Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Jateng

60 Anak di Jateng Jadi Korban Kekerasan Seksual Selama Pandemi Covid-19, Pelaku Ayahnya Sendiri

kasus kekerasan terhadap anak di Jawa Tengah menjadi ancaman serius selama pandemi Covid-19. 

Penulis: iwan Arifianto | Editor: galih permadi
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi kekerasan seksual anak. 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) menyebut kasus kekerasan terhadap anak di Jawa Tengah menjadi ancaman serius selama pandemi Covid-19. 

Ruang gerak anak yang semakin sempit lantaran pandemi ternyata tak semakin mengurangi ancaman kekerasan seksual menimpa mereka. 

"Selama kurun pandemi Covid-19 di tahun 2020, kami menerima aduan sebanyak 60 anak jadi korban kekerasan seksual," ujar Kepala Divisi Informasi dan Dokumentasi KJHAM, Citra Ayu kepada Tribunjateng.com, Kamis (22/7/2021).

Dari 60 korban tersebut, lanjut dia, hanya sembilan kasus yang sudah diputus di Pengadilan. 

Terdapat satu kasus dengan putusan tinggi yakni 15 tahun karena pelaku kekerasan seksual dilakukan oleh ayah kandung.

 Adapula 8 tahun penjara dengan pelaku ayah tiri.

"Kami bersyukur dari kasus itu ada putusan paling tinggi 15 tahun penjara," ungkapnya. 

Kendati demikian, dia menyayangkan kinerja para aparat penegak hukum (APH) yang belum dapat bekerja maksimal. 

Pihaknya kesulitan di alat bukti karena penuturan korban tidak cukup menjadi bukti. APH meminta Harus ada bukti-bukti lain berupa saksi atau bukti lainnya namun disitulah yang menjadi kendala.

Dia berharap kepada aparat penegak hukum semoga penanganan kasus kekerasan seksual menjadi lebih baik.

"Sudah ada undang-undang perlindungan anak tinggal implementasi dari APH.

Jangan sampai kita melanggar hak-hak anak ketika menjadi korban," tegasnya. 

Penanganan kasus kekerasan seksual kepada anak,pihaknya melakukan pendampingan yang dibutukan korban dan keluarga.

Mulai dari layanan hukum, pelaporan hingga ke tingkat putusan. Layanan konseling dan psikologis juga dilakukan. 

Untuk korban anak memang harus selalu didampingi dan dikuatkan karena memiliki rasa trauma.

Peran orangtua sangat dibutuhkan nantinya agar tidak ada trauma yang berkepanjangan.

"Pengawasan orangtua kepada anak juga penting baik aktivitas sosial maupun aktitivitas di dunia maya," bebernya. 

Selain penanganan kasus kekerasan terhadap anak,  LRC-KJHAM menghimpun data kekerasan seksual terhadap perempuan sepanjang tahun 2020.

Tercatat terdapat 150 kasus kekerasan terhadap perempuan.

Di antaranya traficking satu kasus, buruh migran satu kasus, Perbudakan seksual 70 kasus, KDRT 33 kasus, Perkosaan  24 kasus, Pelecehan seksual  16 kasus. 

Usia korban menimpa anak-anak 60 korban. Usia dewasa 90 korban. 

Penanganan kasus 2020 dari 150 kasus kekerasan terhadap perempuan hanya 49 kasus yang sampai proses kepolisian.

Dari 49 kasus di jalur hukum tersebut hanya ada 9 kasus kekerasan seksual dengan korban anak dan dua kasus KDRT yang sudah diputus di Pengadilan.

Dia menambahkan, untuk kasus dengan korban usia dewasa sangat sulit diproses secara hukum karena masih belum ada undang-undang yang mengatur secara khusus terkait kekerasan seksual

Kemudian masih banyak APH yang memiliki stigma korban kekerasan seksual usia dewasa dilakukan suka sama suka.

"Proses hukum untuk kasus kekerasan seksual memang masih jauh dari harapan," tandasnya. (Iwn).

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved