Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Virus Corona di India

Benarkah Tsunami Virus Corona di India dapat Berdampak bagi Seluruh Dunia, Ini Kata Para Ahli

Para ahli memperingatkan, tsunami virus corona di India dapat berdampak besar bagi seluruh dunia, sebagaimana dilansir New Zealand Herald

AP PHOTO/ALTAF QADRI
Anggota keluarga korban Covid-19 menyiapkan tumpukan kayu untuk kremasi jenazah anggota keluarga yang meninggal di krematorium di New Delhi, India. 

TRIBUNJATENG.COM, NEW DELHI -- Sebelum covid-19 di India mengganas, para ahli telah memperingatkan selama berbulan-bulan sebelumnya bahwa negara itu bisa menjadi ancaman yang semakin besar bagi perang global melawan virus corona.

Kini, ketakutan itu telah terwujud. India telah digulung tsunami covid-19 dengan melonjaknya jumlah kasus harian, meroketnya jumlah kematian, dan menipisnya pasokan kebutuhan medis.

Para ahli memperingatkan, tsunami virus corona di India dapat berdampak besar bagi seluruh dunia, sebagaimana dilansir New Zealand Herald, Rabu (28/4).

Pada Minggu (25/4), India melaporkan 352.991 kasus covid-19 terbaru, jumlah kasus virus corona terbanyak dalam sehari dari seluruh negara di dunia.

Sehari setelahnya, pada Senin (26/4), India kembali melaporkan 323.000 kasus covid-19, dan 2.771 kematian dalam sehari, tanpa tanda-tanda melambat.

Pada Selasa (27/4), India kembali mencatatkan lonjakan tambahan kasus covid-19 mencapai 362.902. Angka itu menyumbang lonjakan kasus global menjadi 149,3 juta, dengan menewaskan lebih dari 3,1 juta orang di seluruh dunia.

Kini, jumlah kasus covid-19 di India sejak pandemi dimulai tercatat sekitar 17,6 juta kasus dengan angka kematian akibat virus corona mencapai lebih dari 200.000 jiwa.

Meski demikian, para profesional kesehatan menuduh Pemerintah India menyembunyikan jumlah sebenarnya kematian covid-19 di seluruh negeri.

"Semua panah (indikasi kasus-Red) menunjuk ke kegelapan (dampak covid-Red) yang nyata," ujar ahli epidemiologi dan biostatistik Universitas Michigan, Bhramer Mukherjee, kepada Atlantic.

Di sisi lain, di India terdapat produsen vaksin terbesar di dunia, Serum Institute of India. Perusahaan tersebut menyediakan vaksin ke 92 negara di dunia.

Namun, progres vaksinasi covid-19 di India sangat lambat. Kini, India membatasi ekspor vaksin ke luar negeri untuk dialihkan ke kepentingan domestik.

Serum Institute of India, yang juga memproduksi vaksin AstraZeneca, menyatakan, belum bisa memenuhi komitmen internasionalnya jika pasokan di dalam negeri tidak terpenuhi.

Selain itu, covid-19 terus bermutasi. Para ahli khawatir mutasi terbaru virus corona yang akan datang dapat mendorong lonjakan kasus yang semakin parah di India.

Mutasi itu turut memicu kekhawatiran situasi yang sama akan segera menyebar lebih jauh di seluruh dunia.

Padahal, upaya untuk membatasi penyebaran varian B.1.617, biasa disebut mutasi ganda, yang berasal dari India, belum cukup untuk mencegah pendeteksiannya di setidaknya 10 negara, termasuk Inggris dan Amerika Serikat (AS).

Berbicara kepada Business Insider, Mukherjee mengatakan, perayaan 'kemenangan' prematur harus menjadi peringatan bagi negara-negara lain yang mengalami penurunan jumlah kasus.

"Mutasi ganda (covid-19) itu sekarang ada di California, di Inggris, dan varian serupa akan beredar di seluruh dunia. Ini benar-benar masalah global,” ujarnya.

Media-media lokal melaporkan situasi covid-19 di India semakin parah. Antrean pasien yang mengular di rumah sakit, kehabisan oksigen, dan penumpukan jenazah di krematorium menjadi berita sehari-hari.

Para ahli berpendapat, situasi mungkin tidak seburuk itu jika India lebih cepat mendistribusikan vaksin lokalnya, dan tidak melonggarkan pembatasan jarak sosial.

Namun, pemerintah India lengah setelah melihat merasa mampu mengendalikan covid-19 pada akhir tahun lalu hingga awal tahun ini.

"Banyak orang pada Desember dan Januari berpikir, 'Oh, ini sudah terkendali'. Itu ternyata hanya keangkuhan. Beberapa orang, termasuk saya, telah memperingatkan bahwa virus itu benar-benar bisa menggigit balik,” kata ahli epidemiologi dari Universitas Toronto, Prabhat Jha.

Asisten Profesor di Universitas Kedokteran South Carolina, Krutika Kuppalli, memperingatkan bahwa jika India tidak mampu mengendalikan covid-19, itu akan memengaruhi seluruh dunia.

"Kami dapat memberlakukan semua pembatasan perjalanan, tetapi itu tidak akan mencegah mutasi virus corona mencapai tempat lain,” ucapnya.
17 negara

Adapun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, varian covid-19 yang pertama kali ditemukan di India, telah terdeteksi di lebih dari selusin negara.

Berdasarkan database yang diunggah di GIASID Initiative, varian B1617 dari covid-19 telah terdeteksi di 17 negara.

Terdapat 1.200 rentetan kasus atau sequences yang diunggah di GIASID Initiative, yang sebagian besar dari India, Inggris, AS, dan Singapura.

"Sebagian besar sequences diunggah dari India, Inggris Raya, AS, dan Singapura," kata WHO, dalam pembaruan epidemiologis mingguan tentang covid-19, dikutip dari Channel News Asia.

WHO menambahkan, baru-baru ini pihaknya mencantumkan varian B1617 sebagai garis keturunan dengan mutasi dan karakteristik yang sedikit berbeda, yang disebutnya variant of interest (VoI).

Adapun label itu juga merupakan penunjuk bahwa varian tersebut lebih berbahaya daripada versi asli virus. Misalnya karena lebih mudah menular, mematikan, atau mampu menghindari perlindungan dari vaksin.

WHO mengakui, enelitian awal yang dikirimkan ke GIASID Initiative, menujukkan bahwa varian B1617 memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi daripada varian lain yang beredar di India.

Ditekankan bahwa varian lain yang beredar pada saat yang sama juga menunjukkan peningkatan transmisi, dan kombinasi tersebut.

Varian lain itu kemungkinan besar juga memainkan peran dalam lonjakan kasus yang terjadi di India.

"Memang, penelitian telah menyoroti bahwa penyebaran gelombang kedua jauh lebih cepat daripada yang pertama," papar WHO.

Meskipun begitu, laporan itu menyoroti bahwa ada hal lain yang berkontribusi terhadap lonjakan kasus, termasuk ketidakpatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan, serta tak menghindari pertemuan publik.

"Penyelidikan lebih lanjut diperlukan untuk memahami kontribusi relatif dari faktor-faktor ini," terang WHO.

Badan PBB itu menekankan bahwa studi lebih lanjut yang kuat ke dalam karakteristik B1617 dan varian lain, termasuk dampak pada penularan, keparahan dan risiko infeksi ulang, sangat dibutuhkan. (Kompas.com/Tribunnews)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved