Kuliner Kudus
Gurihnya Lentog Tanjung Kuliner Khas Kudus dan Mitos yang Dipercaya Warga
Kisahnya, kata Umi, pada zaman dahulu ada seorang wali yang akan mendirikan masjid di desa tersebut
Penulis: Rifqi Gozali | Editor: muslimah
Dia merupakan generasi ketiga, setelah dulu kakek dan bapaknya juga sebagai penjual lentog.
Hanya saja, dulu lentog dijajakan keliling membawa pikulan. Umumnya adalah kaum adam yang menjajakannya.
Saat ini, lentog dijajakan di warung-warung. Saat ini jarang ditemui penjual lentog keliling.
Oleh karenanya, sampai saat ini meski dijual di warung atau kios, masih terdapat pikulan sebagai ciri khas lentog.
Salah satu penikmat lentog tanjung, Aji (30), mengaku begitu menyukai lentog. Kenikmatan yang tersaji dalam seporsi lentog begitu pas.
"Sedap, ada bawang gorengnya juga," kata Aji.
Tidak jarang, pemuda asal Pati itu sengaja mampir saat melintas di Kudus untuk menikmati lentog.
Mitos Lentog Tanjung
Dalam cerita turun-temurun yang dipercaya sejumlah warga Tanjungkarang, lentog tanjung erat kaitannya dengan kisah masa lalu.
Umiyatun misalnya, dia mendapat cerita dari orangtuanya bahwa lentog tanjung menjadi tumpuan ekonomi sejumlah warga Tanjungkarang karena sabda seorang wali.
Kisahnya, kata Umi, pada zaman dahulu ada seorang wali yang akan mendirikan masjid di desa tersebut.
Sebelum masjid didirikan, terlebih dahulu sumur dibuat.
Saat akan menggali sumur, sang wali menemui tanah yang lembek nan becek.
Belum sampai sumur dibuat dan masjid didirikan, akhirnya apa yang dilakukan sang wali diketahui oleh warga sekitar, urunglah pembangunan masjid itu.
"Karena menemui tanah lembek, wali itu kemudian berkata, 'warga sini (Tanjungkarang) rezekinya dari yang lembek-lembek," katanya.
Dari situ akhirnya warga coba mengaitkan dengan kisah tersebut, bahwa dalam memperoleh rezeki warga Tanjungkarang melalui jualan lentog tanjung. Memang kuliner memiliki tekstur lembek.
"Jadi dulu kalau orang sini jualan warung nasi, pasti ada buburnya. Karena bubur kan lembek," kata dia. (*)