Berita Korupsi
Hakim Juliari Batubara : Juliari Dinilai sudah Cukup Menderita dengan Dicerca, Dimaki hingga Dihina
Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menyoroti pertimbangan meringankan majelis hakim dalam menjatuhkan vonis
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menyoroti pertimbangan meringankan majelis hakim dalam menjatuhkan vonis terhadap mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.
Dalam pertimbangan meringankan hakim, Juliari dinilai sudah cukup menderita dengan dicerca, dimaki, hingga dihina oleh masyarakat.
Saut mengatakan, dihinanya Juliari oleh masyarakat merupakan bentuk aksi-reaksi atas perbuatan Juliari menerima duit suap bantuan sosial penanganan Covid-19. "Kalau soal caci-maki itu dinamika aksi reaksi , siapa suruh korupsi," kata Saut dalam keterangannya, Senin (23/8).
Saut lantas membandingkan dengan apa yang dialami Juliari dengan penyidik KPK yang juga dicaci maki dan dituding sebagai Taliban. "Jangankan tersangka koruptor, yang menangakapi koruptor aja dicaci-maki dibilang taliban lah dan lain-lain," kata Saut.
Saut menilai keputusan Hakim Pengadilan Tipikor menjadikan caci maki yang diterima Juliari sebagai alasan meringankan menjadikan negara ini semakin lucu.
Menurutnya, status Juliari sebagai menteri dan melakukan korupsi dana bansos harusnya jadi alasan untuk memperberat hukuman Juliari.
"Jadi kalau itu jadi alasan yang meringankan maka negeri ini semakin lucu, sebab seorang menteri korupsi itu justru harus jadi pemberatan, di tengah pendemi dan yang disikat itu namanya jelas-jelas dana bansos bencana Covid-19," ujar Saut.
Sementara itu peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman menyebut bahwa caci maki dan hinaan yang diterima Juliari bukan termasuk keadaan yang meringankan.
Keadaan yang meringankan, kata Zaenur, mestinya berasal dari internal terdakwa ataupun kondisi yang membuat dia melakukan perbuatannya.
"Jadi kondisi meringankan itu berasal dari dalam terdakwa atau kalau dari luar yang berhubungan langsung dengan terdakwa," jelas Zaenur.
Sementara menurut Zaenur, caci, maki, dan cercaan yang menimpa Juliari sebagai koruptor merupakan konsekuensi dari tindakan yang dinilai jahat oleh masyarakat.
Sebab, Juliari melakukan tindakan korupsi itu terhadap bansos pandemi Covid-19. Juliari juga melakukan tindakan itu saat kasus Covid-19 di Indonesia masih tinggi.
"Jadi saya enggak setuju dihina masyarakat sebagai hal yang meringankan. Yang lebih cocok kalau misal terdakwa tulang punggung, atau berkelakuan baik selama persidangan," tutur Zaenur. "Dihina masyarakat tak seharusnya jadi alasan hakim," tambahnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 12 tahun penjara terhadap mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.
Dalam putusan tersebut, majelis hakim menyebutkan beberapa alasan memberatkan seperti, bahwa Juliari tidak mendukung upaya pemerintah memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta melakukan korupsi di tengah pandemi Covid-19.
Selain itu majelis hakim juga menyebutkan alasan meringankan dalam putusan tersebut. Salah satunya adalah majelis hakim menilai Juliari sudah cukup menderita lantaran dicerca, dihina, dicaci, dan dimaki masyarakat.
"Keadaan meringankan, terdakwa sudah cukup menderita dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat. Terdakwa telah divonis bersalah oleh masyarakat, padahal secara hukum terdakwa belum tentu bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," kata hakim anggota Yusuf Pranowo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/8).
Juliari Masih Pikir-pikir Banding
Di sisi lain, Juliari Batubara belum menentukan sikap terkait upaya hukum lanjutan usai divonis 12 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Hal tersebut disampaikan oleh kuasa hukumnya, Maqdir Ismail, usai hakim membacakan vonis pada Senin (23/8). "Meskipun tidak seluruh amar putusan kami bisa dengar, kami sudah dapat intinya, kami sudah sempat berdiskusi sedikit untuk menentukan sikap kami memutuskan untuk pikir-pikir terdahulu soal bunyi putusan," kata Maqdir.
Atas vonis itu Juliari dapat mengambil langkah hukum lanjutan dengan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta atau menerima vonis tersebut. Namun dengan menyatakan pikir-pikir, artinya Juliari punya waktu selambat-lambatnya tujuh hari untuk bersikap.
Hal yang sama juga disampaikan oleh jaksa KPK. Mereka juga menyatakan pikir-pikir atas vonis tersebut, meski hukuman yang dijatuhkan sudah lebih berat dari tuntutan.
Plt juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya akan mempelajari seluruh isi pertimbangan Majelis Hakim untuk menentukan langkah selanjutnya, apakah akan menerima putusan atau menyatakan banding.
Meski demikian, Ali mengatakan pihaknya menghormati putusan majelis hakim yang menghukum Juliari 12 tahun penjara. "KPK menghormati putusan majelis yang menyatakan bahwa dakwaan Tim JPU KPK terbukti," kata Ali dalam keterangan tertulisnya, Senin (23/8).
KPK juga mengapresiasi adanya putusan pidana tambahan berupa uang pengganti serta pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik. "KPK berharap putusan ini memberikan efek jera sekaligus menjadi upaya asset recovery hasil tindak pidana korupsi secara optimal," kata Ali.(tribun network/ham/dod)
Baca juga: AS Roma, Real Madrid, dan Chelsea Tempat Mourinho Cetak Rekor yang Belum Bisa Disaingi Guardiola
Baca juga: A1 : Akhirnya Kapolri Izinkan Gelaran Liga 1 dan Liga 2, Pemain dan Oficial Wajib PCR dan Vaksin
Baca juga: Kunci Jawaban Buku Tematik Kelas 6 SD Halaman 92 93 94 95 96 97 Tema 6 Pembelajaran 2 Subtema 3
Baca juga: PPKM Jawa Bali Diperpanjang Sampai 30 Agustus 2021, Mal Boleh Buka Sampai Jam 20.00