Khotbah Jumat
Khutbah Jumat Singkat Inti Makna Iman dan Ihtisab Puasa Ramadhan
Berikut materi khutbah jumat singkat dengan tema Inti Makna Iman dan Ihtisab Puasa Ramadhan yang dikutip dari YPKPI Masjid Raya Baiturrrahman Semarang
Penulis: Muhammad Khoiru Anas | Editor: abduh imanulhaq
Dari Abu Hurairah RA, bahwa Nabi SAW bersabda;
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ [وفي رواية]: مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
[رواه البخاري ومسلم]
"Siapa saja yang berpuasa ramadhan dengan dasar iman, dan berharap pahala dan ridha Allah, maka dosanya yang lalu pasti diampuni." (Dalam riwayat lain), siapa saja yang melakukan qiyam (di malam hari) Ramadhan dengan dasar iman, dan berharap pahala dan ridha Allah, maka dosanya yang lalu pasti diampuni." (HR. Bukhari & Muslim)
Menjelaskan hadis ini, Al Hâfidz Ibn Hajar menuturkan dalam kitabnya, Fath al Bari;
اَلْمُراَدُ بِالإِيْمَانِن : الاِعْتِقَادُ بِفَرْضِيَّةِ صَوْمِهِ. وَبِالاِحْتِسَابِ: طَلَبُ الثَّوَابِ مِنَ اللهِ تَعَالَى. وَقَالَ اَلْخَطَّابِيْ: اِحْتِسَابًا أَيْ : عَزِيْمَةً، وَهُوَ أَنْ يَصُوْمَهُ عَلَى مَعْنَى الرَّغْبَةِ فِيْ ثَوَابِهِ طَيِّبَةَ نَفْسِهِ بِذَلِكَ غَيْرَ مُسْتَثْقِلٍ لِصِيَامِهِ وَلاَ مُسْتَطِيْلٍ لأَيَامِهِ. اهـ
"Maksud dari lafadz 'Imanan' adalah meyakini kewajiban puasanya (Ramadhan).
Sedangkan maksud lafadz 'Ihtisaban' adalah mencari pahala dari Allah SWT.
Al Khatthabi berkata, 'Ihtisaban' maksudnya 'Azimah' yaitu berpuasa dengan konotasi mengharapkan pahala-Nya, dengan jiwa bersih terhadapnya, tidak merasa berat menjalankan puasa, dan mengulur-ulur harinya."
Sedangkan Al Manawi menjelaskan, dalam kitab Faidh Al Qadir;
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَاناً: تَصْدِيْقاً بِثَوَابِ اللهِ أَوْ أَنَّهُ حَقٌّ، وَاحْتِسَاباً لأَمْرِ اللهِ بِهِ، طَالِباً الأَجْرَ أَوْ إِرَادَةَ وَجْهِ اللهِ، لاَ لِنَحْوِ رِيَاءَ، فَقَدْ يَفْعَلُ المُكَلَّفُ الشَّيْءَ مُعْتَقِدًا أَنَّهُ صَادِقٌ لَكِنَّهُ لَا يَفْعَلُهُ مُخْلِصاً بَلْ لِنَحْوِ خَوْفٍ أَوْ رِيَاءَ
"Siapa saja yang puasa ramadhan dengan 'imanan', yaitu membenarkan pahala Allah, bahwa pahala itu benar, dan dengan 'ihtisaban' semata karena menunaikan perintah Allah, dengan mengharap pahala, atau berharap kepada Allah, bukan untuk tujuan riya’ (ditunjukkan kepada selain Allah).
Sebab, kadang seorang mukallaf melakukan sesuatu, dia yakin bahwa itu benar, tetapi dia tidak melakukannya dengan ikhlas, namun karena takut atau riya.
Imam An Nawawi juga menjelaskan hadis di atas dengan menyatakan;
مَعْنَى إِيْمَاناً: تَصْدِيْقاً بِأَنَّهُ حَقٌّ مُقْتَصِدٌ فَضِيْلَتُهُ، وَمَعْنَى اِحْتِسَاباً، أَنَّهُ يُرِيْدُ اللهَ تَعَالَى لاَ يَقْصُدُ رُؤْيَةَ النَّاسِ وَلاَ غَيْرَ ذَلِكَ مِمَّا يُخَالِفُ الإِخْلاَصَ