PPKM Level 4
Kondisi Resto dan Warung Makan di Semarang saat PPKM Level 4 : Kalau Buka Malah Rugi
Usaha kuliner baik di restoran maupun di warung makan menjadi sorotan selama pemberlakuan PPKM level 4.
Penulis: iwan Arifianto | Editor: rival al manaf
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Usaha kuliner baik di restoran maupun di warung makan menjadi sorotan selama pemberlakuan PPKM level 4 lantaran adanya aturan makan 20 menit.
Sejumlah restoran dan warung makan di Kota Semarang ternyata menanggapi aturan tersebut dengan beragam.
Pemilik resto di Kota Semarang memilih untuk tidak menerapkan makan di tempat atau dine in melainkan hanya melayani take away.
Sebaliknya di warung makan aturan tersebut dinilai kurang masuk akal sehingga membiarkan konsumennya melahap makanan meski lebih dari 20 menit.
Baca juga: Airlangga Bertemu Gibran di Solo, Apakah Ada Kaitannya dengan Pemilu 2024? Ini Jawaban Keduanya
Baca juga: 5 Aplikasi Penghasil Pulsa 2021, Selesaikan Misi Dapat Token Gratis
Baca juga: Video Warga Slerok Tegal Hias Gapura Bertema Vaksinasi
Baca juga: Hasil Premier League Chelsea Vs Crystal Palace, The Blues Menang Telak 3-0
"Ya kalau harus 20 menit tidak bisa karena jualan saya rames dan menu penyet jika makan cepet malah ga ada rasanya," terang pemilik warung makan di wilayah Pendrikan Kidul, Semarang Tengah , Wati kepada tribunjateng.com, Sabtu (14/8/2021).
Ia hanya memastikan para konsumen harus pakai masker dan cuci tangan sebelum masuk ke warung.
Soal berkerumun, menurutnya tak pernah terjadi di warungnya lantaran segmen pembeli mayoritas mahasiswa yang mana saat ini diliburkan.
"Konsumen sepi jadi ga mungkin kalau warung saya akan ada kerumunan," terangnya.
Hal yang sama dilakukan di warung di kawasan Kampus Unnes, Kota Semarang, pemilik warung, Nanda menjelaskan, alasannya tak menerapkan makan 20 menit lantaran tidak adanya sosialisasi yang diberikan pihak terkait.
"Kami tahu dari medsos bukan dari sosialisasi langsung dari petugas, artinya petugas juga tak pernah datang ke sini entah sosialisasi atau operasi kerumunan jadi kami anggap aturan itu tak mengikat. Lima warung di samping saya juga melakukan hal yang sama," bebernya.
Ia melanjutkan, aturan makan 20 menit tak berefek sama sekali sebab tak ada indikator jelas dari aturan tersebut.
Aturan juga kurang detail sehingga dianggap angin lalu bagi pemilik warung seperti dirinya.
"Makan 20 menit ga ada efeknya. Kami anggap santai begitupun pembeli," terangnya.
Selain itu, kata dia, pembeli warungnya juga kini lebih dominasi penjualan online.
Apalagi akhir-akhir ini ada sebuah aplikasi pengiriman makanan di Semarang yang lagi gencar promo dengan biaya ongkir murah.
"Pembeli kami mayoritas mahasiswa, mereka lebih memilih pakai online daripada jalan beli ke warung," ujarnya.
Pemilik Warung Makan 45 Jalan Dr Cipto Semarang, Iin Budi Andayani menjelaskan, warungnya selama pemberlakuan PPKM jarang melayani pembeli makan di tempat.
Pembeli mayoritas memilih membungkus makanannya.
"Mayoritas pembeli kami di masa PPKM dibungkus karena segmen kami pegawai kantoran sudah memahami aturan tersebut. Mereka juga banyak yang WFH jadi ga seramai sebelumnya," paparnya.
Ia menyebut, sehari hanya ada 10 pembeli di warungnya. Tak heran pendapatanya anjlok turun sebesar 90 persen.
"Makan 20 menit maupun jam operasional ga ngaruh. Warung saya dipengaruhi kebijakan WFH karena konsumen kebanyakan pegawai kantoran mulai dari PNS, pegawai Bank dan lainnya," tuturnya.
Ia berharap, kebijakan PPKM tidak dilanjutkan lagi.
Pemerintah cukup mempercepat vaksinsi segera diselesaikan agar cepat aman.
"Karyawan atau pegawai WFH disuruh berangkat lagi sebab itu segmen utama kami," bebernya.
Sekjen BPD PHRI Jawa Tengah Yantie Yulianti mengatakan, informasi yang diterima dari info pengurus restoran di Kota Semarang selama PPKM sekitar 30 persen dari 120 resto yang terdaftar dalam grup resto Semarang memilih tutup.
Baca juga: Video Kisah Inspiratif Suami Istri Penjual Pentol di Tegal Kuliahkan Anak
Baca juga: Kecelakaan Truk Tabrak Rumah Hingga Ringsek Akibat Sopir Ngantuk
Baca juga: Pria Aniaya Bocah 12 Tahun Viral di Medsos, Polisi Sempat Dihalangi saat Akan Tangkap Pelaku
Sementara yang buka hanya melayani delivery tak melayani makan di tempat.
"Jadi banyak yang pilih tutup karena biaya operasional lebih gede daripada pendapatan jika tetep buka," ungkapnya.
Ia menambahkan, sejak pemberlakuan PPKM hingga sekarang pengusaha resto di Kota Semarang mengalami penurunan hingga 70 persen bagi yang memilih untuk beroperasi.
"Harapan teman-teman resto, jika memang harus berlalu PPKM karena memang aturan dari pusat yang harus ditaati, tapi mereka berharap usaha tetap boleh buka dengan prokes ketat, jika dilanggar boleh dikenakan sanksi. Paling tidak ekonomi masih bisa jalan," tandasnya. (Iwn).