Mudahnya MIA Dapat Duit Rp 54 Juta, Bikin 5 Toko Palsu di Bukalapak, Manipulasi Cashback J&T
Seorang pria berinisial MIA (29), warga Tayu, dibekuk Sat Reskrim Polres Pati atas kasus manipulasi informasi elektronik.
Penulis: Mazka Hauzan Naufal | Editor: Daniel Ari Purnomo
TRIBUNJATENG.COM, PATI - Seorang pria berinisial MIA (29), warga Tayu, dibekuk Sat Reskrim Polres Pati atas kasus manipulasi informasi elektronik.
Dia memanfaatkan celah sistem yang ada di antara sebuah lokapasar (marketplace) digital dan perusahaan ekspedisi demi mendapatkan keuntungan pribadi.
Modus yang dilakukan tersangka ialah membuat akun penjual di Bukalapak dengan alamat fiktif serta membuat manipulasi transaksi demi mendapatkan keuntungan dari cashback.
Kapolres Pati AKBP Arie Prasetya Syafaat mengatakan, MIA melakukan tindak pidana tersebut hanya dalam kurun satu bulan, yakni pada Januari 2020.
Perbuatannya terendus ketika pihak perusahaan ekspedisi, yakni J&T Express dan perusahaan lokapasar digital, yakni Bukalapak menemukan selisih tagihan biaya pengiriman dalam sistem mereka masing-masing.
“Jadi, selama satu bulan itu, terdapat selisih biaya pengiriman cukup besar."
"Tagihan yang diklaim pihak J&T pada Bukalapak sekitar Rp 349 juta."
"Sementara pihak Bukalapak hanya mencatat total tanggungan ongkos kirim sebanyak Rp 103 juta."
"Ada selisih Rp 245,9 juta,” jelas dia dalam konferensi pers di Mapolres Pati, Jumat (18/6/2021).
Dari kejanggalan tersebut, pihak J&T kemudian melakukan audit.
Dibantu Polres Pati, akhirnya ditemukan bahwa ada sosok MIA yang melakukan manipulasi.
Dia membuka lima akun toko di Bukalapak dengan alamat fiktif di Tuban dan Kediri, Jawa Timur.
Toko-toko tersebut menjual aneka barang kebutuhan sehari-hari dengan harga murah.
Di antaranya kopi dan teh celup seharga Rp 100 per saset.
MIA kemudian membeli sendiri barang-barang tersebut menggunakan akun bodong beralamat fiktif pula di wilayah yang sama dengan alamat toko, yakni Tuban dan Kediri.
Tujuan dia ialah memanfaatkan promo gratis ongkos kirim.
Pada masa ketika ia melakukan tindakan manipulasinya, setiap pembelian di Bukalapak di wilayah kota yang sama akan mendapat gratis ongkir (ongkos ditanggung Bukalapak).
“Kenyataannya, tersangka mengirim barang ke alamat fiktif di Kediri dan Tuban itu dari drop point J&T di Tayu, Pati."
"Namun, sistem Bukalapak membaca alamat toko sesuai yang didaftarkan tersangka."
"Sehingga hal inilah yang menimbulkan terjadinya selisih ongkir yang dicatat J&T dengan Bukalapak,” jelas AKBP Arie.
Adapun keuntungan materi yang dikejar oleh MIA melalui tindakan manipulatifnya ini ialah cash back 15 persen yang diberikan J&T.
MIA yang merupakan member VIP J&T drop point Tayu mendapatkan cash back sebesar 15 persen dari total ongkos kirim selama satu bulan.
Sepanjang Januari 2020, sebut AKBP Arie, tersangka mencatatkan sekira 13 ribu resi pengiriman dari transaksi manipulatif yang ia lakukan.
Adapun keuntungan yang dia dapatkan dari cashback mencapai Rp 54 juta.
Uang tersebut sudah ditransfer pihak J&T ke rekening tersangka.
Tersangka dijerat pasal 51 ayat 1 jo pasal 35 UU RI nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaki Elektronik dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp 12 miliar.
Kasus Unik
Area Manager J&T Pati, Samsul Qomar, mengatakan bahwa ini merupakan kasus unik yang baru kali pertama pihaknya alami.
“Pelaku memang memanfaatkan promo gratis ongkir yang berlaku pada Januari 2020,” jelas dia.
Dengan melakukan pembelian di tokonya sendiri dengan identitas fiktif, pelaku tidak perlu membayar ongkir.
Sementara, dari sisi penjual dengan VIP member di J&T, dia mendapatkan kompensasi 15 persen dari total ongkir berdasarkan alamat riil.
Adapun berdasarkan hitungan berdasarkan alamat riil pelaku, yakni Tayu, ongkos kirim ke Tuban dan Kediri rata-rata sebesar Rp 24 ribu per barang. (mzk)