanam porang semua. Sebagian uang itu saya pakai untuk membangun rumah," tambahnya.
Mujiono menuturkan, menanam porang jauh lebih menguntungkan dibandingkan menanam ketela atau jagung, asalkan perawatannya benar.
Bahkan ia mengatakan perawatan porang terbilang lebih mudah bila dibandingkan tanaman lainnya.
"Lebih mudah perawatannya, cuma diberi pupuk kandang saja," kata Mujiono.
Di desanya, Mujiono sudah bisa disebut petani porang 'kawakan' alias berpengalaman.
Karena itu ia tidak hanya menanam porang, karena di lahan miliknya juga ditanami pohon cokelat, mangga, durian, jengkol atau cengkeh.
Dan tanaman porang ditanam di bawah pohon tegakan.
Pengakuan Mujiono dibenarkan oleh Kepala Desa Durenan, Purnama (50).
Purnama mengatakan, 98 persen warganya merupakan petani, dan sebagian besar menanam porang, selain menanam durian, alpukat, cengkeh, dan cokelat.
"Untuk wilayah Desa Durenan, jumlah lahan milik warga yang ditanami porang ada sekitar 200 hektare. Dan ada sekitar 149 hektar elahan kawasan hutan milik perhutani yang ditanami porang oleh warga," kata Purnama.
Ia mengatakan, pengembang porang di Desa Durenan sudah mulai berjalan sekitar 10 tahun terakhir.
Namun para petani baru serius menggarap sekitar tiga tahun lalu.
Saat ini, Desa Durenan mampu menghasilkan 300 hingga 400 ton umbi dan katak untuk setiap musim panen per tahun.
Jumlah tersebut meningkat setiap tahunnya.
Purnama mengatakan, porang merupakan komoditi yang menjanjikan.
Namun meski perawatannya mudah, modalnya juga lumayan besar untuk membeli bibit.
Ini berbeda dengan ketika kali pertama Mujiono menanam porang, di mana bibit bisa ditemukan gratis di hutan.
Dikatakan Purnama, untuk satu hektare lahan dibutuhkan modal sekitar Rp 55 hingga Rp 60 juta.
Ketika panen, petani bisa memperoleh Rp 300 juta lebih.
"Bahkan sebelah rumah saya, ia beli bibit Rp 12 juta, ketika panen dijual laku Rp 55 juta," urainya.
Ia mengklaim, angka kemiskinan di desanya semakin turun dan sebaliknya kesejahteraan warga semakin meningkat.
Dengan begitu, pantas bila lahan porang disebut bak tambang emas bagi mereka yang tekun membudidayakanya.
"Terbukti saat pandemi, ada 68 warga Desa Durenan yang membangun rumah berkat panen porang 2020 kemarin. Artinya ketika seluruh warga menanam porang, kita bisa melibas angka kemiskinan. Dan ketika kualitas porang terjaga, pasar pasti membutuhkan," jelasnya.
Dan berkat porang pula, selama pandemi banyak warga desanya kembali dari perantauan dan menanam porang di kampung halamannya.
Ia berharap, ke depan tidak ada lagi warganya yang merantau dan memilih menanam porang di desa.
Purnama juga memiliki lahan atau kebun porang seluas 2,8 hektare.
Di lahan tersebut ia menanam sebanyak 38.000 batang pohon porang.
"Ini sudah ditawar Rp 825 juta, tetapi saya minta Rp 1,2 miliar. Perkiraan ada sekitar 38.000 pohon. Kalau satu pohon bisa menghasilkan 4 KG dan saat ini harga per kilo Rp 10.000, semua bisa laku 1,5 miliar," katanya sambil tersenyum.
Seperti halnya warga desanya, Purnama juga sudah mendapatkan banyak manfaat secara finansial sejak menanam porang.
Berkat porang, ia bisa membeli dua unit mobil dan lima motor, serta membangun rumahnya.
Purnama menambahkan, saat ini masih ada sekitar 500 hektare lahan yang belum ditanami porang.
Luas lahan tersebut sebagian milik petani pribadi, dan sebagian merupakan lahan Perhutani yang dikelola oleh warga desa setempat.
Bantuan Modal Tanpa Agunan
Untuk membantu masalah permodalan, BNI memiliki program bantuan permodalan melalui skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) khusus petani porang.
Dana KUR pertanian yang dikucurkan BNI bagi petani porang di Desa Durenan mencapai Rp 5,2 miliar.
Purnama menjelaskan, petani porang di desanya yang mendaftar untuk mendapat bantuan permodalan melalui skema KUR tahun ini ada sekitar 500 orang.
Namun setelah dilakukan verifikasi hanya sekitar 200 petani yang bisa mendapatkan bantuan permodalan dari bank pemerintah itu.
Nantinya, bantuan permodalan KUR ini akan dimanfaatkan untuk pengembangan tanaman porang.
Masing-masing petani akan mengambil pinjaman sesuai kemampuan dan luas lahan tanam porang yang dimiliki.
“Pinjamannya sesuai kebutuhan saja. Ini bertujuan agar pinjaman digunakan sesuai dengan kebutuhan saja, tidak digunakan untuk membeli kebutuhan yang lain,” jelasnya.
Menurutnya, para petani di desanya sangat antusias dengan pinjaman permodalan ini.
Karena rata-rata para petani sudah merasakan manfaat dari penanaman porang.
Sehingga mereka ingin mengembangkan lahan tanam porang.
Sementara perwakilan dari BNI Caruban, Ahmed Noorsyam Hidayat mengatakan, bantuan KUR pertanian ini memiliki limit kredit maksimal Rp 50 juta.
Jumlah petani di Desa Durenan yang akan menerima KUR pertanian ini sekitar 200 orang.
Sebagian besar warga mengajukan permohonan KUR Rp 10 juta hingga Rp 40 juta.
“Sebenarnya maksimal pengajuan Rp 50 juta. Tetapi karena ini baru pertama kali, jadi kami batasi Rp 40 juta dahulu,” kata Ahmed.
Ahmed menyampaikan, pinjaman modal ini tanpa agunan.
Untuk pembayarannya dilakukan saat panen atau pasca panen, sehingga petani tidak perlu mengangsur setiap bulan.
“Saat masa tanam, kami biayai. Kemudian saat panen, petani akan menghubungi kami untuk pelunasan. Bunganya juga seperti KUR yang lain, hanya enam persen per tahun,” jelas Ahmed.
Ahmed menambahkan, untuk wilayah Desa Durenan, tahun ini BNI menyalurkan KUR pertanian bagi petani porang sebesar Rp 5,2 miliar. Pada 2020 lalu, BNI menyalurkan KUR pertanian untuk petani porang sebesar Rp 23,059 miliar.
“Ini merupakan upaya pemerintah untuk membantu para petani porang mengembangkan pertaniannya,” kata Ahmed.
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Lahan Porang Jadi Tambang Emas di Madiun, Banyak Warga Perantauan Kembali dan Kikis Kemiskinan,