Berita Regional
Strategi Presiden Soekarno Hadapi Perwira TNI Demo Arahkan Meriam dan Tank ke Istana Negara
Abdul Haris Nasution dan Presiden Soekarno pernah terlibat perselisihan hebat terkait dengan posisi ABRI dalam perpolitikan Indonesia.
Militer berpolitik
Kondisi politik Indonesia pasca-pengakuan kedaulatan oleh Belanda pada 1949 memang belum sepenuhnya stabil. Kabinet yang dibentuk silih berganti karena munculnya berbagai konflik politik.
Kondisi ini diperparah adanya sejumlah pejabat yang melakukan korupsi dan tindakan yang merugikan negara.
Keadaan itu membuat rakyat merasa geram dan menginginkan percepatan pemilihan umum untuk mengganti anggota parlemen.
Ketika itu memang banyak dari anggota militer yang menjadi pimpinan politik. Selain dari ranah militer, mereka memainkan peran dalam perpolitikan daerah.
Hal inilah yang membuat petinggi TNI saat itu, Abdul Haris Nasution untuk bisa merasionalisasi tentara dan mengurangi jumlahnya.
Ketika masalah itu sedang terjadi, muncul keinginan dari Kepala Staf Angkatan Perang Mayor Jenderal TB Simatupang dan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Kolonel AH Nasution untuk mengembalikan tentara sesuai fungsinya.
Kondisi itu mendapat respons tak baik dari pihak Kolonel Bambang Supeno. Dia tak sependapat dengan AH Nasution. Bambang Supeno bahkan menganggap kinerja AH Nasution tak baik.
Akhirnya, Supeno mengirimkan surat ke parlemen karena merasa tak puas dengan kepemimpinan AH Nasution.
Internal militer pun terpecah dan membawa masalah ini ke parlemen. DPRS ikut andil dalam masalah itu. DPRS membuat beberapa mosi menyikapi masalah yang terjadi di internal TNI.
Kemunculan mosi ini yang menjadi sebuah persoalan karena dinilai terlalu intervensi terhadap masalah TNI. AH Nasution meluapkan ketidakpuasannya terhadap apa yang dilakukan parlemen.
Pada 17 Oktober 1952, para perwira militer bersama 30.000 demonstran melakukan unjuk rasa menuju Istana Merdeka.
Tank, meriam, dan persenjataan artileri bahkan dihadapkan menuju ke Istana Merdeka.
Namun, ini bukan untuk melakukan perlawanan, tetapi mereka hanya meminta parlemen dibubarkan dan konflik dalam tubuh militer segera diakhiri.
Meski begitu, Soekarno menilai tindakan ini merupakan makar karena menggunakan peralatan militer. Akhirnya, Presiden menemui demonstran.