Berita Kudus
Bangkit Dari Pandemi, Pengusaha Rokok di Kudus Luncurkan Varian Baru Untuk Penetrasi Pasar
Kondisi pandemi tidak menyurutkan pelaku usaha rokok golongan III untuk terus berinovasi. Kondisi pasar rokok yang mengalami keterpurukan.
Penulis: raka f pujangga | Editor: rival al manaf
TRIBUNJATENG.COM, KUDUS - Kondisi pandemi tidak menyurutkan pelaku usaha rokok golongan III untuk terus berinovasi.
Kondisi pasar rokok yang mengalami keterpurukan, membuat Pabrik Rokok (PR) Rajan Nabadi harus menciptakan varian rasa baru.
Pemilik PR Rajan Nabadi, Sutrisno mengatakan, saat puncak pandemi yang terjadi di Kudus pada pertengahan tahun 2021 membuatnya harus berhenti beroperasi selama empat hari.
Hal itu membuat pangsa pasarnya berubah karena banyak pemain-pemain baru yang akhirnya masuk.
"Pasar kita yang dulu, sekarang dimasukkan yang lain. Sekarang kita harus melawan lagi, dengan membuat rasa baru," ujarnya, saat ditemui, di kawasan industri hasil tembakau (KIHT), Jumat (10/9/2021).
Sutrisno menjelaskan, membuat rasa baru rokok merek R black untuk melakukan penetrasi pasar.
Racikan baru itu merupakan langkah untuk bertahan di tengah pandemi agar bisa terus berinovasi.
"Sebulan lalu kami membuat varian baru R black, yang sekarang ternyata peminatnya besar. Ada hikmahnya pandemi ini bisa meracik rasa baru," kata dia.
Menurutnya, status darurat level 2 Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) ini sudah jauh lebih baik.
Sedikitnya, kondisi ekonomi perusahaannya telah pulih sekitar 80 persen dibandingkan saat sebelum pandemi.
"Kalau dibandingkan sebelum pandemi, sekarang ini sudah 80 persen pulih. Jauh lebih baik," kata dia.
Produksi rokoknya, saat ini bisa mencapai sekitar 100 ribu hingga 150 ribu batang per harinya.
Sedangkan sebelum pandemi, bisa menyentuh angka lebih dari 200 ribu batang per hari. Sehingga kondisi ini harapannya bisa terulang bahkan dapat lebih baik.
"Sebelum pandemi dulu bisa sampai lebih 200 ribu batang per hari, sekarang sudah mulai pulih," kata pria yang memiliki 190 orang buruh rokok.
Dia juga berupaya memperluas pasarnya yang semula hanya di wilayah luar Pulau Jawa kini merambah ke Jawa Barat.
Menurutnya, wilayah pesisir Jawa Barat dinilai pasar yang empuk untuk penjualan rokok sigaret kretek tangan (SKT).
"Karena harga rokok kami lebih kompetitif daripada rokok SKT yang merek terkenal. Tapi secara kuaitas kami tidak kalah," ujar dia.
Dia berharap, pemerintah dapat memberikan stimulus untuk mempercepat pemulihan ekonomi yang membaik.
Di antaranya dengan memberikan bantuan agunan agar pita cukai yang dibeli tidak harus tunai.
Selama ini, perusahaannya harus membayar pita cukai itu secara tunai. Sedangkan perusahaan rokok yang besar bisa mengangsur selama tiga bulan karena memiliki agunan.
"Seandainya kami dibantu pinjaman sebagai agunan, sehingga pembelian pita cukai tidak harus tunai akan sangat membantu bagi kami," jelas dia.
Dengan begitu, modal yang semula dipakai untuk membayar pita cukai bisa dialihkan guna memperluas pasar.
Misalnya dengan menyediakan lima unit motor untuk membantu pemasaran di daerah-daerah potensial.
"Kalau penjualannya lancar dan pasarnya makin luas, otomatis pembelian pita cukai semakin besar dan penerimaan negara juga akan meningkat," ucapnya.
Sementara itu, buruh rokok, Sukarfi (40) warga Bulungcangkring mengatakan sudah setahun bekerja di sana.
Dalam sehari, dia harus memotong sedikitnya 4.000 batang rokok sigaret kretek tangan.
"Sehari buat 4.000 batang rokok," ujarnya. (raf)