Wawancara Khusus
Wawancara Khusus : Belajar Menahan Frustrasi ala Mendikbud Ristek Nadiem Makarim
Presiden Joko Widodo (Jokowi) banyak memilih kalangan milenial di jajaran kabinetnya untuk periode kedua memimpin Indonesia.
TRIBUNJATENG.COM -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) banyak memilih kalangan milenial di jajaran kabinetnya untuk periode kedua memimpin Indonesia.
Salah satunya adalah Nadiem Makarim yang kala itu didapuk menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Saat ini, Nadiem sudah berganti jabatan menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan-Riset dan Teknologi (Mendikbud-Ristek).
Kepada Tribunnetwork, Nadiem mengaku waktu terasa sudah berlangsung lama semenjak penunjukkannya. Dua tahun baginya serasa dua puluh tahun lamanya. Tugas sebagai menteri dinilainya yang sangat berat.
"Dua tahun ini serasa 20 tahun, karena begitu banyak hal yang terjadi. Sebenarnya dari awal itu saya sudah menyadari bahwa tugas ini adalah tugas yang sangat berat," ujar Nadiem, saat wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dan News Manager Tribun Network Rachmat Hidayat, Kamis (9/9).
Berikut wawancara khusus Tribunnetwork dengan Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim :
Mas Menteri diminta oleh Presiden Jokowi menjadi Mendikbud pada Oktober 2019. Kalau dihitung sudah hampir 2 tahun. Apa yang Mas Menteri rasakan dan alami selama dua tahun membantu Pak Jokowi di kementerian ini?
Ini pertanyaan yang berat menjawabnya. Dua tahun ini serasa 20 tahun, karena begitu banyak hal yang terjadi. Sebenarnya dari awal itu saya sudah menyadari bahwa tugas ini adalah tugas yang sangat berat. Sistem pendidikan kita empat terbesar di dunia. Kami mengalami berbagai macam stagnasi di tes PISA internasional. Perbandingan kita dengan negara-negara lain. Jadinya awalnya saja sudah suatu hal yang sangat besar.
Sistem yang, birokrasi yang sangat besar dan rumit. Ada pembagian antara daerah dan pusat, tergantung jenjangnya dan lain-lain. Ada berbagai macam isu.Waktu pandemi terjadi, issue ini menjadi tambah parah lagi. Itu satu hal yang sama sekali tidak ada di benak saya. Kita tidak bisa memprediksi pandemi ini seperti apa.
Pada saat itu terjadi itu menjadi pukulan yang cukup besar karena pada saat kita baru memulai, sudah ada banyak sekali momentum reformasi yang kita lakukan. Lalu pandemi terjadi, jadi ini merupakan tantangan yang maha berat lah buat kita.
Tapi tetap saja kita sudah hampir dua tahun, alhamdulillah karena saya punya tim yang luar biasa, punya rekan-rekan menteri yang luar biasa, dan terutama punya punya bos atau presiden yang punya keyakinan terhadap reformasi struktural di bidang pendidikan.
Tim saya di Kemendikbud, tim baru kombinasi dengan tim yang lama hebat hebat. Idealis, banyak milenial masuk, birokrat yang masuk integritasnya sangat baik. Jadi saya senang punya komunitas dan punya dukungan yang luar biasa. Sekarang ini kita 13 episode lho.
13 episode merdeka belajar berhasil keluar walaupun pandemi, dan itu suatu hal yang sangat bangga. Di situasi sulit pun masih bisa reformasi besar-besaran struktural masih bisa jalan.
Mana yang mas menteri rasakan lebih pusing, mengurusi usaha atau kementerian dengan salah satu anggaran terbesar?
Tentu transisi dari swasta itu nggak mudah. Di swasta sebagai founder dan CEO kita bilang A, ya udah A jalan. Tapi kalau di pemerintah nggak semudah itu, dimana kita punya dependensi dengan berbagai macam kementerian, level pemerintahan daerah, kabupaten, provinsi, dan bukan cuma itu, stakeholdernya itu semua. Kalau perusahaan itu stakeholdernya kan investor dan staf kita. Di pemerintah saja sudah banyak stakeholdernya, tapi di dunia pendidikan semua orang itu menjadi pakar pendidikan.
Dua tahun terakhir saya merasa telah tumbuh berkembang jauh lebih banyak daripada saat saya tujuh tahun di sektor swasta. Lebih sulit, menantang, rumit, kompleks, kita harus belajar menahan frustasi, sabar, mendengarkan orang dari berbagai macam organisasi, kalangan masyarakat, dan proses pembelajaran itu luar biasa.