Berita Semarang
Ndaru Handokoaji Layani Tradisi Jamasan Pusaka, Diantaranya Ada Keris dari Era Majapahit
Tradisi jamasan atau ngumbah keris pada Satu Suro masih dilakukan sejumlah warga di Kota Semarang.
Penulis: rahdyan trijoko pamungkas | Editor: moh anhar
TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Tradisi jamasan atau ngumbah keris pada Satu Suro masih dilakukan sejumlah warga di Kota Semarang.
Meski pandemi corona, tradisi itu masih tetap dilakukan oleh warga Batan Timur Raya, Ndaru Handokoaji di rumahnya.
Bahkan pada masa pandemi Covid 19, Ndaru justru kebanjiran order dari kolektor pusaka untuk melakukan jamasan.
Baca juga: Guru Besar UNS: 3 Cara Penggunaan Jerami untuk Buat Pupuk Organik Pengganti Pupuk Subsidi
Baca juga: Pembangunan Islamic Center Batang Rp 11 Miliar Dilanjutkan
Baca juga: Ganjar Dorong Pemerintah Daerah Lakukan Terobosan Vaksinasi Covid-19
"Ini baru permulaan saja sudah 20 pusaka yang dititipkan untuk dijamasi. Ramainya ya saat bulan Suro orang minta pusakannya dijamasi," ujarnya, Senin (9/8/2021).
Menurutnya, dalam satu bulan di saat suro hampir 500 pusaka yang diterima untuk dijamaskan.
Prosesi penjamasan dilakukannya sendiri di rumah, dan tidak banyak membutuhkan syarat.
"Kalau hari biasa tidak banyak melakukan jamasan. Paling banyak pas Satu Suro," ujarnya.
Menurut Ndaru, pusaka yang dititipkan untk dijamas rata-rata peninggalan dari leluhurnya.
Satu diataranya keris yang dititipkannya untuk dijamasi sejak zaman Kerajaan Majapahit.
"Beda keris baru atau peninggalan leluhur bisa dilihat dari garapannya, misal keris digarap empu lebih rapi dibandingkan pande besi. Kemudian bahannya juga berbeda," jelasnya.
Menurut Ndaru, cara menjamas pusaka tidaklah ribet. Cukup menyiapkan air kelapa, sabun, jeruk nipis, minyak kembang setaman, dan uba rampe (sesaji).
"Caranya jamas, keris dibuka dari tempatnya, dilihat apakah berkarat atau tidak. Kemudian direndam air kelapa, terus diangkat dibersihkan lagi, dilihat lagi apakah masih ada karatnya. Jika sudah bersih, baru dibilas menggunakan air sabun dan jeruk nipis, setelah itu dibilas menggunakan air kembang setaman, kemudian dikeringkan, lalu diberi minyak," ujarnya.
Dikatakannya, jamasan yang dilakukan tidak mengedepankan ritual.
Dirinya lebih memfokuskan kebersihan dari pusaka tersebut.
"Penjamasan tidak perlu ubo rampe yang dinomor satukan. Kalau kami yang terpenting besinya benar-benar bersih," ujar dia.
Baca juga: PSK Jateng Belum Tersentuh Bantuan Pemerintah, Banting Stir Jadi Tukang Cuci Piring
Baca juga: Ganjar Wanti-wanti, Perayaan Agustusan Jangan Sampai Timbul Klaster Covid-19 Baru
Baca juga: Berbagi di Panti Asuhan, GNB Kota Semarang Melakukan Gerakan Peduli Rakyat
Ia menuturkan tarif untuk menjamasi pusaka sangatlah terjangkau.
Satu pusaka yang dijamasi dipatok harga Rp 50 ribu.
"Tarif tersebut sudah keseluruhan hingga uba rampenya," tuturnya. (*)
TONTON JUGA DAN SUBSCRIBE :