Berita Viral
Najwa Shihab Syok Terdakwa Jaksa Pinangki Berstatus PNS Masih Dapat Gaji
Najwa Shihab syok mendengar pengakuan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman terkait status Jaksa Pinangki masih PNS
Penulis: Ardianti WS | Editor: abduh imanulhaq
TRIBUNJATENG.COM- Najwa Shihab syok mendengar pengakuan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman terkait status Jaksa Pinangki yang masih sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Hal itu diungkap Boyamin dalam acara Mata Najwa, Rabu (4/8/2021).
Boyamin mengatakan saat ini Jaksa Pinangki sudah berada di lapas.
Namun, Boyamin mengatakan status jaksa Pinangki masih PNS
"Sudah dipindahkan ke lapas, tapi sampai sekarang belum dicopot PNS-nya," ujar Boyamin.
Boyamin berpendapat seharusnya status PNS Pinangki segera dicopot secara tak hormat karena sudah terbukti terlibat kasus pencucian uang.
"Mestinya karena melakukan tindakan korupsi ini seharusnya segera diurus agar dia bisa diberhentikan secara tidak hormat," jelas Boyamin.
Karena status PNS-nya belum dicopot, hingga kini Pinangki masih menjabat sebagai jaksa non-aktif.
Pernyataan Boyamin itu membuat Presenter Najwa Shihab syok.
Boyamin mengatakan status Jaksa Pinangki saat ini PNS non Aktif.
"Masih sekarang, statusnya non-aktif aja."
Najwa Shihab lalu mempertanyakan gaji Jaksa Pinangki.
"Masih dapat gaji dong?," sahut Najwa.
Boyamin membenarkan hal itu.
"Ya di angka tunjangan pokok dapat, masih dapat gaji negara memang," jelas Boyamin.
Pengakuan Boyamin itu semakin membuat Najwa terkejut
"Luar biasa," sahut Najwa tertawa.
Boyamin berharap agar jaksa pinangki segera dicopot.
"Justru harus cepat diberhentikan secara tidak hormat supaya negara tidak menggaji koruptor," sambung Boyamin.
Najwa Shihab geram
Najwa Shihab menyindir 3 kasus koruptor yang mendapat potongan hukuman di pengadilan.
Najwa Shihab geram dengan keputusan pengadilan yang meringankan hukuman Jaksa Pinangki, Djoko Tjandra dan Juliari Batuara.
"Obral diskon 30% atau 60%, siapa yang nolak kira-kira? Sayangnya korting besar-besaran ini diberikannya malah untuk para koruptor. Tahu siapa yang dimaksud? Ya siapa lagi kalau bukan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari dan satu lagi mantan Mensos Juliari Batubara," tulisnya.
Najwa Shihab menilai pemotongan hukuman itu seperti sedang melecehkan hukum di negara kita.
"Penegakan hukum itu soal bobot, soal ukuran, juga soal kepantasan. Yang pegang kendali memang hanya beberapa, tapi kita bisa menilai seberapa impas dan pantas," tulisnya.
Najwa Shihab menyebut jika pelaku koruptor dihukum ringan, maka para koruptor tidak akan kapok.
Justru menurutnya, membuat orang-orang ingin melakukan perbuatan tak terhormat itu.
"Kalau hukumannya ringan, tuntutannya enteng, dan masih dikorting sampai 60 persen begitu, siapa yang kapok? Di mana-mana, diskonan itu, untuk mengundang orang datang dan belanja. Kortang-korting hukuman korupsi ini, kan, jadinya kayak undangan untuk…. yuk…. yuk…. belanja yuk…. tapi belanjanya pakai uang rakyat, ya uang kita-kita juga," tulisnya.
Najwa Shihab tak terima jika uang rakyat dari hasil pajak dikorupsi oleh pejabat.
"Kita lagi yang nombok, rakyat lagi yang harus ”urunan” lewat pajak. Urunan, subsidi, ini beneran loh," tulis Najwa Shihab.
Najwa Shihab lalu membeberkan data kerugian negara karena korupsi di tahun 2001-2015.
"Jadi, selama rentang 2001-2015 diperkirakan kerugian negara karena korupsi mencapai Rp203,9 triliun. Namun, total hukuman finansial yang diberikan kepada koruptor hanya 10,42 persen saja atau hanya Rp 21,26 triliun,' tulisnya.
Najwa Shihab lantas membeberkan kerugian atas tindakan korupsi.
"Ini belum ngitung biaya sosial dari praktik korupsi, ya. Kalau pakai hitungan itu, 203,9 trilyun dikurangi 21,26 trilyun, negara masih nombok sekitar 182 trilyun lebih," ujarnya.
Najwa Shihab menegaskan jika kerugian itu ditanggung oleh rakyat.
"Siapa yang nombokin selisihnya? Ya siapa lagi selain kamu, saya, kita semua para pembayar pajak.Yang harus kapok, kan, para koruptor, ya. Kok malah lama-lama kayak kita yang kapok ya?" sindir Najwa Shihab.
Potong hukuman jaksa pinangki
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta 'memotong' hukuman vonis Pinangki selama 6 tahun alias separuh lebih dari masa hukuman di putusan tingkat pertama.
Dengan demikian, Pinangki yang sebelumnya divonis 10 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, kini akan menjalani masa tahanan selama 4 tahun.
Putusan tersebut diambil oleh ketua majelis hakim Muhammad Yusuf dengan hakim anggota Haryono, Singgih Budi Prakoso, Lafat Akbar, dan Renny Halida Ilham Malik.
Terkait alasan pemotongan masa tahanan eks Jaksa Pinangki, majelis hakim memiliki alasan tersendiri.
Dalam putusan pengadilan yang ditayangkan laman Mahkamah Agung (MA), majelis hakim tingkat banding menilai putusan yang dijatuhkan majelis hakim tingkat pertama terlalu berat.
Hal ini terlihat dari pertimbangan hakim tingkat banding yang tertuang di halaman 141 putusan hakim tersebut.
Pertimbangan pertama, Pinangki sudah mengaku bersalah dan mengatakan menyesali perbuatannya serta telah mengikhlaskan dipecat dari profesinya sebagai Jaksa.
Oleh karena itu, Pinangki masih dapat diharapkan akan berperilaku sebagai warga masyarakat yang baik.
Kedua, Pinangki adalah seorang ibu dari anaknya yang masih balita (berusia 4 tahun) sehingga layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhannya.
Ketiga, Pinangki sebagai wanita harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil.
Keempat, perbuatan Pinangki tidak terlepas dari keterlibatan pihak lain yang turut bertanggung jawab, sehingga kadar kesalahannya memengaruhi putusan ini.
Kelima, tuntutan pidana Jaksa Penuntut Umum selaku pemegang azas Dominus Litus yang mewakili negara dan pemerintah dianggap telah mencerminkan rasa keadilan masyarakat