Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Didakwa Rugikan BPR BKK Kebumen Rp 8,7 Miliar, Penasehat Hukum: Ini Murni Perdata

Pengacara Taufiq Nugroho menilai kasus dugaan korupsi Perusahaan Daerah (PD) BPR BKK Kebumen Tahun 2011 dengan terdakwa Giyatmo.

Penulis: m zaenal arifin | Editor: rival al manaf
Dokumentasu Penasehat Hukum
Tim penasihat hukum dari terdakwa Giyatmo, yang dipimpin Taufiq Nugroho, menyampaikan pembelaan (pledoi) pada sidang lanjutan perkara dugaan korupsi BPR BKK Kebumen di Pengadilan Tipikor Semarang, Jumat (10/9/2021). 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Pengacara Taufiq Nugroho menilai kasus dugaan korupsi Perusahaan Daerah (PD) BPR BKK Kebumen Tahun 2011 dengan terdakwa Giyatmo, mestinya tak masuk ranah pidana, melainkan murni perkara perdata.

Hal itu disampaikan Taufiq selaku ketua tim penasehat hukum terdakwa Giyatmo dalam sidang beragendakan pembacaan pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Tipikor Semarang, Jumat (10/9/2021).

"Ini murni perdata, maka penegak hukum harus tunduk dan patuh pada hukum perdata."

"Lebih khusus hukum tentang Perseroan Terbatas karena bentuk badan hukum BKK Kebumen adalah Perseroan Terbatas," kata Taufiq.

Baca juga: Harga Emas Antam Semarang Hari ini 10 September 2021 Naik Rp 4.000 per Gram, Ini Daftar Lengkapnya

Baca juga: Sinopsis Drakor Zombie Detective Episode 8, Seon Ji Lihat Bekas Luka Zombie di Tubuh Moo Young

Baca juga: Chord Kunci Gitar Lagu Teruntuk Jiwa yang Kupuja Donne Maula Sheila Dara

Menurut Taufiq, perbuatan malawan hukum dalam hukum perdata atau hukum korporasi tidak bisa serta merta menggerakan hukum pidana, karena masing-masing menggunakan dasar hukum yang berbeda.

Dalam perkara itu, Giyatmo didakwa melakukan korupsi pada PD BPR BKK Kebumen Tahun 2011 sehingga merugikan keuangan negara Rp 8,7 miliar.

Selain Giyatmo selaku nasabah, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kebumen juga mendakwa dua orang lainnya secara terpisah.

Mereka yaitu Azam Fatoni selaku mantan Dewan Pengawas BPR BKK Kebumen dan Kasimin, mantan Direktur Pemasaran.

Berdasarkan dakwaan, kasus ini berawal saat Giyatmo mengajukan permohonan kredit dengan total Rp 13 miliar.

Nilai pengajuan itu melebihi batas maksimum kredit. 

Meski demikian, permohonan pinjaman itu mendapat persetujuan pimpinan di BKK, termasuk terdakwa Azam Fatoni dan Kasimin, dan dibuat seolah-olah menggunakan nama debitur lain.

Singkatnya pada Oktober 2011, terdakwa Giyatmo melunasi utangnya.

Berdasarkan putusan pengadilan, sumber uang tersebut hasil tindak pidana pencucian uang yang dilakukan bersama Dian Agus Risqianto dengan korban Hidayat.

Sehingga, dana yang tersimpan di BKK Kebumen sebesar Rp 8,7 miliar dikembalikan kepada Hidayat, sehingga bank masih mengalami kerugian keuangan negara.

Giyatmo didakwa dengan Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tinda Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, subsider Pasal 3 UU yang sama. 

Dakwaan itu pun dibantah penasihat hukum Giyatmo. Menurut Taufiq, dalam hukum perbankan, pihak yang wajib mematuhi prinsip kehati-hatian adalah pimpinan dan pegawai bank, karena pihak bank yang memiliki otoritas dan kebijakan untuk menentukan permohonan kredit dapat diterima atau ditolak.

"Ketika ditemukan syarat yang tidak terpenuhi, harusnya permohonan kredit tersebut ditolak, namun BKK Kebumen justru menerima dan mencairkanya. Karena itu, pihak yang bertanggung jawab terhadap pencairan kredit ini adalah pimpinan dan pegawai BPR BKK. Status pemohon di sini tidak memiliki otoritas untuk memutuskan pencairan kredit," jelasnya.

Ia menegaskan, pelunasan sudah dilakukan Tahun 2011, maka tidak ada lagi hubungan hukum antara Giyatmo dengan pihak BPR BKK Kebumen.

Baca juga: Chord Kunci Gitar Lagu Tak Terima Donne Maula Sheila Dara

Baca juga: Antrean Sandal Peserta Vaksinasi Covid-19 Mengular hingga Keluar Gang Viral di Medsos

Baca juga: Cetak Hattrick, Lionel Messi Lewati Pele, Tapi Masih Butuh Puluhan Gol untuk Salip Ronaldo

Adapun terkait penyerahan uang dari BPR BKK kepada Hidayat pada Tahun 2014 adalah masalah hukum, maka sesuai dengan manajemen hukum perbankan, tindakan tersebut tanggung jawab pihak BPR BKK Kebumen.

"Dasar atau alasannya adalah uang yang diserahkan merupakan uang milik sah dari BPR BKK Kebumen. Pemilik memiliki wewenang untuk menyerahkan uang miliknya kepada siapa saja sesuai dengan mekanisme internal dalam BPR BKK Kebumen. Penyerahaan uang juga dilakukan oleh pejabat resmi yakni pegawai atau pengurus BPR," imbuhnya. 

Atas dasar itu, pihaknya meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Semarang yang memeriksa perkara ini untuk membebaskan terdakwa Giyatmo dari segala tuntutan jaksa penuntut umum. (Nal)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved