Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

OPINI

OPINI Meretas Kekerasan Anak di Tengah Pandemi

KEMENTERIAN Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) mencatat (sebelum pandemi) kekerasan pada anak sebanyak 2.851 kasus

Tribun Jateng
Paulus Mujiran 

Oleh Paulus Mujiran, S.Sos, MSi

Alumnus Pascasarjana Undip Semarang

KEMENTERIAN Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) mencatat (sebelum pandemi) kekerasan pada anak sebanyak 2.851 kasus dan meningkat menjadi 7.190 kasus setelah pandemi.

Ini membuktikan pandemi Covid-19 selain beresiko anak terkena Covid-19 juga menjadi korban kekerasan terutama oleh orang-orang terdekat dengan anak.

Dampak dari kebijakan bekerja, belajar dan beribadah di rumah menempatkan anak pada resiko rentan kekerasan.

Resiko terjadinya kekerasan terhadap anak baik fisik, emosional bahkan seksual mudah terjadi. Pada saat pandemi seperti sekarang ini kekerasan sebagian besar disebabkan oleh faktor ekonomi dan kesenjangan relasi gender.

Masalah ekonomi yang muncul akibat pandemi Covid-19 dapat memicu kekerasan jauh lebih besar terutama dalam keluarga yang orang tuanya kehilangan mata pencaharian.

Tingginya tuntutan kebutuhan rumah tangga karena sekeluarga berada di rumah dan hilangnya sumber-sumber pendapatan karena pemutusan hubungan kerja (PHK) mendorong anak berada dalam posisi rentan kekerasan karena menjadi pelampiasan orang tua.

Untuk melampiaskan putus asa terhadap situasi sulit ini kekerasan dipilih jalan pintas karena nyaris tidak ada solusi cepat dan tepat. Selain itu efek sekian waktu berada di rumah membuat kejenuhan dan kebosanan baik anak maupun orang dewasa.

Lama di rumah menyebabkan kebosanan karena hilangnya kesempatan untuk kartasis sosial, rekreasi dan juga anak-anak tidak bertemu teman sebaya di sekolah. Kebosanan menyebabkan kontrol sosial baik anak maupun orang dewasa mengendur.

Sosok ayah yang selama ini berada di ruang publik harus mengubah perannya bersama ibu untuk bersama-sama mengerjakan tugas domestik. Ketegangan akan terjadi dalam pola relasi gender antara ayah, ibu dan anak.

Kebersamaan dalam jangka waktu lama kerapkali menimbulkan masalah apalagi di tengah situasi sulit belakangan ini. Ditambah dengan anak yang tinggal di keluarga rentan seperti anak dengan orang tua tiri, bersama paman, kakek.

Dampak buruk

Padahal kekerasan yang dialami anak akan berdampak buruk pada tumbuh kembangnya. Terry Richardson (2008) menyatakan bahwa semua jenis gangguan mental terdapat hubungan dengan perlakuan buruk yang diterima manusia ketika masih kecil akan merubah masa depan anak.

Satu dari sekian banyak kasus child abuse dialami secara terus-menerus akan menyebabkan anak menderita gangguan kecemasan yang merusak tumbuh kembangnya. Pasalnya semua tindakan kekerasan yang diterima anak akan direkam di alam bawah sadar dan membentuk perilakunya hingga dewasa.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved