Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Korea Utara

BERITA LENGKAP: Krisis Pangan dan Harga Sembako Melonjak, Warga Korut Terancam Kelaparan

Korea Utara (Korut) teracam kehabisan bahan pangan 2 bulan lagi. Pemimpin tertinggi Korut, Kim Jong Un khawatir bencana kelaparan

KCNA via REUTERS
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengunjungi Pos Pertahanan Changrindo di front barat, dalam gambar tak bertanggal yang dirilis oleh KCNA pada 25 November 2019.(KCNA via REUTERS) 

TRIBUNJATENG.COM, PYONGYANG -- Korea Utara (Korut) teracam kehabisan bahan pangan 2 bulan lagi. Pemimpin tertinggi Korut, Kim Jong Un khawatir bencana kelaparan pada masa lalu dapat terjadi lagi.

Sebagian harga bahan pokok pangan di Korut disebut telah meroket sebagai akibat dari badai hebat yang merusak industri produksi negara, seperti kopi yang dijual lebih dari 70 poundsterling atau Rp 1 juta per pak.

Warga di ibu kota negara bagian Pyongyang juga harus membayar tiga kali lipat dari harga reguler untuk kentang, dan 50 poundsterling atau sekitar Rp 721.700 untuk beberapa teh celup.

Daily NK melaporkan, di ibu kota Pyongyang satu kilogram pisang kini dijual dengan harga 32 poundsterling, atau sekitar Rp 640.000. Jika satu kilogram berisi setidaknya tujuh buah pisang, maka harganya per buah adalah 4,57 poundsterling, atau Rp 91.000.

Satu indikator yang paling menjelaskan tentang kelangkaan pangan adalah kenaikan harga bahan makanan pokok.

Harga satu kilogram jagung meningkat tajam pada Februari lalu mencapai 3.137 won atau sekitar Rp 40.000, menurut data dari situs NK Daily, yang mengumpulkan informasi harga kebutuhan bahan pokok dari Korut.

Jagung adalah makanan pokok yang kurang disukai dibandingkan beras, tapi sering dimakan karena harganya lebih murah. Harga jagung terus melonjak tajam pada pertengahan Juni, menurut laporan situs Asia Press. Situs itu mendapat informasi melalui seorang warga dengan telepon selular yang diselundupkan ke Korut.

Sementara, harga beras dan bahan bakar dilaporkan masih stabil, menurut laporan CNN. Tetapi, harga bahan pokok impor seperti gula, minyak kedelai, dan tepung terigu telah naik. Biaya yang terkait dengan beberapa bahan pokok yang diproduksi secara lokal juga melonjak dalam beberapa bulan terakhir.

Kim Jong Un telah membahas krisis yang berkembang di sektor pertanian negaranya pada Selasa (15/6), dan mengakui situsinya makin tegang. Diktator itu juga mengatakan kondisi ekonomi yang dikelola negara tidak dapat menopang kebutuhan makanan warganya. "Pasokan makanan Korea Utara tipis dan terjadi krisis," kata Kim, menurut kantor berita negara itu, KCNA.

Melansir The Sun pada Sabtu (19/6), laporan terbaru dari Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO), menyebut, stok bahan pangan yang tersisa di Korut hanya bisa untuk memenuhi kebutuhan selama 2 bulan.

Ada kekhawatiran yang berkembang akan terulangnya bencana kelaparan pada 1990-an yang menghancurkan di Korut, yang menurut beberapa perkiraan telah menewaskan lebih dari 3 juta warga. Saat itu, negara komunis tersebut disebut mengalami kekurangan pasokan bahan pangan 860.000 ton secara nasional.

Kim menolak untuk merinci sejauh mana krisis pangan negaranya saat ini, tapi dia baru-baru ini memperingatkan warga untuk bersiap menghadapi 'Arduous March', nama yang diberikan untuk krisis pangan pada 1990-an.

“Saya memutuskan untuk meminta organisasi Partai Buruh Korea di semua tingkatan, termasuk Komite Pusat dan para menteri, melakukan upaya yang lebih keras untuk membebaskan rakyat kita dari 'arduous march' yang lebih sulit, meski sedikit," ujar Kim, beberapa waktu lalu.

Pandangan suram kondisi pangan itu diungkapkan selama sesi konferensi yang dihadiri Komite Sentral Partai Buruh yang berkuasa pada Selasa (15/6), dan awalnya dilaporkan media resmi negara, KCNA.

Kekurangan

Lembaga think tank The Korea Development Institute menyebut, Korut diprediksi bakal mengalami kekurangan 1,35 juta ton pangan tahun ini, di mana Pemerintah Korut membutuhkan setidaknya 5,75 juta ton makanan setiap tahun untuk bertahan.

Penyidik dari PBB menyebut banyak rakyat Korut mengalami kelaparan lantaran aturan pembatasan drastis yang dilakukan pemerintah guna menahan penyebaran virus corona. Aturan ketat di Korut telah memperburuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan kesulitan ekonomi bagi rakyatnya.

Pejabat telah memberlakukan penutupan perbatasan, melarang sebagian besar perjalanan internasional, dan sangat membatasi perjalanan domestik dalam setahun terakhir.

Tomas Ojea Quintana, pelapor khusus PBB untuk HAM di negara itu, mengungkapkan keprihatinan baru dalam sebuah laporan. Dalam laporan itu dituliskan; "Isolasi lebih lanjut dari Republik Demokratik Rakyat Korea dengan dunia luar selama pandemi covid-19 tampaknya memperburuk pelanggaran hak asasi manusia."

Ia mendesak pihak berwenang Korut memastikan konsekuensi negatif dari tindakan pencegahan tidak menjadi lebih besar daripada dampak pandemi itu sendiri. Tomas menuturkan, pengurangan angka perdagangan dengan China telah menyebabkan penurunan signifikan dalam aktivitas pasar, menurunkan pendapatan bagi banyak keluarga yang bergantung pada aktivitas pasar skala kecil.

Pandemi covid telah membawa kesulitan ekonomi yang drastis ke Korut, yang mencatat penurunan 90 persen perdagangan dengan China pada Maret dan April, yang menyebabkan hilangnya pendapatan. "Terjadi kekurangan barang-barang kebutuhan pokok, obat-obatan, input pertanian, dan bahan mentah untuk pabrik-pabrik milik negara."

Penyelidik juga menyuarakan keprihatinan bahwa topan dan banjir tahun lalu dapat menyebabkan krisis pangan yang serius. Operasi kemanusiaan hampir terhenti dan hanya tiga pekerja bantuan internasional yang tersisa di Korut. Sementara barang bantuan tertahan di perbatasan China selama berbulan-bulan karena pembatasan impor.

Tomas mendesak Dewan HAM PBB untuk mempertimbangkan kembali sanksi yang telah dikenakan pada negara yang teriolasi tersebut, guna memastikan pasokan makanan. "Kematian karena kelaparan telah dilaporkan, seperti halnya peningkatan jumlah anak-anak dan orangtua yang terpaksa mengemis karena keluarga tidak dapat mendukung mereka."

Menurut dia, prospek pendalaman lebih lanjut dari kekurangan makanan dan meluasnya kerawanan pangan mengkhawatirkan. "Ada laporan peningkatan jumlah tunawisma di kota-kota besar, termasuk otjebi (anak jalanan), dan harga obat-obatan dilaporkan meroket.

Ada peningkatan jumlah keluarga yang hanya makan dua kali sehari, atau hanya makan jagung, dan ada yang kelaparan," ujarnya dalam sebuah pernyataan.

Juru Bicara Program Pangan Dunia, Elisabeth Byrs mengatakan pada sebuah konferensi pers di Jenewa bahwa situasi kemanusiaan di Korut tetap suram. Lebih dari 10 juta atau 40 persen dari populasi di Korut membutuhkan bantuan kemanusiaan.

"Malnutrisi terus menerus dan menyebar menyebabkan kerusakan jangka panjang pada kesehatan dan perkembangan anak-anak, serta ibu hamil dan menyusui," jelasnya. (Kompas.com/cnn/bbc)

Pertanian Hancur Akibat Cuaca Ekstrem

Saat Kim Jong-un mengeluarkan peringatan mengenai kelangkaan makanan, ia menyinggung dampak dari topan dan banjir pada panen tahun lalu. April hingga September 2020 adalah periode paling basah dalam catatan sejarah sejak 1981, menurut laporan GEOGLAM, organisasi pemantau masalah pertanian yang berbasis di Paris.

Semenanjung Korea dihantam serangkaian topan, tiga di antaranya berlangsung selama dua pekan pada Agustus dan September. Periode ini bertepatan dengan masa dimulainya panen jagung dan padi. Bahan makanan pokok menjadi langka pada Juni 2021, karena persediaan dari panen musim gugur sebelumnya mulai menipis, terutama jika panen memburuk.

Topan Hagupit terjadi pada awal Agustus, menjadi salah satu badai yang dilaporkan media pemerintah dengan kerusakan yang cukup rinci. Dikatakan banjir telah menghancurkan 40.000 hektar lahan pertanian dan 16.680 rumah warga. Pada peristiwa badai berikutnya, media pemerintah secara luas menghindari memberikan lebih banyak informasi.

Dampak dari peristiwa alam itu telah diperburuk oleh deforestasi selama beberapa dekade terakhir, dengan penebangan pohon secara luas untuk kebutuhan bahan bakar. Meski terdapat kampanye untuk penanaman kembali, akan tetapi deforestasi berlanjut, mengundang bencana banjir yang semakin buruk.

Satu persoalan yang kurang diketahui mengenai sektor pertanian di Korut adalah sulitnya mendapatkan pupuk untuk meningkatkan hasil panen. Bulan lalu, Radio Free Asia memberitakan, petani di Korut diwajibkan memberikan dua liter urine. Dilansir Daily Mirror Kamis (17/6), oleh pemerintah setempat urine itu akan dijadikan bahan membuat pupuk.

Sebuah surat dari Kim Jong-un pada 2014 menuliskan peringatan kepada pimpinan sektor pertanian bahwa mereka harus menemukan sumber alternatif dari pupuk yang mudah didapatkan. "Gunakan semua sumber kotoran seperti kotoran hewan domestik, kotoran manusia, kompos, dan parit tanah (ekstrasi dari bawah permukaan tanah)," tulis Kim Jong-un dalam surat yang dipublikasi kantor berita negara KCNA.

Negara ini tidak mampu mencukupi kebutuhan sendiri dalam produksi pupuk. Menurut Nikkei Asia pada Februari, satu pabrik terbesar yang memproduksi, di antaranya, pupuk, harus tutup karena kekurangan bahan pokok.

Pabrik ini tutup disebabkan penutupan perbatasan dengan mitra dagang terbesar Korut, yaitu China pada Januari 2020, karena pandemi covid-19.

Sanksi ekonomi internasional membuat perdagangan dengan negara-negara lain menjadi sangat terbatas. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian menyatakan, sanksi perdagangan internasional telah lama dialami negara Korut, tetapi dampak buruk dari covid-19 dikombinasikan dengan pembatasan impor barang telah membawa situasi suram negara pada puncaknya.

Perbatasan yang ditutup juga membuat Korut sulit memperoleh bantuan makanan. PBB mencatat, negara donor terbesar itu adalah China, dan ekspor makanan ke Korut telah terjun bebas hingga 80 persen sejak dimulainya pandemi. Aliran bantuan ke dalam Korut dari negara donor tidak mencukupi selama dekade terakhir.

Kebanyakan bantuan makanan dari organisasi internasional saat ini tak bisa dilakukan di Korut, karena pembatasan covid-19 membuat penyaluran bantuan lebih sulit dibandingkan dengan masa-masa normal.
Kun Li, dari World Food Programme, mengatakan kepada BBC, Organisasi Pangan Pertanian PBB, menyatakan, Korut memiliki kekurangan bahan makanan pokok setara dengan persediaan 2 atau 3 bulan. "Jika kekurangan ini tidak dapat ditutupi melalui impor komerasial dan/atau bantuan pangan dari luar negeri, rumah tangga bisa mengalami masa sulit periode Agustus hingga Oktober 2021," terangnya. (bbc)

Pyongyang Ambil Langkah Tak Biasa

Menyusul kondisi pangan dalam negeri yang buruk, Pemimpin tertinggi Korut, Kim Jong Un telah mulai terbuka untuk diadakannya pembicaraan dengan Presiden AS Joe Biden. Ia siap untuk dialog dan konfrontasi mengenai topik senjata nuklir.

Sebelumnya, Kim telah bersikukuh untuk tidak melanjutkan pembicaraan senjata dengan AS, yang dapat menawarkan bantuan dari sanksi yang mencekik ekonomi Korut.

Pengakuan Kim Jong Un bahwa negaranya menderita kekurangan makanan menjadi perhatian banyak kalangan. Sebab, dia dikenal tidak pernah mengakui jika negaranya dalam masalah. Tahun lalu, misalnya. Dia menegaskan tidak ada virus corona di negaranya.

Pengakuan bahwa ekonomi negara yang direncanakan secara terpusat, bahkan tidak dapat memberi makan rakyatnya, mungkin tampak janggal. Apalagi di Korut, Kim dan keluarganya dipandang dan digambarkan dalam propaganda sebagai orang yang sempurna dan hampir seperti Tuhan.

Namun, tidak seperti ayah dan pendahulunya, Kim tidak takut mengakui kesalahan atau kegagalan, atau bahkan menangis di depan rakyatnya. Kim telah membentuk citra domestiknya sebagai seorang pria dari rakyat.
Pemimpin diktator itu terus-menerus bertemu dengan publik, dan berdedikasi untuk meningkatkan kehidupan sehari-hari satu negara paling miskin di planet ini. Tujuannya yang dinyatakan sejak mengambil alih kekuasaan pada 2011 adalah untuk meningkatkan kehidupan sebagian besar warga Korut.

Kim secara drastis mengubah ekonomi terencana Korut yang tidak efisien. Dia membebaskan hampir 120.000 tahanan politik yang diyakini ditahan di kamp kerja paksa. Pemimpin berusia 37 tahun itu juga menarik mundur program senjata nuklirnya. Langkah-langkah yang tidak biasa dari pemimpin Korut sebelumnya itu membuat para ahli percaya, Pyongyang akan berjuang untuk mencapai tujuan Kim.

Hubungan dengan Washington dan negosiasi keringanan sanksi tampaknya menjadi perhatian yang jauh, setidaknya untuk saat ini. Kim tidak menyebutkan pembicaraan dengan Amerika Serikat (AS) hingga Kamis (17/6), hari ketiga pertemuan politik penting minggu lalu, dan agenda keempat.

Menurut media pemerintah, Kim dilaporkan menganalisis kebijakan Korut Presiden AS Joe Biden, dan sekarang percaya Pyongyang perlu bersiap untuk dialog atau konfrontasi.

Meski sikap Kim terhadap AS tidak terlalu bermusuhan, ia juga tidak terlalu meyakinkan. Serangkaian pernyataan provokatif yang dirilis KCNA bulan lalu. Satu pernyataan memperingatkan akan krisis di luar kendali. Kim juga menyebut AS sebagai musuh terbesar Korut pada Januari.

Faktanya, pernyataan itu dapat membuka pintu untuk pembicaraan dengan Washington, yang usahanya untuk menjangkau Pyongyang awal tahun ini tidak membuahkan hasil.

Setelah kedua belah pihak gagal mencapai kesepakatan pada pertemuan puncak mantan Presiden Donald Trump dengan Kim di Hanoi pada 2019, propaganda Korut berulang kali mencatat bahwa negara itu tidak tertarik pada lebih banyak pembicaraan, kecuali Washington mengubah apa yang disebutnya 'kebijakan bermusuhan' terhadap Pyongyang.

Pemerintahan AS Joe Biden telah memperjelas bahwa Korut, program nuklirnya, dan tuduhan pelanggaran HAM skala besar di negara itu merupakan bagian penting dari agenda kebijakan luar negerinya.

Gedung Putih menyelesaikan tinjauan kebijakan selama berbulan-bulan pada akhir April. Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in, sekutu AS yang berkepentingan dengan masa depan Korut, adalah dua pemimpin pertama yang mengunjungi Biden di AS.

Sung Kim, perwakilan khusus AS yang baru untuk kebijakan Korea Utara, sedang melakukan perjalanan ke Seoul pada Sabtu (19/6), untuk berbicara dengan rekan-rekannya dari Korsel dan Jepang. (Kompas.com/cnn)

Baca juga: PERLU ANDA TAHU! Aturan Ketentuan Pengetatan PPKM Mikro yang Mulai Berlaku Hari Ini

Baca juga: Biden Umumkan Negara yang Dapat Bantuan Vaksin Covid-19 Sisa AS 55 Juta Dosis, Termasuk Indonesia

Baca juga: SANGAR! Presiden Filipina Rodrigo Duterte: Anda Memilih Ikut Vaksin atau Penjara?

Baca juga: Alasan Pemerintah bakal Perpanjang Pembebasan PPnBM Industri Otomotif hingga Akhir Tahun

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved