Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

HUT Ke 76 RI

Sejarah Perumusan Teks Proklamasi Dibuat Dalam 2 Jam Saat Dini Hari & Perubahan Katanya

Berikut adalah sejarah perumusan teks proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Teks proklamasi tersebut diketik oleh Sayuti Melik dan dibacakan ole

Editor: m nur huda
Inovasee
Teks Proklamasi tulisan tangan Ir Soekarno ataa Bung Karno. 

TRIBUNJATENG.COM - Proklamasi adalah pernyataan resmi bangsa Indonesia tentang kemerdekaan dan bebas dari belenggu penjajah, sehingga Indonesia bebas dan berdaulat dalam menentukan sendiri nasib negara dan rakyatnya.

Pada Proklamasi Kemerdekaan Indonesia terdapat catatan penting yakni adanya teks proklamasi yang dibacakan Ir Soekarno atau Bung Karno.

Berikut adalah sejarah perumusan teks proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.

Teks proklamasi tersebut diketik oleh Sayuti Melik dan dibacakan oleh Soekarno pada 17 Agustus 1945.

Sejarah perumusan teks proklamasi dimulai saat pihak Jepang menyatakan menyerah tanpa syarat kepada Sekutu di tanggal 15 Agustus 1945.

Golongan muda yang mengetahui kabar tersebut dari siaran Radio BBC milik Inggris, mendesak Soekarno dan Mohammad Hatta untuk segera memanfaatkan situasi dengan menyatakan proklamasi.

Baca juga: Teks Proklamasi Dilakukan Perubahan Kata, Berikut Tulisan Tangan Asli Soekarno Sebelum Diketik Ulang

Namun, dwitunggal menolak karena belum ada pernyataan resmi dari pemerintah Jepang.

Mengutip laman Kemdikbud, golongan tua berpendapat, lebih baik menunggu sampai 24 Agustus, yakni tanggal yang ditetapkan Marsekal Terauchi untuk waktu kemerdekaan Indonesia, ketika menerima Soekarno, Hatta, dan Radjiman Wedyodiningrat di Dalat, Vietnam.

Pada 15 Agustus 1945, para pemuda di bawah pimpinan Sukarni, Chairul Saleh, dan Wikana bersepakat untuk mengamankan dwitunggal bersama Ibu Fatmawati dan Guntur ke Rengasdengklok, dengan harapan agar mereka menuruti keinginan para pemuda.

Bung Hatta (berdiri) ketika menjelaskan lagi pendapatnya tentang saat-saat menjelang Proklamasi Kemerdekaan di rumah bekas penculiknya, Singgih (baju batik hitam). Tampak dari kiri kekanan: GPH Djatikusumo, D. Matullesy SH, Singgih, Mayjen (Purn) Sungkono, Bung Hatta, dan bekas tamtama PETA Hamdhani, yang membantu Singgih dalam penculikan Soekarno Hatta ke Rengasdengklok.
Bung Hatta (berdiri) ketika menjelaskan lagi pendapatnya tentang saat-saat menjelang Proklamasi Kemerdekaan di rumah bekas penculiknya, Singgih (baju batik hitam). Tampak dari kiri kekanan: GPH Djatikusumo, D. Matullesy SH, Singgih, Mayjen (Purn) Sungkono, Bung Hatta, dan bekas tamtama PETA Hamdhani, yang membantu Singgih dalam penculikan Soekarno Hatta ke Rengasdengklok. (Kompas/JB Suratno)

Namun, sepanjang hari 16 Agustus 1945 itu, tidak tercapai kesepakatan apapun.

Hingga sorenya, Ahmad Soebardjo datang dan berusaha membujuk para pemuda untuk melepaskan dwitunggal.

Akhirnya mereka bersedia dengan jaminan oleh Soebardjo bahwa proklamasi akan terjadi esok hari.

Malam itu juga, rombongan berangkat ke Jakarta, menuju rumah Laksamana Maeda di Meiji Dori No. 1 untuk membahas masalah tersebut.

Setibanya di sana, tuan rumah menjelaskan permasalahan dan informasi yang sebenarnya terjadi.

Maeda lalu mempersilakan ketiga tokoh menemui Gunseikan (Kepala Pemerintah Militer) Jenderal Moichiro Yamamoto untuk membahas upaya tindaklanjut yang akan dilakukan.

Sumber: Tribunnews.com
Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved