Berita Korea Utara
Gaya Rambut Anda Mirip Bintang Kpop? Anda bisa Dihukum 15 tahun Bahkan Bisa Dihukum Mati
Korea Utara (Korut) baru-baru ini memperkenalkan undang-undang baru untuk membasmi segala jenis pengaruh asing.
TRIBUNJATENG.COM, PYONGYANG -- Korea Utara (Korut) baru-baru ini memperkenalkan undang-undang baru untuk membasmi segala jenis pengaruh asing.
Negara yang dipimpin Kim Jong Un itu akan menghukum dengan keras siapa saja yang mengonsumsi film, memakai pakaian, hingga bercakap dengan bahasa gaul asing.
Bayangkan berada dalam kondisi lockdown yang konstan, tanpa internet, media sosial, dan hanya segelintir saluran televisi yang dikendalikan negara, yang dirancang untuk memberi tahu apa yang para pemimpin negara ingin rakyat dengar. Itulah kehidupan di Korut.
Kehidupan warga di Korut memang dirancang untuk dikendalikan. Laporan terbaru BBC menyebut, Korut sedang melakukan 'perang tanpa senjata', dengan ide yang dinilai 'sangat reaksioner' dan di luar nalar.
Siapa pun yang tertangkap sedang mengonsumsi hal dari Korea Selatan (Korsel), AS, atau Jepang, harus bersiap menghadapi hukuman mati.
Paling ringan, mereka yang tertangkap menonton harus menghadapi kamp penjara selama 15 tahun lamanya.
Sebelumnya, Kim memang menulis surat di media pemerintah, yang berisi seruan bagi Liga Pemuda Korut, untuk menindak perilaku tidak menyenangkan, individualistis, dan anti-sosialis di kalangan anak muda.
Singkatnya, pemimpin kelahiran 8 Januari 1984 itu ingin menghentikan pembicaraan, gaya rambut, dan pakaian yang berafiliasi dengan budaya asing.
Masih melansir laporan BBC, Kim Jong Un menyebut, semua budaya pop asing sebagai racun berbahaya.
Baru-baru ini, The Daily NK, publikasi online di Seoul, melaporkan tiga remaja Korea Utara dikirim ke kamp pendidikan ulang karena memotong rambutnya seperti idola K-pop, dan mengikat celana mereka di atas mata kaki.
Analis menyebut, pemimpin berusia 37 tahun itu jelas tidak melakukan perang dengan pasukan dan senjata nuklir atau rudal, tapi sedang perang melawan kebudayaan.
Apa yang dilakukannya jelas punya tujuan khusus, yakni menghentikan informasi dari negara luar. Khususnya, informasi yang menjelekkan Korut.
Karena itulah, putra Kim Jong Il itu berusaha menutup semua yang berasal dari luar, tak hanya informasi, tapi budaya.
Tak ada celah sedikitpun untuk dikonsumsi anak muda Korut. Isolasi yang dipaksakan itu sebenarnya malah memperburuk ekonomi yang sudah gagal. Apalagi setelah semua uang disalurkan ke dalam ambisi nuklir rezim.
Awal tahun ini, Kim mengakui, rakyatnya menghadapi situasi terburuk. Jutaan orang diperkirakan akan mengalami kelaparan.
Kim ingin memastikan mereka diberi makan propaganda negara yang dibuat dengan hati-hati, daripada mendapatkan sekilas kehidupan mewah yang digambarkan dalam K-drama, sebutan untuk drama-drama dari Korsel, yang berlatar belakang di selatan perbatasan kedua negara di Seoul, satu kota terkaya di Asia.
Negara itu kini semakin terisolasi dari dunia luar setelah menutup perbatasannya tahun lalu dalam responsnya menghadapi pandemi. Pasokan kebutuhan dasar dan perdagangan dari negara tetangga China, hampir terhenti. Meski sebagian pasokan sudah mulai terpenuhi, impor masih terbatas.
Memicu perlawanan
Dengan situasi semacam itu, pria yang memimpin Korut sejak 2011 itu khawatir kalau rakyatya mengonsumsi budaya asing, misal dari K-Drama dan sebagainya, akan memunculkan imaji dan mimpi tertentu. Rakyat Korut akan punya fantasi menjadi seperti rakyat Korsel, yang memang lebih maju. Fantasi berbahaya itulah yang dianggap bisa memicu perlawanan.
Daily NK adalah media pertama yang mendapatkan salinan regulasi tersebut. "Dinyatakan jika seorang pekerja tertangkap, kepala pabrik dapat dihukum, dan jika seorang anak bermasalah, orang tua juga dapat dihukum.
Sistem pemantauan bersama yang didorong oleh rezim Korut secara agresif, tercermin dalam undang-undang ini, " kata pemimpin redaksi Daily NK, Lee Sang Yong, kepada BBC.
Menurut dia, hal itu dimaksudkan untuk menghancurkan mimpi atau daya tarik yang mungkin dimiliki generasi muda tentang Korsel. "Dengan kata lain, rezim menyimpulkan bahwa rasa perlawanan bisa terbentuk jika budaya dari negara lain diperkenalkan," katanya.
Choi Jong-hoon, satu dari sedikit pembelot yang berhasil keluar dari negara itu pada tahun lalu, mengatakan kepada BBC, bahwa "semakin sulit masanya, semakin keras peraturan, undang-undang, hukumannya. Secara psikologis, ketika perut Anda penuh dan Anda menonton film Korea Selatan, itu mungkin untuk bersantai. Tetapi ketika tidak ada makanan dan itu adalah perjuangan untuk hidup, orang menjadi tidak puas."
Tindakan keras dari suami Ri Sol-ju itu sebenarnya punya banyak celah. Choi Jong-hoon, satu dari sedikit pembelot yang berhasil keluar dari negara itu pada tahun lalu, mengatakan kepada BBC, tindakan keras sebelumnya hanya menunjukkan betapa cerdiknya orang-orang dalam mengedarkan dan menonton film-film asing yang biasanya diselundupkan melewati perbatasan dari China.
Selama beberapa tahun, menurut dia, drama beredar lewat stik USB yang mudah disembunyikan dan dienkripsi dengan kata sandi. Kalau kata sandi yang salah tiga kali berturut-turut, USB otomatis akan menghapus isinya. "Bahkan untuk konten sensitif, USB juga bisa langsung menghapus saat kata sandi yang dimasukkan salah satu kali saja," jelasnya.
"Ada juga banyak kasus di mana USB disetel sehingga hanya dapat dilihat satu kali di komputer tertentu, sehingga Anda tidak dapat mencolokkannya ke perangkat lain atau memberikannya kepada orang lain. Hanya Anda yang dapat melihatnya. Begitu pun jika Anda ingin menyebarkannya, Anda tidak bisa," tukasnya.
Banyak dari mereka yang melakukan pelanggaran yang serupa kala itu dikirim ke kamp kerja paksa. Tapi itu dianggap tidak memberikan efek jera, maka hukuman ditambah. Dari awalnya hukumannya sekitar 1 tahun di kamp kerja paksa, berubah menjadi lebih dari 3 tahun di kamp.
"Sekarang, jika Anda pergi ke kamp kerja paksa, lebih dari 50 persen anak muda ada di sana karena mereka menonton media asing. Jika seseorang menonton materi ilegal selama dua jam, itu sama saja dengan tiga tahun di kamp kerja paksa. Ini adalah masalah besar," tukas Choi
Dikabarkan oleh sejumlah sumber bahwa ukuran beberapa kamp penjara di Korea Utara semakin luas pada tahun lalu. Choi meyakini undang-undang baru yang keras itu memiliki efek.
"Menonton film adalah sebuah kemewahan. Anda harus memberi makan diri sendiri terlebih dahulu, bahkan sebelum Anda berpikir untuk menonton film.
Ketika dalam kondisi sulit, bahkan untuk makan, satu anggota keluarga dikirim ke kamp kerja paksa dapat menghancurkan," ucapnya. (Kompas.com/bbc)
Baca juga: OPINI DR Arri Handayani : Pernikahan Dini Melanggar Hak Anak
Baca juga: Hotline Semarang: Lampu PJU di Jalan Raya Tumpang Mati Tolong Diperbaiki
Baca juga: Titiek Soeharto: Utang Indonesia Capai Ribuan Triliun, Apa yang Sudah Bapak Bangun?
Baca juga: Pemerintah Revisi Pasal Karet UU ITE yang Ini, Mahfud MD Siapkan SKB Cegah Kesewenang-wenangan