Berita Semarang
Cerita Dedi, Rigger Istaller BTS Pencakar Langit, 40 Persen Nyawa Bergatung Doa & Keyakinan
Dalam sekejap pria 31 tahun itu sudah menginjakkan kakinya di tengah tower, ia terlihat sangat lihat dalam hal memanjat serta menggunakan alat keamana
Penulis: budi susanto | Editor: m nur huda
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Di tengah terik matahari siang yang menyengat kulit, seorang pria terlihat menaiki tangga yang ada di samping salah satu gedung di wilayah Banyumanik Kota Semarang.
Sembari menggendong tas rangsel besar, ia menaiki tangga besi untuk mencapai atap gedung tersebut.
Sesampainya di atap gedung, pria bernama Dedi Aditya (31) itu langsung membongkar isi tas.
Tas rangsel besar itu berisi berbagai perlengkapan panjat.
Sembari mengenakan perlengkapan, matanya menatap tajam ke arah tower Base Transceiver Station (BTS) yang ada pada atap gedung.
Tak menunggu aba-aba, Dedi langsung berjalan mendekati tower BTS yang memiliki tinggi sekitar 30 meter tersebut.
Dalam sekejap pria 31 tahun itu sudah menginjakkan kakinya di tengah tower, ia terlihat sangat lihat dalam hal memanjat serta menggunakan alat keamanan panjat.
Di puncak tower, Dedi mengeluarkan beberapa perlatan. GPS serta beberapa kunci pas ia utak-atik di ketinggian.
Terik matahari yaang semakin menyengat, serta hembusan angin di ketinggian seolah tak dirasakannya.
Ia terlahir tenang dan fokus dan melaksanakan pekerjaannya untuk memperbaiki kemiringan alat pemancar sinyal yang ada di puncak tower.
Dedi merupakan rigger installer BTS, yang sudah terbiasa memanjat tower pencakar langit untuk melakukan maintenace BTS.
Dalam melaksanakan pekerjaannya ia tak ditemani siapapun, resiko yang harus dihadapinya juga semakin besar jika terjadi hal yang tidak diinginkan.
Selain mematuhi SOP dengan menggunakan alat keamanan panjat, pengalamannya bertahun-tahun di bidang rigger installer BTS juga menjadi senjatanya untuk mengantisipasi terjadinya kecelakaan kerja.
Sembari memulihkan stamina setelah melaksanakan tugasnya, ia berujar, BTS yang dikerjakannya tergolong pendek, karena ia acap kali memanjat tower yang memiliki tinggi 70 meter lebih.
“Mayoritas 70 meter lebih, kalau paling tinggi saya pernah memanjat tower BTS 92 meter lebih di Dieng,” ujarnya pria kelahiran Magelang yang kini tinggal di Kota Semarang itu, Senin (2/8/2021).
Dilanjutkan pria ramah itu, selain membutuhkan stamina dan konsentrasi, cuaca tak menentu juga menjadi tantangan dalam melaksanakan tugasnya.

“Seperti sekarang cuaca sangat panas, membuat stamina terkuras. Dehidrasi menjadi momok menakutkan kalau cuaca seperti ini, bahkan beberapa rigger tak jarang pingsan saat di atas tower karena kekurangan cairan, apalagi berjam-jam di atas ketinggian,” jelasnya.
Dedi menuturkan, peralatan sangat berperan untuk keamanan para rigger ketika melaksanakan tugasnya.
“Kalau dipresentasekan seberapa berperannya alat untuk menunjang keselamatan rigger, ya perlatan di angka 30 persen, keahlian 30 persen, sisanya doa dan keyakinan,” tuturnya sembari tertawa.
Tower BTS yang ia panjat di wilayah Banyumanik, merupakan lokasi pertama dari tiga tower yang akan ia kerjakan.
“Hari ini ada tiga tower BTS, kebetulan lokasinya di Semarang semua. Biasanya di luar daerah dan lokasinya di atas bukit. Kalau di perkotaan seperti sekarang ya enak tak perlu jalan jauh,” ucap Dedi yang biasanya mengerjakan 10 tower dalam sepekan itu.

Sembari mengemasi peralatannya, Dedi mengatakan tidak semua orang mau melakoni profesi solo rigger installer BTS, lantaran resiko yang dihadapi sangat besar.
“Tidak semua mau, ada yang hanya satu bulan, bahkan saat dihadapkan tower tinggi ada yang menyerah dan keluar. Kalau saya kebalikannya, merasa tenang saat ada di ketinggian apalagi pemandangannya indah,” imbuhnya sembari melangkah pergi menuju lokasi lainya.(*)