Ngopi Pagi
FOKUS: THR Sebelum Hari Kemenangan
Membayar tunjangan hari raya (THR) merupakan kewajiban setiap pengusaha setiap menjelang Lebaran
Penulis: Abduh Imanulhaq | Editor: iswidodo
Ditulis oleh Abduh Imanulhaq
TRIBUNJATENG.COM - Membayar tunjangan hari raya (THR) merupakan kewajiban setiap pengusaha setiap menjelang Lebaran. Secara umum, pemerintah sudah mengaturnya dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 6/2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Dibandingkan aturan sebelumnya, ada perubahan mendasar yang tercantum di Permenaker tersebut. Semula pemberian THR kalau masa kerja sudah mencapai 3 bulan. Kemudian diatur bahwa karyawan atau buruh yang telah bekerja minimal sebulan, sudah berhak menikmatinya.
Porsi THR bagi karyawan yang baru bekerja 1 bulan dengan pekerja yang telah berkarya tahunan tentu berbeda. Bagi mereka yang telah bekerja lebih dari setahun akan mendapat THR minimal satu bulan upah.
Karyawan yang bekerja kurang dari setahun atau dalam bahasa undang-undang mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan, mendapatkannya secara proporsional. Ada rumus khusus mengenai pembagian ini, yakni dengan menghitung masa kerja dan besaran upah satu bulan.
Tahun ini, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah sudah menerbitkan Surat Edaran (SE) tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2021. Surat ini kembali menekankan agar THR pekerja/buruh di perusahaan wajib dibayarkan maksimal 7 hari sebelum Lebaran.
SE ini ditujukan kepada gubernur di seluruh Indonesia. Menaker juga meminta agar perusahaan membayarkan THR pekerja tahun 2021 secara penuh.
Berarti tak lagi dicicil atau dipotong seperti tahun lalu. Sebab, tahun 2020 pemerintah telah memberi banyak keringanan dan stimulus kepada para pengusaha.
Kita tahu, masih banyak perusahaan yang terdampak pandemi Covid-19. Akibatnya, tidak mampu memberikan THR sesuai waktu yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Menaker berharap gubernur dan bupati/wali kota memberi solusi dengan mewajibkan pengusaha melakukan dialog dengan pekerja. Tujuannya mencapai kesepakatan yang dilaksanakan secara kekeluargaan dan dengan iktikad baik.
Perusahaan bersangkutan juga harus dapat membuktikan ketidakmampuan untuk membayar THR sesuai waktu yang ditentukan berdasarkan laporan keuangan internal 2 tahun terakhir secara transparan. Jadi tidak bisa seenaknya mengaku kesulitan keuangan tapi pemilik dan keluarga masih bisa berfoya-foya.
Ada semangat kesetiakawanan sosial yang menjadi misi pemberian THR ini. Kita tahu bahwa setiap menjelang hari raya, pengeluaran keluarga menjadi lebih besar dari biasa.
Keberadaan THR ini membantu pekerja atau buruh merayakan Hari Kemenangan bersama keluarganya. Meskipun mudik resmi dilarang, pengeluaran besar tetap tak terelakkan.
Sesuai aturan, THR paling lambat dibayarkan tujuh hari menjelang hari raya keagamaan atau H-7 Lebaran. Namun, pemerintah selalu menyarankan bahwa jauh lebih baik jika diberikan dua minggu sebelumnya atau H-14 Lebaran.
Saran serupa juga disampaikan kalangan legislatif. Tentu anjuran ini bukan tanpa alasan karena memang lebih cepat lebih baik dalam urusan penganggaran.
Terlebih Permenaker sudah menetapkan sanksi berupa denda bagi mereka yang telat membayarkan THR. Denda ini tak menghilangkan kewajiban pengusaha memberikan tunjangan hari raya tersebut.
Misi lain daripada pemberian THR ini adalah mendongkrak daya beli masyarakat yang pada gilirannya memutar roda perekonomian. Keyakinan Menteri Keuangan Sri Mulyani ini juga diamini para ekonom yang melihat bahwa lebih dari separuh ekonomi Indonesia disusun oleh konsumsi masyarakat. (*)