Berita Salatiga
Hendak Datangi DPRD Jateng, Polisi Putar Balik Konvoi Pengusaha Bus di Salatiga
Sebanyak delapan armada bus yang melakukan konvoi menuju Kantor DPRD Jateng di Kota Semarang dihadang anggota Satlantas Polres Salatiga
Penulis: M Nafiul Haris | Editor: muslimah
TRIBUNJATENG.COM, SALATIGA - Sebanyak delapan armada bus yang melakukan konvoi menuju Kantor DPRD Jateng di Kota Semarang dihadang anggota Satlantas Polres Salatiga, di Jalan Lingkar Salatiga (JLS), Senin (26/7/2021).
Mereka ingin mengadu ke wakil rakyat karena selama pandemi Covid-19 tidak ada pemasukan lantaran sepi penumpang.
Kasat Lantas Polres Salatiga AKP Sopian Rahmadyanto mengatakan delapan bus yang melaju menuju Kota Semarang itu dalam kondisi kosong tanpa penumpang hanya berisi sopir sekaligus pemilik kendaraan.
Baca juga: Berminat Daftar CPNS dan PPPK 2021? Cek Jumlah Pelamar hingga Siang Ini, Ada Formasi Sepi Peminat
Baca juga: Update Virus Corona Kota Semarang Senin 26 Juli 2021, Banyumanik Tertinggi Disusul Ngaliyan
"Mereka semua ngakunya dari Salatiga. Mereka mau sampaikan aspirasi di DPRD Jateng karena merasa kesulitan bayar cicilan, tempat wisata ditutup sehingga sepi kerjaan," terangnya saat dihubungi Tribunjateng.com, Senin (26/7/2021)
Menurutnya, para sopir bus itu adalah pengusaha perusahaan otobus (PO) pariwisata di Kota Salatiga dan sekitarnya.
Ia menambahkan, setelah dihentikan aparat serta diberikan edukasi agar kembali ke tempat masing-masing tidak lama mereka membubarkan diri.
"Tidak kita tilang, kita hanya mengarahkan supaya lebih baik untuk audiensi saja dengan DPRD Salatiga supaya disampaikan ke pemerintah daripada konvoi potensi menimbulkan kerumunan," katanya
Selain tidak dikenakan tilang, sebagai bentuk apresiasi dan kerjasama pelaku usaha bus tersebut masing-masing diberikan bantuan berupa sembako agar sedikit meringankan.
Terpisah, Koordinator PO Bus Salatiga Danang Ragil Santoso menyampaikan sejak pandemi Covid-19 sekira 1,5 tahun pengusaha bus tidak beroperasi.
Akibatnya, pengusaha dan kru bus tidak memiliki pendapatan.
"Selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, kami juga memiliki kewajiban untuk membayar angsuran setiap bulan ke leasing karena hampir semua bus ini masih kredit," ujarnya
Danang mengungkapkan, pekerja transportasi pariwisata selama ini hanya sekadar bertahan hidup dengan mengandalkan tabungan.
Dia menyebut, di Kota Salatiga dan sekitarnya terdapat sekira 20 perusahaan otobus. Selain para pengusaha, mereka yang hidupnya bergantung pada transportasi pariwisata adalah kru sopir dan kernet, tour leader, dan bagian perawatan.
"Kemarin ada wacana restrukturisasi pinjaman, tapi itu malah memberatkan karena setiap bulan per armada diharuskan membayar Rp 4 hingga 8 juta," paparnya
Pihaknya menyatakan, penutupan sejumlah tempat wisata dan larangan beroperasi selama PPKM secara tidak langsung membunuh usaha pariwisata.
Meski demikian lanjutnya, pengusaha bus mendukung program pemerintah, termasuk kewajiban protokol kesehatan (prokes) selama perjalanan dan di tempat wisata.
"Hanya saja, jangan PPKM ini diberlakukan terus hingga membuat ekonomi pelaku transportasi tidak bisa bekerja," jelasnya. (ris)